Justru persoalannya terletak pada momen implementasi itu. Gagasan yang terdengar indah di atas kertas bisa jadi mimpi buruk di lapangan. Ini takdirnya semua ideologi. Sama nasibnya dengan ekonomi makro yang bisa memukau di atas kertas, tapi tak mampu menyentuh persoalan-persoalan mikro. Ideologi bukan solusi, melainkan visi. Mereka yang mengira ideologi adalah tawaran solusi akan segera menjadi kecewa. Sebagai visi, ia menawarkan "penglihatan" akan apa yang hendak kita capai di ujung sana. Namun, jalan menuju ke sasaran itu harus dirumuskan dan dioperasikan secara realistis, bukan romantis. manneke
si_andi <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Mungkin ideologi-ideologi itu gagal justru karena mereka berkembang menjadi ideologi ketimbang "sekedar" alternatif solusi terhadap masalah. Dalam sejarah, bangsa kita sudah terbiasa mengambil potongan- potongan ideologi dunia dan tanpa merasa bersalah mencampur aduk sesukanya untuk mengatasi aneka permasalahan mereka. Makanya kita punya istilah-istilah ajaib yang tidak dikenal di belantara ideologi seperti "Syiwa-Buddha" atau "Islam Abangan" atau "Demokrasi Pancasila" atau "Ekonomi Kerakyatan" atau juga "Ketuhanan Yang Maha Esa". Mungkin para pengusung ideologi yang suka mutlak-mutlakan itu bisa belajar juga dari pengalaman pendahulu kita. Andi