Buat bang yul.
mungkin ngga nyambung tapi ane mo'tanya sama ente
1. sewaktu ente di lahirkan sampe ente umur tiga tahun ,ente tau ngga apa aja
yang terjadi pada ente di usia itu ?[maksudnya ente inget ngga dari umur
1~3tahun]?
2.Kalo ente ngga inget yang terjadi pada ente umur 1 ~3 tahun,terus siapa yang
paling tau tentang masa kecil ente[umur1 ~3thn]? sebutin semuanya..
3.terima kasih tolong jawab yaa....
----- Original Message -----
From: Yul Erief
To: Forum Ukhuwah Pekerja Muslim di Kawasan EJIP
Sent: Friday, August 10, 2007 7:38 AM
Subject: Re: [ FUPM-EJIP ] PERBEDAAN ANTARA IKHTILAF(PERSELISIHAN)
DANIFTIRAQ(PERPECAHAN)
Assalaamu 'alaikum
Ada beberapa hal yang belum saya pahami.
Dari kata faroqo ada istilah iftiraq yang artinya perpecahan, serta ada
istilah Furqan (nama Al-Qur'an), yang artinya pembeda/pemisah antara yang haq
dan yang batil, ada faariq yang arti mudahnya pemecah belah.
Dari kata kholafa ada istilah ikhtilaf dan khilafiah yang arti mudahnya
perselisihan, ada istilah khalifah yang arti gampangnya orang yang menjaga
supaya perselisihan tidak menyebabkan perpecahan, khilafah yang arti mudahnya
adalah lembaga yang berdaulat, yang menjaga perselisihan tidak menyebabkan
perpecahan.
Jadi, ulama dan umaro harus bertindak sebagai khalifah maupun khilafah. Jadi,
ngga' memaksakan pendapatnya sebagai satu-satunya kebenaran, ulama dan umaro
yang lain salah.
1. Bid'ah.
....... wa kulla muhdatsatin bid'ah, wa kulla bid'atin dlalaalah wa kulla
dlalaalatin finnaar.
....... dan tiap-tiap yang baru adalah bid'ah, dan tiap-tiap bid'ah adalah
sesat, dan tiap-tiap yang sesat ada dalam neraka.
Dalam hadis di atas ada kata kulla, yang menyatakan setiap atau semua. Ngga'
ada huruf illa (tanda pengecualian). Biasanya kalau pada kalimat hukum ada
pengecualian, kata illa kan harus bersambung, membacanyapun harus diterusin
atau kata illa harus disebut. Mis. wal asri. innal insaana lafii husrin illa.
illallaziina aamanu ......
Kalau bid'ah itu ada tingkatannya, apakah bid'ah terdiri dari bid'ah hasanah
dan bid'ah dlalalah.
Mis. Bid'ah hasanah (bid'ah yang baik ) : menulis Al-Qur'an dalam sebuah
kitab, kaset, MP3 player, dsb.
Mis. Bid'ah dlalalah : membuat hadis palsu.
2. Maulid nabi.
Di Indonesia tentunya ada banyak ulama yang mengerti hukum. Secara kenegaraan
dilaksanakan acara maulid nabi. Terus, apakah di Indonesia ngga' ada seorangpun
yang mengerti hukum, sehingga setiap tahun tetep diadakan maulid nabi.
Nabi ngga' pernah mencontohkan untuk merayakan maulid. Kalau maulid itu
bid'ah, apakah :
1. Maulid termasuk bid'ah hasanah, jadi ngga' apa-apa dilaksanakan (buktinya
MUI maupaun ormas Islam seperti NU melaksanakan, dan ormas Islam seperti
Muhammadiah ngga' menyalahkan orang yang mengerjakan).
2. Kalau maulid nabi dianggap bid'ah dlalalah, ada lebih banyak pertanyaan
lagi.
2.1. Mengapa ulama di Indonesia tidak mempermasalahkan hal itu.
2.2. Kalau semua ulama dan umaro di Indonesia dianggap sesat karena
melaksanakan dan atau tidak menyalahkan maulid nabi, apakah yang memvonis sesat
itu kategorinya ulama yang maqomnya sudah menyamai atau bahkan jauh di atas
mereka atau ngga'..
2.3 Apakah dengan menyalahkan seseorang, apalagi semua ulama dan umaro dalam
satu negara berkomunitas muslim terbanyak di dunia, otomatis membuat orang
tersebut ilmunya jauh di atas mereka semua.
2.4. Kalau memang begitu, kenapa orang tersebut ngga' memberikan ilmunya
kepada para ulama dan umaro di Indonesia, supaya semua ulama dan umaro di
Indonesia berhenti melakukan pekerjaan yang salah serta melarangnya, dan umat
ngga' ikut-ikutan.
2.5. Mengapa yang diinformasikan tentang hal itu cuma orang awam, yang
biasanya sangat awam, artinya baru tahap awal belajar (belum belajar ilmu
fikih, tauhid, dsb).
2.6. Mengapa orang yang diinformasikan tentang hal itu ngga' menyampaikan ke
MUI, supaya lebih efektif. Kenapa yang disampaikan hanya kepada orang yang
sama-sama sangat awam.
Ulil amri.
Kita diwajibkan taat kepada Allah, taat kepad rasul, dan ulil amri.
Terus, kalo begitu, siapa ulil amri yang kudu kita taati.
Iktilaf dan iftiraq.
Jadi, pernyataan yang ada cenderung ke arah mana.
Wassalaam
-----Original Message-----
From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] Behalf Of Afrizal
Sent: Thursday, August 02, 2007 4:36 PM
To: milis_ muslim
Subject: [ FUPM-EJIP ] PERBEDAAN ANTARA IKHTILAF(PERSELISIHAN) DAN
IFTIRAQ(PERPECAHAN)
Rabu, 17 Maret 2004 06:47:15 WIB
PERBEDAAN ANTARA IKHTILAF(PERSELISIHAN) DAN IFTIRAQ (PERPECAHAN)
Oleh
Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-'Aql
Bagian Terakhir dari Dua Tulisan [2/2]
AL-IFTIRAAQ MAFHUMUHU ASBABUHU SUBULUL WIQAYATU MINHU [Perpecahan Umat !
Etiologi & Solusinya]
MELURUSKAN BEBERAPA KESALAH PAHAMAN [2/2]
Ketiga : Menjadikan ikhtilaf sebagai alasan memvonis sesat yang
berseberangan dengannya, atau menghukumi mereka keluar dari agama atau dari
Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Serta beberapa sikap kelewat batas lainnya dalam
menghukumi pihak yang berseberangan. Tanpa merujuk kepada kaidah-kaidah
syari'at dan metode alim ulama dalam masalah ini. Perlu diketahui bahwa dalam
memvonis kafir ada batasan dan kaidah yang perlu diperhatikan. Meskipun
terhadap ahli bid'ah dan ahli ahwa' (hawa nafsu). Sebab vonis kafir, bara'ah
(berlepas diri), bughdu (kebencian), hajr (pemboikotan) dan tahdzir
(peringatan) tidak boleh dilakukan tanpa meneliti dan menegakkan hujjah
terlebih dahulu. Maksudnya, tidak boleh terburu-buru memvonis seseorang keluar
dari jama'ah karena bid'ah yang ada padanya atau karena menyalahi syari'at dan
menyelisihi sunah. Sebab barangkali ia tidak tahu hukumnya, seorang yang jahil
tentunya mendapat uzur (dimaklumi) hingga ia mengetahui ilmunya. Banyak sekali
kaum muslimin yang terperangkap lingkungan yang mengitarinya, hingga jatuh
kedalam penyelisihan. Hal itu banyak terjadi di beberapa negara-negara Islam.
Banyak orang yang mencukur jenggotnya, meninggalkan shalat berjama'ah,
melakukan amal-amal yang menyalahi syari'at bahkan mengucapkan kalimat kufur
karena lingkungan memaksanya. Sekiranya tidak melakukannya mereka bisa dibunuh,
disiksa, atua dirobek kehormatannya!
Jadi, bilamana ia lakukan itu semua karena 'terpaksa', maka seorang hakim
yang bijaksana hendaknya dapat menggambarkan hukum apa yang layak diajtuhkannya.
Boleh jadi seorang pelaku bid'ah dan seorang yang meyakini i'tiqad sesat
meyakininya karena takwil (anggapan keliru), sementara hujjah belum ditegakkan
atasnya. Dalam kasus ini, hujjah harus ditegakkan atas mereka ! Barangkali
diantara kita pernah melihat seorang melakukan sebuah bid'ah yang pada umumnya
dilakukan oleh pengikut kelompok-kelompok sesat, misalnya bid'ah maulid nabi,
jika ternyata dia seorang awam yang jahil, maka kita tidak boleh tergesa-gesa
memvonis ia orang sesat dan tidak boleh pula menghukuminya keluar dari jama'ah
sebelum dijelaskan duduk perkara tersebut dan ditegakkan hujjah atasnya. Adapun
perbuatannya dapat kita hukumi sebagai bid'ah. Namun jangan cepat-cepat
memvonisnya keluar dari jama'ah atau menghukumi sebagai pengikut aliran sesat
hanya karena bid'ah yang dilakukannya sebelum ditegakkan hujjah. Kecuali bid'ah
mukaffirah (yang menyebabkan pelakunya kafir), akan tetapi risalah kecil ini
tidak mungkin memuat perinciannya.
Bahkan sebaliknya, terburu-buru memvonis orang lain keluar dari Ahlus
Sunnah wal Jama'ah dalam masalah-masalah furu termasuk bid'ah dan penyimpangan
yang tidak boleh dilakukan. Sikap seperti itu sangat tercela. Bila ia melihat
saudaranya jatuh dalam perbuatan bid'ah, hendaknya mengecek terlebih dahulu,
menanyakannya kepada ahli ilmu, serta menganggap orang yang melakukannya jahil,
atau melakukannya karena takwil atau ikut-ikutan saja dan butuh nasihat serta
bimbingan. Dan hendaknya ia perlakukan saudaranya itu dengan lemah lembut
terlebih dahulu. Sebab tujuan kita adalah membimbingnya kepada hidayah bukan
memojokkannya.
Keempat : Tidak mengetahui perkara mana saja yang dibolehkan berbeda
pendapat dan mana yang tidak boleh. Yaitu tidak dapat membedakan
perkara-perkara khilafiyah dan perkara-perkara yang tidak boleh
diperselisihkan. Hal ini banyak menimpa orang awam, bahkan juga para du'at.
Kami akan bawakan beberapa contoh.
[1] Sebagian orang menggolongkan beberapa masalah khilafiyah ke dalam
masalah ushul (pokok). Tanpa merujuk kaidah dan arahan ahli ilmu serta tanpa
bimbingan dari ahli fiqih yang dapat membantu mereka dalam hal ini.
[2] Tidak membedakan antara perkara mukaffirah (yang dapat mengeluarkan
pelakunya dari Islam) dan ghairu mukaffirah (yang tidak mengeluarkan pelakunya
dari Islam).
[3] Tidak memperhatikan tingkatan-tingkatan bid'ah, di antara bid'ah ada
yang dapat mengeluarkan pelakunya dari Islam dan ada yang tidak. Banyak sekali
kesalahan yang dilakukan seseorang, sebuah kelompok atau jama'ah di vonis kafir
secara terburu-buru oleh sebagian oknum. Sebenarnya tidak demikian caranya.
Sebab setiap orang yang mengetahui perkara-perkara yang dapat menyebabkan
kekafiran, seperti meyakini bahwa Al-Qur'an mahluk, lalu ia menerapkan hukum
kafir itu atas setiap orang yang meyakini demikian tanpa membedakan antara
menghukumi ucapan dan menghukumi orang yang mengucapkannya, maka ia telah
menyelisihi kaidah Salafus Shalih Ahlus Sunnah wal Jama'ah.
Ahlus Sunnah wal Jama'ah membedakan antara menghukumi kafir, bid'ah atau
fasik terhadap sesuatu secara umum dengan menghukumi orang tertentu. Boleh jadi
kita menghukumi kufur suatu amalan atau sebuah ucapan, namun bukan berarti
setiap orang yang meyakininya, mengucapkannya atau melakukannya jatuh kafir.
Banyak sekali orang yang tidak membedakan hal ini. Mereka menjatuhkan vonis
kafir secara zhahir saja tanpa memperhatikan kaidah-kaidah takfir
(pengkafiran). Padahal vonis kafir tidak boleh dijatuhkan sehingga benar-benar
diteliti, ditegakkan hujjah dan dalil, serta telah diketahui tidak adanya
alasan dan uzdur lainnya yang menghalangi vonis tersebut terhadap seseorang
tertentu. Boleh jadi karena ia jahil, dipaksa atau mentakwil.
Masalah takfir (mengkafirkan), seseorang perlu penelitian lebih dalam dan
perlu mendatangi orang yang bersangkutan serta perlu meneliti kondisinya
disamping perlu diajak diskusi dan diberi nasihat. Janganlah kita memvonis
kafir setiap orang yang melakukan perbuatan kufur, mengucapkan dan meyakini
keyakinan kufur. Kecuali dalam masalah-masalah prinsipil yang sudah dikenal
luas oleh segenap kaum muslimin. Seperti mengingkari syahadat Laa ilaaha
illallah, mengingkari nubuwah nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam,
mencela Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan masalah-masalah prinsip
lainnya.
Perlu diketahui, bahwa ada juga beberapa permasalahan usuhuluddin yang
tersamar perinciannya atas sebagian orang awam. Seperti masalah sifat Allah,
masalah takdir, masalah melihat Allah pada hari Kiamat, masalah syafa'at,
mensikapi sahabat dan beberapa permasalahan lain yang tidak diketahui orang
awam secara rinci. Bahkan juga tersamar perinciannya atas sebagian ilmu. Kadang
kala mereka mengucapkan kalimat kufur tanpa mereka sadari, tanpa mereka sengaja
dan tanpa mereka ketahui serta tanpa memperhatikan dengan seksama ucapan yang
dilontarkan. Apakah harus dihukumi kafir ? Jawabannya tentu saja tidak!.
Kesalahan besar yang sering dilakukan oleh beberapa oknum-oknum yang suka
menghukumi orang lain adalah tidak berhati-hati dalam masalah ini sehingga
jatuh dalam bahaya. Khususnya penuntut ilmu yang masih pemula dan masih hijau
serta belum matang mendalami ilmu agama melalui para ulama, namun hanya belajar
secara otodidak dari buku-buku dan sarana-sarana lainnya, tanpa dibimbing dan
dituntun para ulama, dan tanpa memperhatikan kaidah-kaidah dalam pengambilan
dalil dan penetapan hukum. Mereka kerap kali keliru dalam menempatkan kaidah
umum dan dalam menerapkan kaidah itu pada perkara-perkara parsial dan
kasus-kasus tertentu.
Hukum kufur dan kafir atas sebuah perkara dan atas jenis orang tertentu,
bukan berarti hukum kafir bagi setiap orang yang melakukan, mengucapkan dan
meyakininya. Demikian pula halnya hukum-hukum yang berkaitan dengan al-wala'
(monoloyalitas) serta al-bara' (berlepas diri), bukan berarti setiap orang
divonis kafir lalu diterapkan padanya hukum-hukum tersebut.
Sehingga perkaranya menjadi jelas. Maksud kami adalah hukum-hukum al-bara',
sementara al-wala', adalah hak bagi setiap muslim. Tidak boleh memutus
al-wala', sebab al-wala' wajib diberikan kepada setiap orang yang menunjukkan
identitas dirinya sebagai muslim sehingga kita mendapatinya menyelisihi
identitas tersebut.
Di antara kesalahan mereka juga adalah : Tidak memperhatikan maslahat dan
mafsadat serta tidak mengetahui kaidah-kaidah yang berkaitan dengan maslahat
dan mafsadat. Hal ini juga merupakan salah satu pemicu utamanya.
[Disalin dari kitab Al-Iftiraaq Mafhumuhu asbabuhu subulul wiqayatu minhu,
edisi Indonesia Perpecahan Umat ! Etiologi & Solusinya, oleh Dr. Nashir bin
Abdul Karim Al-'Aql, terbitan Darul Haq, penerjemah Abu Ihsan Al-Atsari]
TQ
*ijal*
--
This message has been scanned for viruses and
dangerous content by MailScanner, and is
believed to be clean.
------------------------------------------------------------------------------
********************************************************
Mailing List FUPM-EJIP ~ Milistnya Pekerja Muslim dan DKM Di kawasan EJIP
********************************************************
Ingin berpartisipasi dalam da'wah Islam ? Kunjungi situs SAMARADA :
http://www.usahamulia.net
Untuk bergabung dalam Milist ini kirim e-mail ke :
[EMAIL PROTECTED]
Untuk keluar dari Milist ini kirim e-mail ke :
[EMAIL PROTECTED]
********************************************************
______________________________________________________________________
This email has been scanned by the MessageLabs Email Security System.
For more information please visit http://www.messagelabs.com/email
______________________________________________________________________
********************************************************
Mailing List FUPM-EJIP ~ Milistnya Pekerja Muslim dan DKM Di kawasan EJIP
********************************************************
Ingin berpartisipasi dalam da'wah Islam ? Kunjungi situs SAMARADA :
http://www.usahamulia.net
Untuk bergabung dalam Milist ini kirim e-mail ke :
[EMAIL PROTECTED]
Untuk keluar dari Milist ini kirim e-mail ke :
[EMAIL PROTECTED]
********************************************************