77 Siswa di NTT Dihukum Makan Kotoran Manusia

 Selasa, 25 Februari 2020 | 13:26 WIB
Foto : Suasana setelah rapat bersama orang tua siswa dan pihak sekolah di aula 
Seminari Bunda Segala Bangsa (BSB) Maumere, Kabupaten Sikka, NTT, Selasa 
(25/2020).(KOMPAS.COM/NANSIANUS TARIS)
Penulis: Kontributor Maumere, Nansianus Taris | Editor: Abba Gabrillin
MAUMERE, KOMPAS.com - Sebanyak 77 dari 89 siswa kelas VII Seminari Bunda Segala 
Bangsa Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), disiksa oleh dua 
orang pendamping siswa.

Sebanyak 77 siswa tersebut dipaksa makan feses atau kotoran manusia oleh 2 
pendamping, pada Rabu (19/2/2020) lalu. 

Salah seorang siswa yang menjadi korban menceritakan, setelah makan siang, ia 
bersama teman-teman kembali ke asrama karena mau istirahat. 

Tiba di asrama, salah satu pendamping menemukan kotoran manusia dalam kantong 
di sebuah lemari kosong.

Setelah itu, pendamping memanggil semua siswa dan menanyakan, siapa yang 
menyimpan kotoran itu. 

Karena tidak ada yang mengaku, pendamping tersebut langsung menyendok kotoran 
itu lalu disuap ke dalam mulut para siswa.


Mereka pun terpaksa menerima perlakuan itu tanpa perlawanan. 

"Kami terima dan pasrah. Jijik sekali. Tetapi kami tidak bisa melawan," ujar 
siswa kelas VII yang tak ingin namanya disebut kepada Kompas.com, Selasa 
(25/2/2020).

Para siswa tidak melaporkan perlakuan kejam sang pendamping kepada orangtua, 
karena takut akan disiksa nantinya. 

Menurut dia, setelah para murid disiksa, kedua pendamping menyuruh mereka agar 
tidak menceritakan persoalan itu keluar. 

Namun, setelah kejadian itu, ada 1 satu orang temannya yang lari ke rumah untuk 
memberitahukan hal itu kepada orangtua. 

Kasus itu pun terbongkar pada Jumat (21/2/2020), ketika ada orang tua siswa 
yang menyampaikan hal tersebut di dalam grup WhatsApp humas sekolah.

Martinus, salah satu orangtua murid merasa sangat kecewa terhadap perlakuan 
pendamping asrama yang menyiksa anak-anak dengan memaksa makan kotoran manusia. 

"Menurut saya, pihak sekolah beri tindakan tegas bagi para pelaku. Yang salah 
ditindak tegas. Bila perlu dipecat saja," ujar Martinus.

"Saya juga memutuskan untuk pindahkan anak dari sekolah ini. Biar pindah dan 
mulai dari awal di sekolah lain saja," kata dia.

Martinus mengatakan, secara psikologis anak-anak yang mendapat perlakuan kotor 
dari pendamping pasti terganggu jika terus bertahan di sekolah itu.

Sementara itu, pihak Seminari Bunda Segala Bangsa menggelar rapat dengan 
orangtua siswa terkait hal ini.

Namun, mereka enggan untuk berkomentar saat diwawancarai awak media. 



Kirim email ke