Pada Selasa, 7 Februari 2017 6:58, Chalik Hamid <chalik.ha...@yahoo.co.id> 
menulis:
 

 Kini warga sudah tidak bisa dibohongi SBY lagi. Dosa-dosanya terus terbayang 
di depan mata rakyat Indonesia. Di tahun 2004 dia bisa merengek-rengek seolah 
kesakitan karena dinista. Kini gaya itu sudah tidak laku, karena semua orang 
tahu apa yang sudah ia perbuat selama 10 tahun berkuasa, hanya nol besar. Malah 
belakangan ini, kesalahan-kesalahannya muncul satu demi satu: masalah Bank 
Century, kriminalisasi Antasari Azhar, penghilangan dokumen Munir, proyek 
mangkrak, Hambalang, pengangkatan Patrialis Akbar sebagai Hakim Agung dan yang 
terakhir teleponan dengan Ma´aruf Amin agar Ahok dijadikan penista agama, dan 
banyak lagi yang lain.

     Pada Selasa, 7 Februari 2017 6:29, "'Sunny' am...@tele2.se 
[nasional-list]" <nasional-l...@yahoogroups.com> menulis:
 

     
https://indonesiana.tempo.co/read/107680/2017/02/03/ajat.jurnalis/manuver-sby-malah-jadi-senjata-makan-tuan
 UMAT 03 FEBRUARI 2017 20:45 WIB  
Manuver SBY Malah Jadi Senjata Makan Tuan
 Menyimak berita tentang Presiden keenam, Susilo Bambang Yudhoyono, belakangan 
ini, bahkan jauh hari setelah lengser keprabon, seringkali menimbulkan 
tandatanya besar dalam benak. Betapa tidak, sikap dan pernyataannya begitu 
kental dengan kontroversi.Seperti yang terjadi sekarang ini. Berawal di 
pengadilan, dalam persidangan kasus penistaan agama dengan terdakwa Ahok. Saat 
itu, tim pengacara Ahok mengaku memiliki bukti soal komunikasi antara SBY dan 
Ketua Umum MUI, Ma’ruf Amin yang dihadirkan sebagai saksi."Apakah pada hari 
Kamis, sebelum bertemu paslon (pasangan calon) nomor satu pada hari Jumat, ada 
telepon dari Pak SBY pukul 10.16 WIB yang menyatakan, pertama, mohon diatur 
pertemuan dengan Agus dan Sylvi bisa diterima di kantor PBNU. Kedua, minta 
segera dikeluarkan fatwa tentang penistaan agama?" tanya Humprey Djemat, salah 
satu pengacara Ahok kepada Ma’ruf Amin.Sontak SBY pun bereaksi. Pernyataan tim 
pengacara Ahok tersebut menimbulkan dugaan adanya penyadapan percakapan antara 
SBY dengan Ma’ruf Amin. Ia meminta aparat penegak hukum dan Presiden Jokowi 
bersikap dengan masalah itu. Bagaimanapun, cetusnya, tindakan penyadapan tanpa 
adanya izin pengadilan sebagai tindakan ilegal dan kejahatan serius.Menilik 
reaksi SBY, publik melihatnya seperti seorang kakek yang kebakaran jenggot saja 
tampaknya. Presiden keenam itu sama sekali tidak tabayyun, atawa 
mengklarifikasinya kepada pihak yang mulai melemparkan permasalahannya, yaitu 
Ahok dan tim pengacaranya. SBY malah langsung bicara di depan publik. Berseru 
kepada Polri, Kejaksaan, dan Presiden supaya segera mengambil tindakan.Bahkan 
jauh berbeda dengan reaksinya tempo hari saat beredar isu penyadapan yang 
dilakukan pihak intelejen Australia.Bagaimanapun sikap SBY yang seperti itu, 
selain justru menimbulkan kegaduhan, publik pun menilai kalau Ketua Umum Partai 
Demokrat ini seolah-olah sedang menelanjangi dirinya sendiri lagi. Watak dan 
karakter seorang SBY yang sesungguhnya itu semakin tampak jelas, ya seperti 
begitulah.Begitulah  memang sikap SBY dalam menyikapi sesuatu permasalahan. 
Tidak saja masalah yang menyangkut pribadinya, melainkan juga jika berpendapat 
terhadap persoalan yang timbul di negeri ini secara umum. Kalau tidak merasa 
prihatin dan sedang teraniaya, maka kadangkala diapun bersikap menggurui, 
seolah menunjukkan dirinya sebagai salah seorang Presiden yang bisa terpilih 
dalam dua periode.Sehingga sudah tak aneh lagi dengan celetukan orang yang 
mengatakan SBY tampak begitu sensitif, dan galau, bak seorang wanita yang akan 
memasuki masa menopause saja layaknya.  Tidak menutup kemungkinan bagi orang 
yang memiliki perasaan mudah jatuh kasihan, tanpa reserve lagi akan mudah pula 
untuk bersimpati melihatnya.Apabila kita membuka kembali catatan lama, 
bagaimana SBY mampu merebut dukungan suara terbanyak di Pilpres 2004 lalu, 
salah satu faktor yang menguntungkannya adalah karena banyak rakyat yang merasa 
simpati terhadapnya. Kita ingat, ketika itu SBY menjadi media darling, dan 
dianggap sebagai sosok yang teraniaya karena perlakuan Megawati. Sebagai 
Presiden yang sedang berkuasa, sementara SBY sendiri sebagai punggawa dalam 
kabinet yang dipimpin putri Bung Karno itu, SBY dianggap sebagai anak buah yang 
tidak setia, bahkan menusuk dari belakang, karena ketahuan akan ikut bertarung 
dalam Pilpres 2004, sekaligus akan jadi pesaingnya. Maka Megawati pun dengan 
kekuasaannya, seakan mempersempit ruang gerak SBY. Dan karena itu pula Megawati 
dianggap publik sedang membuat SBY teraniaya.Sebagaimana watak bangsa Indonesia 
pada umumnya, mudah bersimpati terhadap hal yang berbau ketidakadilan, mudah 
jatuh kasihan terhadap korban kesewenang-wenangan, maka dalam kasus yang 
terjadi pada SBY saat itu pun berlaku juga. Megawati dikalahkan, dan SBY 
mendapat suara terbanyak di antara para kontestan Pilpres 2004.Sehingga saat 
ini pun publik banyak menarik kesimpulan, sikap SBY yang seperti sedang galau 
gundah-gulana, karena prihatin dengan fitnah yang menimpa dirinya, termasuk 
dengan perasaan ada pihak yang telah menerobos ruang privasinya, dengan 
menyadap telponnya, adalah salah satu trik Presiden keenam ini yang sedang 
mencoba untuk menarik simpati khalayak. Atawa paling tidak, mungkin juga sedang 
melakukan uji kasus, apakah masih seperti 2004 dan 2009  -  masih banyak rakyat 
yang bersimpati pada dirinya.Entahlah. Masalah itu pun perlu dikaji ulang 
kembali. Atawa paling tidak ada survey yang obyektif untuk mengetahuinya secara 
gamblang dan jelas.Akan tetapi yang menjadi pertanyaan selanjutnya, apa pula 
motivasi  SBY bersikap demikian. Bukankah suatu hal yang mustahil kalau dirinya 
hendak ikut bertarung kembali di Pilpres 2019, sebagai calon Presiden, karena 
peraturan perundang-undangan terkait hal itu sudah jelas tidak 
memperbolehkannya. Kecuali mungkin saja kalau duduk sebagai calon wakil 
Presiden misalnya (apa mau mantan Presiden jadi calon wakil Presiden?), atawa 
mengusung sanak keluarga, istri atau anaknya, itu lain pula persoalannya.Jika 
dugaan itu benar adanya, maka tak salah lagi seorang SBY itu termasuk orang 
yang haus kekuasaan. Seperti bunyi pepatah lama, semakin banyak meminum air 
laut, maka kian haus jadinya seakan berlaku pada sosok yang satu ini. 
Sebagaimana analisa banyak orang, bahkan dengan diusungnya AHY sebagai cagub 
dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 ini, semata-mata hanyalah sebagai batu loncatan 
untuk digadang-gadang dalam pertarungan Pilpres 2019 mendatang.Hanya saja 
dengan cara melempar isu hoax, penistaan, juga penyadapan yang populer sekarang 
ini, publik bukannya merasa simpati seperti dahulu lagi. Justru sebaliknya, 
publik malah mencemooh, mentertawakannya. Tak sedikit pula yang mem-bully-nya. 
Malahan tak berlebihan jika ada orang yang menganggapnya sedang terkena fobia. 
Ada juga orang yang mengira SBY terkena post-power syndrome, atawa yang lebih 
lugas lagi mengatakan memang dia itu orangnya lebay.Bagaimanapun  situasi dan 
kondisi saat ini, jauh berbeda dengan 2004 lalu memang. Mata publik bisa jadi 
sudah mampu membedakan antara kebenaran sejati dengan kepalsuan yang dibalut 
kebenaran. Sehingga mereka tak gampang untuk dibohongi lagi. Salah satu 
faktanya, perolehan suara partai besutannya, partai Demokrat, pada Pemilu 2014 
lalu tidak signifikan lagi, alias tergilas oleh partai pendatang baru. ***  
#yiv4434058349 -- #yiv4434058349ygrp-mkp {border:1px solid 
#d8d8d8;font-family:Arial;margin:10px 0;padding:0 10px;}#yiv4434058349 
#yiv4434058349ygrp-mkp hr {border:1px solid #d8d8d8;}#yiv4434058349 
#yiv4434058349ygrp-mkp #yiv4434058349hd 
{color:#628c2a;font-size:85%;font-weight:700;line-height:122%;margin:10px 
0;}#yiv4434058349 #yiv4434058349ygrp-mkp #yiv4434058349ads 
{margin-bottom:10px;}#yiv4434058349 #yiv4434058349ygrp-mkp .yiv4434058349ad 
{padding:0 0;}#yiv4434058349 #yiv4434058349ygrp-mkp .yiv4434058349ad p 
{margin:0;}#yiv4434058349 #yiv4434058349ygrp-mkp .yiv4434058349ad a 
{color:#0000ff;text-decoration:none;}#yiv4434058349 #yiv4434058349ygrp-sponsor 
#yiv4434058349ygrp-lc {font-family:Arial;}#yiv4434058349 
#yiv4434058349ygrp-sponsor #yiv4434058349ygrp-lc #yiv4434058349hd {margin:10px 
0px;font-weight:700;font-size:78%;line-height:122%;}#yiv4434058349 
#yiv4434058349ygrp-sponsor #yiv4434058349ygrp-lc .yiv4434058349ad 
{margin-bottom:10px;padding:0 0;}#yiv4434058349 #yiv4434058349actions 
{font-family:Verdana;font-size:11px;padding:10px 0;}#yiv4434058349 
#yiv4434058349activity 
{background-color:#e0ecee;float:left;font-family:Verdana;font-size:10px;padding:10px;}#yiv4434058349
 #yiv4434058349activity span {font-weight:700;}#yiv4434058349 
#yiv4434058349activity span:first-child 
{text-transform:uppercase;}#yiv4434058349 #yiv4434058349activity span a 
{color:#5085b6;text-decoration:none;}#yiv4434058349 #yiv4434058349activity span 
span {color:#ff7900;}#yiv4434058349 #yiv4434058349activity span 
.yiv4434058349underline {text-decoration:underline;}#yiv4434058349 
.yiv4434058349attach 
{clear:both;display:table;font-family:Arial;font-size:12px;padding:10px 
0;width:400px;}#yiv4434058349 .yiv4434058349attach div a 
{text-decoration:none;}#yiv4434058349 .yiv4434058349attach img 
{border:none;padding-right:5px;}#yiv4434058349 .yiv4434058349attach label 
{display:block;margin-bottom:5px;}#yiv4434058349 .yiv4434058349attach label a 
{text-decoration:none;}#yiv4434058349 blockquote {margin:0 0 0 
4px;}#yiv4434058349 .yiv4434058349bold 
{font-family:Arial;font-size:13px;font-weight:700;}#yiv4434058349 
.yiv4434058349bold a {text-decoration:none;}#yiv4434058349 dd.yiv4434058349last 
p a {font-family:Verdana;font-weight:700;}#yiv4434058349 dd.yiv4434058349last p 
span {margin-right:10px;font-family:Verdana;font-weight:700;}#yiv4434058349 
dd.yiv4434058349last p span.yiv4434058349yshortcuts 
{margin-right:0;}#yiv4434058349 div.yiv4434058349attach-table div div a 
{text-decoration:none;}#yiv4434058349 div.yiv4434058349attach-table 
{width:400px;}#yiv4434058349 div.yiv4434058349file-title a, #yiv4434058349 
div.yiv4434058349file-title a:active, #yiv4434058349 
div.yiv4434058349file-title a:hover, #yiv4434058349 div.yiv4434058349file-title 
a:visited {text-decoration:none;}#yiv4434058349 div.yiv4434058349photo-title a, 
#yiv4434058349 div.yiv4434058349photo-title a:active, #yiv4434058349 
div.yiv4434058349photo-title a:hover, #yiv4434058349 
div.yiv4434058349photo-title a:visited {text-decoration:none;}#yiv4434058349 
div#yiv4434058349ygrp-mlmsg #yiv4434058349ygrp-msg p a 
span.yiv4434058349yshortcuts 
{font-family:Verdana;font-size:10px;font-weight:normal;}#yiv4434058349 
.yiv4434058349green {color:#628c2a;}#yiv4434058349 .yiv4434058349MsoNormal 
{margin:0 0 0 0;}#yiv4434058349 o {font-size:0;}#yiv4434058349 
#yiv4434058349photos div {float:left;width:72px;}#yiv4434058349 
#yiv4434058349photos div div {border:1px solid 
#666666;height:62px;overflow:hidden;width:62px;}#yiv4434058349 
#yiv4434058349photos div label 
{color:#666666;font-size:10px;overflow:hidden;text-align:center;white-space:nowrap;width:64px;}#yiv4434058349
  #yiv4434058349reco-category {font-size:77%;}#yiv4434058349 
#yiv4434058349reco-desc {font-size:77%;}#yiv4434058349 .yiv4434058349replbq 
{margin:4px;}#yiv4434058349 #yiv4434058349ygrp-actbar div a:first-child 
{margin-right:2px;padding-right:5px;}#yiv4434058349 #yiv4434058349ygrp-mlmsg 
{font-size:13px;font-family:Arial, helvetica, clean, sans-serif;}#yiv4434058349 
#yiv4434058349ygrp-mlmsg table {font-size:inherit;font:100%;}#yiv4434058349 
#yiv4434058349ygrp-mlmsg select, #yiv4434058349 input, #yiv4434058349 textarea 
{font:99% Arial, Helvetica, clean, sans-serif;}#yiv4434058349 
#yiv4434058349ygrp-mlmsg pre, #yiv4434058349 code {font:115% 
monospace;}#yiv4434058349 #yiv4434058349ygrp-mlmsg * 
{line-height:1.22em;}#yiv4434058349 #yiv4434058349ygrp-mlmsg #yiv4434058349logo 
{padding-bottom:10px;}#yiv4434058349 #yiv4434058349ygrp-msg p a 
{font-family:Verdana;}#yiv4434058349 #yiv4434058349ygrp-msg 
p#yiv4434058349attach-count span {color:#1E66AE;font-weight:700;}#yiv4434058349 
#yiv4434058349ygrp-reco #yiv4434058349reco-head 
{color:#ff7900;font-weight:700;}#yiv4434058349 #yiv4434058349ygrp-reco 
{margin-bottom:20px;padding:0px;}#yiv4434058349 #yiv4434058349ygrp-sponsor 
#yiv4434058349ov li a {font-size:130%;text-decoration:none;}#yiv4434058349 
#yiv4434058349ygrp-sponsor #yiv4434058349ov li 
{font-size:77%;list-style-type:square;padding:6px 0;}#yiv4434058349 
#yiv4434058349ygrp-sponsor #yiv4434058349ov ul {margin:0;padding:0 0 0 
8px;}#yiv4434058349 #yiv4434058349ygrp-text 
{font-family:Georgia;}#yiv4434058349 #yiv4434058349ygrp-text p {margin:0 0 1em 
0;}#yiv4434058349 #yiv4434058349ygrp-text tt {font-size:120%;}#yiv4434058349 
#yiv4434058349ygrp-vital ul li:last-child {border-right:none 
!important;}#yiv4434058349 

   

   

Kirim email ke