Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Negeri Suka-Suka

2010-08-17 Terurut Topik ingan apul sitepu
jika Pemerintah hanya perlu pajak dari masyarakatnya (pengusaha)
tetapi tidak perduli pada tanggung jawabnya untuk melindungi seluruh
warga negaranya dari segala bentuk kesewenang wenangan,maka
sesungguhnya tidak perlu lagi ada NKRI,lebih baik kembali saja kepada
masa lalu ( kembali kekerajaan/kesultanan yang lalu ).
untuk fpi memang sudah sangat keterlaluan menginjak injak hak asasi
orang lain,sudah saatnya dilakukan perlawanan terhadap anak emas
pemerintah ini.

Pada tanggal 10/08/10, Win Wan Nur  menulis:
> Pagi ini saat membuka Twitter, saya mendapati serial tweet dari Goenawan
> Mohammad yang mengkritisi lembeknya sikap pemerintah terhadap FPI yang hobi
> main hakim sendiri dan suka memamerkan kekerasan secara telanjang, pada
> siapa saja yang berbeda pandangan.
>
> Atas lembeknya sikap pemerintah terhadap FPI ini, di Twitternya GM mencoba
> berspekulasi dan menduga-duga.
>
> Di account twitternya GM menulis ; "Salah satu sebabnya mungkin: dari
> Presiden sampai dgn polisi tak melihat ada hal yg sangat serius dlm perilaku
> kekerasan atas nama agama. Atau Presiden dll tak melihat perilaku ala FPI
> sejajar dgn para teroris Negara Islam: menolak Indonesia sbg yg dilahirkan
> di tahun 1945. Atau mungkin juga Presiden dan Polisi tak berani bertindak,
> krn takut dianggap membela "Kristen", "liberal", "sekuler"."
>
> Menurut saya, prasangka GM terhadap pemerintah ini terlalu jauh dan sangat
> berlebihan.
>
> Sebab kenyataannya, pemerintah saat ini, pemerintah yang punya kemampuan
> istimewa dalam hal tebar-menebar pesona ini berbuat demikian bukan hanya
> pada FPI saja, tapi sepertinya pada semua kelompok dan golongan yang
> memiliki massa yang mampu menggunakan kekerasan, atau setidaknya mampu
> mempengaruhi pilihan banyak orang dalam Pemilu baik pemilu Nasional maupun
> Pemilukada.
>
> Dua hari yang lalu saya ada di Kali Klatak, Banyuwangi. Saya bersama
> rombongan turis asal Perancis yang saya bawa bermaksud mengunjungi sebuah
> perkebunan milik swasta yang terletak di sana.
>
> Untuk dunia kepariwisataan Banyuwangi, Perkebunan Kali Klatak ini adalah
> highlight, karena merupakan salah satu atraksi wisata yang paling diminati
> orang eropa selain kawah Ijen yang sudah mendunia. Kami sendiri memang
> memiliki kontrak kerja dengan perkebunan ini.
>
> Tapi pada hari itu, pihak perkebunan Kali Klatak menelepon saya sambil
> meminta maaf kalau hari itu kunjungan ke perkebunan mereka terpaksa tidak
> bisa dilakukan karena penduduk setempat yang kampungnya dilewati jalan
> menuju Kali Klatak memblokir jalan yang menjadi satu-satunya akses ke
> perkebunan itu. Tapi tidak lama kemudian mereka menelepon kembali,
> perkebunan mereka tetap bisa dikunjungi, hanya tidak boleh menggunakan bis
> dari luar.
>
> Bis yang membawa wisatawan harus berhenti di luar desa, lalu nanti pihak
> perkebunan akan menyediakan dua bis sewaan untuk mengangkut wisatawan sampai
> ke bagian jalan yang di blokir.
>
> Singkat cerita, kamipun sampai di sana dan saya pun melihat bagaimana di
> tengah jalan menuju ke perkebunan Masyarakat desa setempat meletakkan batu
> dan palang kayu agar kendaraan pengangkut dari dan menuju ke perkebunan
> tidak bisa lewat, tapi lucunya pada rintangan itu masyarakat masih
> menyisakan sedikit jalan untuk dilewati motor dan pejalan kaki, agar motor
> milik masyarakat yang biasa mencari rumput di perkebunan seluas 100-an
> hektar ini tetap bisa leluasa masuk lahan perkebunan ini.
>
> Ketika saya tanyakan kepada pihak perkebunan, apa yang menjadi masalah dan
> pokok persoalan sehingga terjadi konflik dengan masyarakat seperti ini.
> Mereka menceritakan kalau akar masalahnya adalah karena mereka tidak mampu
> memenuhi tuntutan masyarakat supaya pihak perkebunan tidak menyemprot rumput
> liar yang mengganggu pertumbuhan tanaman di lahan milik mereka dengan cairan
> herbisida, sebab masyarakat yang tinggal di luar perkebunan, membutuhkan
> rumput-rumput liar itu untuk makanan ternak mereka.
>
> Negosiasi soal rumput ini deadlock karena bagi pihak perkebunan, cara paling
> murah untuk mengendalikan gulma yang merusak tanaman mereka adalah dengan
> herbisida, mereka tidak mampu menggaji banyak orang untuk membersihkan
> rumput di lahan mereka secara manual. Tapi masyarakat tidak mau tahu, bagi
> mereka makanan bagi ternak milik mereka tetap harus diprioritaskan. Karena
> itulah masyarakat yang dalam hal ini berada dalam posisi lebih kuat,
> melakukan pemblokiran.
>
> Saat melewati tempat itu, saya melihat di sana ada seorang petugas polisi
> yang ditempatkan. Tapi si petugas ini ditempatkan di sana untuk membuka
> blokir terhadap perkebunan, tapi sebaliknya justru dia di sana untuk
> memastikan agar pihak perkebunan membuka blokir jalan, sehingga aksi itu
> akan memancing kemarahan massa yang tinggal di luar perkebunan.
>
> Masih di Kabupaten yang sama tapi di kecamatan yang berbeda. Di desa Licin,
> dimana terdapat sebuah hotel yang dibangun tahun 2002, yang dimiliki oleh
> seorang warga Indonesia yang berasal da

Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Negeri Suka-Suka

2010-08-12 Terurut Topik Lasma siregar
Negeri Suka-Suka ini memang membuat banyak yang ber"suka-suka" hati-nya!
Tapi kalau terus saja semuanya berbuat sesukanya saja, lantas bagaimana kita
di jangka panjang nanti (masa depan)?
 
Masalah "perkebunan, hotel, turis, pengangkutan dan sembako rakyat" ini kan
bisa diatur bersama kalau semua mau beritikad baik?
 
Kalau semua pihak mau seenaknya sendiri saja tanpa mau melihat kepentingan
secara keseluruhan dan bersama, inikan bisa berbahaya?
 
FPI ini ada, karena ada yang memerlukan kehadiran mereka bahkan nampaknya
bakal selalu ada (apapun namanya)!
Siapa dibelakang FPI dan apa gunanya, hanya merekalah yang tahu!
 
Sementara itu mumpung masih banyak waktu, marilah kita semua bersuka hati
di Negeri Suka-Suka ini!
:=((
 
Salam
Las

--- On Tue, 10/8/10, Win Wan Nur  wrote:


From: Win Wan Nur 
Subject: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Negeri Suka-Suka
To: "IACSF" 
Received: Tuesday, 10 August, 2010, 2:27 PM


  



Pagi ini saat membuka Twitter, saya mendapati serial tweet dari Goenawan 
Mohammad yang mengkritisi lembeknya sikap pemerintah terhadap FPI yang hobi 
main hakim sendiri dan suka memamerkan kekerasan secara telanjang, pada siapa 
saja yang berbeda pandangan.

Atas lembeknya sikap pemerintah terhadap FPI ini, di Twitternya GM mencoba 
berspekulasi dan menduga-duga.

Di account twitternya GM menulis ; "Salah satu sebabnya mungkin: dari Presiden 
sampai dgn polisi tak melihat ada hal yg sangat serius dlm perilaku kekerasan 
atas nama agama. Atau Presiden dll tak melihat perilaku ala FPI sejajar dgn 
para teroris Negara Islam: menolak Indonesia sbg yg dilahirkan di tahun 1945. 
Atau mungkin juga Presiden dan Polisi tak berani bertindak, krn takut dianggap 
membela "Kristen", "liberal", "sekuler"."

Menurut saya, prasangka GM terhadap pemerintah ini terlalu jauh dan sangat 
berlebihan.

Sebab kenyataannya, pemerintah saat ini, pemerintah yang punya kemampuan 
istimewa dalam hal tebar-menebar pesona ini berbuat demikian bukan hanya pada 
FPI saja, tapi sepertinya pada semua kelompok dan golongan yang memiliki massa 
yang mampu menggunakan kekerasan, atau setidaknya mampu mempengaruhi pilihan 
banyak orang dalam Pemilu baik pemilu Nasional maupun Pemilukada. 

Dua hari yang lalu saya ada di Kali Klatak, Banyuwangi. Saya bersama rombongan 
turis asal Perancis yang saya bawa bermaksud mengunjungi sebuah perkebunan 
milik swasta yang terletak di sana.

Untuk dunia kepariwisataan Banyuwangi, Perkebunan Kali Klatak ini adalah 
highlight, karena merupakan salah satu atraksi wisata yang paling diminati 
orang eropa selain kawah Ijen yang sudah mendunia. Kami sendiri memang memiliki 
kontrak kerja dengan perkebunan ini.

Tapi pada hari itu, pihak perkebunan Kali Klatak menelepon saya sambil meminta 
maaf kalau hari itu kunjungan ke perkebunan mereka terpaksa tidak bisa 
dilakukan karena penduduk setempat yang kampungnya dilewati jalan menuju Kali 
Klatak memblokir jalan yang menjadi satu-satunya akses ke perkebunan itu. Tapi 
tidak lama kemudian mereka menelepon kembali, perkebunan mereka tetap bisa 
dikunjungi, hanya tidak boleh menggunakan bis dari luar. 

Bis yang membawa wisatawan harus berhenti di luar desa, lalu nanti pihak 
perkebunan akan menyediakan dua bis sewaan untuk mengangkut wisatawan sampai ke 
bagian jalan yang di blokir. 

Singkat cerita, kamipun sampai di sana dan saya pun melihat bagaimana di tengah 
jalan menuju ke perkebunan Masyarakat desa setempat meletakkan batu dan palang 
kayu agar kendaraan pengangkut dari dan menuju ke perkebunan tidak bisa lewat, 
tapi lucunya pada rintangan itu masyarakat masih menyisakan sedikit jalan untuk 
dilewati motor dan pejalan kaki, agar motor milik masyarakat yang biasa mencari 
rumput di perkebunan seluas 100-an hektar ini tetap bisa leluasa masuk lahan 
perkebunan ini.

Ketika saya tanyakan kepada pihak perkebunan, apa yang menjadi masalah dan 
pokok persoalan sehingga terjadi konflik dengan masyarakat seperti ini. Mereka 
menceritakan kalau akar masalahnya adalah karena mereka tidak mampu memenuhi 
tuntutan masyarakat supaya pihak perkebunan tidak menyemprot rumput liar yang 
mengganggu pertumbuhan tanaman di lahan milik mereka dengan cairan herbisida, 
sebab masyarakat yang tinggal di luar perkebunan, membutuhkan rumput-rumput 
liar itu untuk makanan ternak mereka.

Negosiasi soal rumput ini deadlock karena bagi pihak perkebunan, cara paling 
murah untuk mengendalikan gulma yang merusak tanaman mereka adalah dengan 
herbisida, mereka tidak mampu menggaji banyak orang untuk membersihkan rumput 
di lahan mereka secara manual. Tapi masyarakat tidak mau tahu, bagi mereka 
makanan bagi ternak milik mereka tetap harus diprioritaskan. Karena itulah 
masyarakat yang dalam hal ini berada dalam posisi lebih kuat, melakukan 
pemblokiran.

Saat melewati tempat itu, saya melihat di sana ada seorang petugas polisi yang 
ditempatkan. Tapi si petugas ini ditempatkan di sana untuk membuka blokir 
terhadap perkebunan, tapi sebaliknya justru dia di sana untuk memastikan agar