Wah tertarik sekali. Novel semacam ini penting dalam mengisi kekosongan dan
kemunafikan sejarah bangsa ini, Apalagi direfleksikan dalam kondisi realita
yang mengemban di beberapa wilayah. Yah, salah satunya Papua.
Q
On 9/10/07, anton_djakarta [EMAIL PROTECTED] wrote:
Saya justru sedang
Saya justru sedang menyelesaikan trilogi novel tentang ruang sejarah
Indonesia, semacam epos lima generasi keluarga Jawa...satu lagi
tentang pertarungan tumbuhnya budaya Fasisme di Eropa dan Hindia
Belanda. Bisa mohon bimbingan Mas
ANTON
--- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, veven
mas anton, terimakasih sudah baca cerpen2 itu. memburumu, waktu demi demi
waktu sudah terbit dalam bahasa korea bersama para penulis chile, mexico,
argentina, dll...
kapan menggelar lagi? hehehe... tak produktif bener aku.
sekarang sih sedang menulis novel dgn titik-inspirasi aceh [tanpa
Aku sendiri banyak membaca tulisan Mas Veveb Sp Wardhana. Cerpennya
bagus-bagus...salah satunya Memburumu dari waktu demi waktu (kalo
ndak salah) kapan bisa menggelar lagi tulisan realis mas?
ANTON
--- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, veven wardhana
[EMAIL PROTECTED] wrote:
bung
hebat, Bung Veven. Tidak mudah melakukan studi atas homologi antara struktur
dalam karya sastra dengan struktur sosial dalam masyarakat tempat karya itu
dilahirkan. Apakah skripsinya sempat diterbitkan?
manneke
veven wardhana [EMAIL PROTECTED] wrote:
setahuku, di ugm dulu,
pak manneke dan pak veven yth.,
numpang nanya, apakah yang anda sampaikan itu masuk ke
dalam kurikulum? kalou soal umar kayam ngajar, atau
seorang dua lainnya seperti arief budiman atau ariel
hernyanto di uksw.
sampai sekarang, rasanya soal mbah jenggot itu masih
juga jadi barang yang menakutkan.
bung manneke,
skripsi itu kutulis tahun selusin tahun lampau. tahun 1985. setahun kemudian
ada yang meminta untuk memformat skripsi itu ke dalam pola penulisan populer.
aku menolak, bukan karena pengubahan format penulisan, melainkan aku butuh
memperlengkap kajian strukturalisme-genetik,
kang halim,
jangan kata terang2an memasukkan mbah jenggot itu sebagai kurikulum resmi,
kurikulum mengenai konsep estetika timur saja perlu menunggu profesor dari
belanda [atau manalah] untuk menjadikannya dalam kajian resmi kampus.
intinya: kalau dianggap di luar pakem [tak penting ideologi
Ada satu pengalaman teman saya soal si takutnya kita sama si jenggot yang eks
seminari ini (Juga Yosef Stalin..kalau gak salah nih).
Dia lulus cum laude hukum lingkungan dari Universitas Trier yang juga disebut
Universitas Karl Marx di Trier. Trier adalah kota kelahiran Marx. Takut dia
Dalam banyak kurikulum di fakultas ilmu sosial dan humaniora, komponen Marxisme
nyaris mustahil untuk ditiadakan. Hanya betul kata Bung Veven, jika Anda
mencari kuliah dengan judul Marxisme, ya mungkin tak akan ketemu. Tapi, jika
Anda simak silabus-silabusnya lebih jauh, akan Anda jumpai
wh, dimas veven, kalou sampeyan sudah bikin
analisa kayak begitu, rasanya awak yang ditinggal di
kampung cuma ngelus dada: makin jelas kampus seperti
mall (tapi kumuh) yang cuma sediakan itu pengetahuan
per paket, dan dosen jadi penjaja-eceran, jenis mlm
dan sales promotion girl/boy?
halim
itulah, bung, irry, kekuatan stempel bisa bikin orang
bukan hanya mencret dan kencing di celana. lebih dari
itu bisa jadi cacing melata. semoga rekan anda bisa
mengatasi soal yang dihadapinya. sebab, ada sebuah
keluarga di sebuah kampung di serang-banten yang
setengah mati takutnya sampai-sampai
setahuku, di ugm dulu, almarhum pak [umar] kayam mengajar teori marx untuk
mahasiswa pasca-sarjana. ternyata, ada salah seorang mahasiswanya yang
diam-diam merekamnya. bukan lantaran males mencatat, tapi cara merekamnya
persis laiknya intel yang sedang mendokumnetasikan perihal sesuatu yang
pak halim hd di jateng,
Marxisme punya daya tarik tinggi karena ia adalah pemikiran sistematis
pertama yang secara tegas menyatakan keberpihakannya pada unsur masyarakat yang
nasibnya kurang beruntung, yakni buruh. Semangat pembebasan yang dikumandangkan
Marxisme ini juga kuat pengaruhnya
14 matches
Mail list logo