Mungkin Sekali Saya Sendiri Juga Maling


Sumber                                                                    :
http://www.jokosupriyanto.com/2005/02/18/mungkin-sekali-saya-sendiri-juga-maling/


Kita  hampir  paripurna  menjadi  bangsa porak-poranda, terbungkuk dibebani
hutang   dan   merayap   melata  sengsara  di  dunia.  Penganggur  40  juta
orang,anak-anak  tak  bisa bersekolah 11 juta murid, pecandu narkoba 6 juta
anakmuda,  pengungsi  perang  saudara  1  juta orang, VCD koitus beredar 20
jutakeping,  kriminalitas merebat di setiap tikungan jalan dan beban hutang
dibahu 1600 trilyun rupiahnya.



Pergelangan  tangan  dan  kaki  Indonesia  diborgol  di  ruang  tamu Kantor
Pegadaian Jagat Raya, dan di punggung kita dicap sablon besar-besar Tahanan
IMF dan Penunggak Bank Dunia. Kita sudah jadi bangsa kuli dan babu, menjual
tenaga  dengan  upah  paling  murah  sejagat  raya.Ketika TKW-TKI itu pergi
lihatlah   mereka  bersukacita  antri  penuh  harapan  dan  angan-angan  di
pelabuhan  dan  bandara,  ketika  pulang  lihat  mereka  berdukacita karena
majikan  mungkir  tidak  membayar gaji, banyak yang disiksa malah diperkosa
dan pada jam pertama mendarat di negeri sendiri diperas pula.



Negeri   kita   tidak   merdeka   lagi,  kita  sudah  jadi  negeri  jajahan
kembali.Selamat  datang  dalam  zaman  kolonialisme  baru,  saudaraku. Dulu
penjajah  kita  satu  negara, kini penjajah multi-kolonialis banyak bangsa.
Mereka  berdasi  sutra,  ramah-tamah  luarbiasa dan banyak senyumnya. Makin
banyak                                                                 kita
meminjam uang, makin gembira karena leher kita makin mudah dipatahkannya.



Di  negeri  kita  ini,  prospek  industri  bagus  sekali.  Berbagai  format
perindustrian,  sangat  menjanjikan,  begitu laporan penelitian. Nomor satu
paling  wahid,  sangat  tinggi  dalam  evaluasi, dari depannya penuh janji,
adalah industri korupsi.Apalagi di negeri kita lama sudah tidak jelas batas
halal  dan  haram,  ibarat  membentang benang hitam di hutan kelam jam satu
malam.



Bergerak ke kiri ketabrak copet, bergerak ke kanan kesenggol jambret, jalan
di  depan  dikuasai  maling,  jalan di belakang penuh tukang peras, yang di
atas   tukang   tindas.   Untuk   bisa   bertahan  berakal  waras  saja  di
Indonesia,sudah   untung.Lihatlah  para  maling  itu  kini  mencuri  secara
berjamaah.  Mereka  bershaf-shaf  berdiri  rapat,  teratur  berdisiplin dan
betapa  khusyu’.  Begitu  rapatnya mereka berdiri susah engkau menembusnya.
Begitu  sistematiknya  prosedurnya  tak  mungkin engkau menyabotnya. Begitu
khusyu’nya,   engkau   kira   mereka  beribadah.  Kemudian  kita  bertanya,
mungkinkah ada maling yang istiqamah?



Lihatlah  jumlah  mereka,  berpuluh  tahun  lamanya,  membentang dari depan
sampai  ke  belakang,  melimpah  dari atas sampai ke bawah, tambah merambah
panjang  deretan  shaf  jamaah.  Jamaah  ini  lintas agama, lintas suku dan
lintas   jenis   kelamin.Bagaimana   melawan  maling  yang  mencuri  secara
berjamaah?  Bagaimana  menangkap  maling  yang  prosedur pencuriannya malah
dilindungi dari atas sampai ke bawah? Dan yang melindungi mereka, ternyata,
bagian juga dari yang pegang senjata dan yang memerintah.



Bagaimana                                                              ini?
Tangan  kiri  jamaah  ini  menandatangani  disposisi  MOU  dan MUO (Mark Up
Operation),  tangan  kanannya  membuat yayasan beasiswa, asrama yatim piatu
dan  sekolahan.Kaki  kiri  jamaah  ini mengais-ngais upeti ke sana ke mari,
kaki     kanannya     bersedekah,    pergi    umrah    dan    naik    haji.
Otak  kirinya  merancang  prosentasi  komisi  dan pemotongan anggaran, otak
kanannya   berzakat   harta,   bertaubat   nasuha   dan   memohon   ampunan
Tuhan.Bagaimana   caranya   melawan   maling  begini  yang  mencuri  secara
berjamaah?Jamaahnya  kukuh  seperti  dinding  keraton,  tak mempan dihantam
gempa  dan  banjir  bandang,  malahan  mereka  juru  tafsir  peraturan  dan
merancang   undang-undang,   penegak   hukum  sekaligus  penggoyang  hukum,
berfungsi bergantian.



Bagaimana  caranya  memroses  hukum  maling-maling  yang  jumlahnya ratusan
ribu,barangkali  sekitar  satu  juta  orang  ini,  cukup jadi sebuah negara
mini,meliputi    mereka    yang   pegang   kendali   perintah,   eksekutif,
legislatif,yudikatif dan dunia bisnis, yang pegang pistol dan mengendalikan
meriam,
yang berjas dan berdasi. Bagaimana caranya?



Mau  diperiksa  dan  diusut  secara hukum? Mau didudukkan di kursi tertuduh
sidang   pengadilan?   Mau   didatangkan   saksi-saksi   yang   bebas  dari
ancaman?Hakim  dan  jaksa yang bersih dari penyuapan? Percuma Seratus tahun
pengadilan, setiap hari 8 jam dijadwalkan tak akan terselesaikan.



Jadi,  saudaraku,  bagaimana  caranya?  Bagaimana caranya supaya mereka mau
dibujuk, dibujuk, dibujuk agar bersedia mengembalikan jarahan yang berpuluh
tahun  dan  turun-temurun sudah mereka kumpulkan. Kita doakan Allah membuka
hati  mereka  ,  terutama  karena  terbanyak  dari mereka orang yang shalat
juga,orang  yang  berpuasa  juga,  orang  yang  berhaji  juga.  Kita  bujuk
baik-baik dan kita doakan mereka.



Celakanya, jika di antara jamaah maling itu ada keluarga kita, ada hubungan
darah  atau  teman sekolah, maka kita cenderung tutup mata, tak sampai hati
menegurnya.Celakanya,  bila  di  antara  jamaah maling itu ada orang partai
kita,  orang  seagama  atau  sedaerah, kita cenderung menutup-nutupi fakta,
lalu  dimakruh-makruhkan  dan  diam-diam  berharap  semoga kita mendapatkan
cipratan  harta  tanpa  ketahuan.Maling-maling ini adalah kawanan anai-anai
dan rayap sejati.


Dan lihat kini jendela dan pintu rumah Indonesia dimakan rayap. Kayu kosen,
tiang,   kasau,jeriau   rumah  Indonesia  dimakan  anai-anai.  Dinding  dan
langit-langit,  lantai  rumah  Indonesia digerogoti rayap. Tempat tidur dan
lemari,  meja  kursi  dan sofa, televisi rumah Indonesia dijarah anai-anai.
Pagar pekarangan, bahkan fondasi dan atap rumah Indonesia sudah mulai habis
dikunyah-kunyah  rayap.  Rumah Indonesia menunggu waktu, masa rubuhnya yang
sempurna.


Aku   berdiri  di  pekarangan,  terpana  menyaksikannya.  Tiba-tiba  datang
serombongan  anak  muda  dari  kampung  sekitar. “Ini dia rayapnya! Ini dia
Anai-anainya!”   teriak   mereka.   “Bukan.   Saya   bukan  Rayap,  bukan!”
bantahku.Mereka berteriak terus dan mendekatiku dengan sikap mengancam. Aku
melarikan  diri kencang-kencang. Mereka mengejar lebih kencang lagi. Mereka
menangkapku. “Ambil bensin!” teriak seseorang. “Bakar Rayap,” teriak mereka
bersama.  Bensin  berserakan  dituangkan  ke  kepala dan badanku. Seseorang
memantik  korek  api.  Aku  dibakar.  Bau  kawanan  rayap hangus. Membubung
keudara.



Oleh Taufiq Ismail


********************************************************
Mailing List FUPM-EJIP ~ Milistnya Pekerja Muslim dan DKM Di kawasan EJIP
********************************************************
Ingin berpartisipasi dalam da'wah Islam ? Kunjungi situs SAMARADA :
http://www.usahamulia.net

Untuk bergabung dalam Milist ini kirim e-mail ke :
[EMAIL PROTECTED]

********************************************************

Kirim email ke