http://www.mediaindonesia.com/news/read/128216/demagogues-reklamasi-jakarta/2017-10-21

Demagogues Reklamasi Jakarta

Sabtu, 21 October 2017 00:16 WIB Penulis: *Rohmad Hadiwijoyo Doktor Ilmu
Lingkungan Undip Semarang *

<http://www.mediaindonesia.com/files/news/2017/10/asep.jpg>
<http://www.mediaindonesia.com/files/news/2017/10/asep.jpg>

ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

RAPAT tahunan International Monetary Fund (IMF) dan World Bank di
Washington DC, AS, pekan lalu diwarnai kegamangan dan keraguan. Hal itu
disebabkan optimisme ekonomi dunia terganggu karena dipengaruhi perilaku
para pemimpinnya yang berperilaku demagogues.
Demagogues yaitu sebuah fenomena yang seseorang pemimpin dengan mudahnya
memberikan janji solusi sederhana untuk menyelesaikan sebuah permasalahan
yang berat dan kompleks.

Janji–janji yang berat untuk dipenuhi karena hanya untuk mencari
popularitas. Biasanya demagogues memanfaatkan isu–isu yang sedang bergulir
di masyarakat untuk mendukung tujuan poltiknya. Selain menimbulkan
kegamangan ekonomi, demagogues juga menimbulkan ketidakpastian regulasi
birokrasi. Contoh terkini, yakni kelanjutan proyek reklamasi teluk Jakarta.

Saat kampanye pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno menolak proyek
reklamasi. Padahal, dua hari sebelum dilantik menjadi orang nomor satu di
DKI, moratorium pembangunan reklamsi teluk Jakarta sudah dicabut Menteri
Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan. Ibarat nasi sudah menjadi
bubur. Harus dicari inovasi agar bubur tersebut bisa dinikmati, misalnya
ditambah 'suwiran' daging ayam dan ditambah cakwe agar menjadi bubur ayam
yang nikmat. Luhut dan Anies harus duduk bersama meracik menjadikan bubur
ayam untuk dua belas juta rakyat Jakarta.

Saya pernah menulis di harian ini beberapa bulan yang lalu. Pada prinsipnya
pembangunan reklamasi sah–sah saja, asalkan tujuan dari pada proyek
reklamasi jelas untuk kepentingan yang lebih besar. Beberapa permasalahan
reklamasi yang masih mengganjal didata untuk dicarikan solusi yang terukur.
Permasalahan reklamasi ditentang karena pengembang tidak mempertimbangkan
beberapa aspek, seperti aspek sosial, ekonomi, dan dampak lingkungan.
Secara garis besar ada dua permasalahan mendasar, yaitu tidak adanya kajian
tentang penerimaan masyarakat (social acceptance) dan tidak adanya kajian
komprehensif tentang penilaian lingkungan (environmental valuation).

Hakikat dari sebuah pembangunan ekonomi adalah suatu proses untuk
meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat dan hasil pembangunan
tersebut harus dinikmati seluruh masyarakat secara adil tanpa harus
meninggalkan beban ekonomi atau liability kepada anak cucu kita.
Pembangunan yang sustain atau berkelanjutan, jika memperhatikan asas
konservasi yang berwawasan lingkungan. Menjaga kelestarian lingkungan
merupakan keharusan dalam rangka pemanfaatan sumber daya alam, seperti
hutan, tanah, air, dan mineral. Pembangunan konservatif harus dilaksanakan
secara terpadu dengan sektor terkait dan dilakukan secara bersama–sama
sesuai dengan kewenangan taip-tiap departemen.

Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (Amdal), mewajibkan setiap proyek dan kegiatan usaha harus
dilengkapi dengan dokumen amdal sebagai acuan sebuah proyek dilakukan
dengan memperhatikan dampak lingkungan. Dalam kasus reklamsi teluk Jakarta,
dokumen amdal yang disajikan tidaklah cukup untuk meredam penolakan
masyarakat. Walaupun amdal sudah diperbaiki dua kali karena terkena sanksi
administratif dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, penolakan
masih terus berlanjut. Hal ini disebabkan karena amdal tersebut tidak dapat
memberikan jawaban yang memadai bagi pembuat kebijakan.

Dokumen amdal reklamasi teluk Jakarta hanya menyajikan rencana kegiatan
usaha dan kegiatan pembangunan wilayah secara parsial. Dokumen amdal
sifatnya objektif dan statis. Hal ini karena dokumen amdal hanya mencakup
angka dan aspek teknis semata yang bersifat universal. Dampak sosial dari
reklamsi tidak tecermin dalam dokumen amdal. Untuk itu, kajian dampak
sosial diperlukan untuk memperkuat dokumen amdal reklamasi teluk Jakarta.

*Kajian dampak sosial*
Memasuki era global warming yang kegiatan ekplorasi dan ekploitasi sumber
daya alam harus mengacu kesadaran akan pembangunan yang berwawasan
lingkungan. Pembangunan tanpa memperhatikan dampak kerusakan lingkungan
hanya akan menyebabkan biaya sosial tinggi (high social cost). Selain itu,
dalam pembangunan harus memperhatikan asas keadilan dalam pembagian kue
hasil–hasil pembangunan antara masyarakat, pemerintah pusat, pemerintah
daerah, dan swasta. Masyarakat merupakan pihak yang harus diprioritaskan
dalam pembagian kue hasil pembangunan. Kajian sosial diperlukan untuk
menampung aspirasi masyarakat sekitar wilayah reklamasi. Sehingga model
kebijakan yang akan diambil kebijakan dari bawah ke atas (bottom up).

Melibatkan masyarakat lokal dalam setiap pembangunan sangat penting. Hal
ini untuk memitigasi dampak sosial yang timbul sehingga masyarakat pada
akhirnya dapat menerima proyek pembangunan yang terjadi di wilayahnya
(social acceptance). Dalam kasus reklamasi teluk Jakarta, agar pembangunan
reklamasi bisa diterima dengan baik oleh masyarakat, pengembang harus
memperhatikan beberapa faktor. Di antaranya faktor biaya yang harus
ditanggung masyarakat akibat dari adanya proyek reklamasi. Selain itu,
paparan tentang asas manfaat bagi masyarakat sekitar teluk Jakarta harus
dikomunikasikan dengan baik sehingga persepsi manfaat reklamasi bisa
diterima masyarakat dengan jelas.

*Kajian penilaian lingkungan*
Kajian yang tidak kalah penting untuk kelengkapan dokumen amdal reklamasi
teluk Jakarta, yaitu perlunya kajian terhadap penilaian lingkungan
(environmental valuation). Penilaian lingkungan dapat dilakukan lembaga
independen. Seperti melibatkan perguruan tinggi dan organisasi pemerhati
lingkungan. Beberapa teknik untuk menilai dampak lingkungan, yakni dengan
pendekatan ekonomi nilai pasar pengganti (replacement), nilai pasar
sesungguhnya, proxy value dan pendekatan survei.

Dampak kerusakan lingkungan akibat reklamasi harus dihitung. Hal ini untuk
menentukan cadangan biaya pengganti lahan yang rusak akibat dampak
reklamasi tersebut. Selama pembangunan reklamasi, para nelayan sekitar
wilayah kerja mengalami kerugian materiil karena tangkapan ikan berkurang.
Para nelayan berhak mendapatkan proxy dari pengembang sebagai ganti rugi
selama proyek reklamasi berlangsung. Kajian dampak sosial dan penilian
lingkungan bisa dijadikan tools atau decision support systems (DSS) bagi
Gubernur DKI dan Menko Kemaritiman untuk kelanjutan proyek reklamasi.

Tentunya harus dimulai dengan dialog antara keduanya. Tidak ada
permasalahan yang tidak bisa diselesaikan. Apalagi Pak Luhut, Sandiaga Uno,
dan Tim Sinkronisasi Sudirman Said ketiganya jebolan dari Foggy Bottom
Campus Washington DC. Dengan melakukan dialog dan kajian yang terukur,
keputusan yang diambil nantinya tidak mencerminkan keputusan yang
'serampangan'. Artinya, keputusan yang dibuat sudah melalui proses yang
kredibel sehingga tujuan pembangunan reklamasi Teluk Jakarta untuk
menyejahterakan masyarakat bisa terwujud tanpa harus merusak lingkungan.
Sumonggo

Kirim email ke