https://www.satumaluku.id/2018/11/09/fakta-sejarah-gempa-dan-tsunami-di-ambon-Sebanyak
54 Gempa Susulan Terjadi di Pulau Amboncatatan-rumphius/





https://www.satumaluku.id/2018/11/09/fakta-sejarah-gempa-dan-tsunami-di-ambon-Sebanyak
54 Gempa Susulan Terjadi di Pulau Amboncatatan-rumphius/
<https://www.satumaluku.id/2018/11/09/fakta-sejarah-gempa-dan-tsunami-di-ambon-Sebanyak%2054%20Gempa%20Susulan%20Terjadi%20di%20Pulau%20Amboncatatan-rumphius/>


*Fakta Sejarah Gempa dan Tsunami di Ambon; Catatan Rumphius*
<https://www.satumaluku.id/2018/11/09/fakta-sejarah-gempa-dan-tsunami-di-ambon-catatan-rumphius/>

 Jumat, 9 November 2018 - 00:17

<https://www.satumaluku.id/wp-content/uploads/2018/11/eqmap.gif>

   -


satumaluku.id- Bicara soal gempa, wajar bila orang Maluku, apalagi di
Ambon, Seram dan Buru bersikap mawas diri. Sebab, ada fakta tertulis dari
Georg Everhard Rumphius yang sahih tentang kejadian gempa bumi dan Tsunami
di Ambon dan sekitarnya.

“Lonceng-lonceng di Kastel Victoria di Leitimor, Ambon berdentang sendiri.
Orang berjatuhan ketika tanah bergerak naik turun seperti lautan. Tak lama
kemudian air laut datang dengan suara bergemuruh,” demikian penggalan
catatan Rumphius tentang gempa dahsyat disusul tsunami yang melanda Pulau
Ambon dan Seram pada 17 Februari 1674.

Catatan ini dibuat Rumphius pada 1675 dan jadi satu-satunya naskah yang
diterbitkannya semasa hidup, dan ditulis *Agustinus Robert Tuanubun*
<http://www.kompasiana.com/augustinus_robert/ancaman-tsunami-terhadap-pulau-ambon_552841416ea834ec1d8b4608>
di
blog Kompasiana.

Petaka itu, menurut Rumphius, tidak saja menewaskan 2.322 orang di Pulau
Ambon dan Seram, tetapi juga menewaskan istri Rumphius dan salah satu anak
perempuannya.

[image: gempa tsunami]

Hila, di dekat Hitu, disebut Rumphius sebagai daerah yang paling menderita.
”Begitu gempa mulai menggoyang, seluruh garnisun, kecuali beberapa orang
yang terperangkap di atas (benteng), mundur ke lapangan di bawah benteng,
menyangka mereka akan lebih aman. Akan tetapi, sayang sekali tidak seorang
pun menduga bahwa air akan naik tiba-tiba ke beranda benteng (Amsterdam),”
tulis Rumphius.

Air itu sedemikian tinggi hingga melampaui atap rumah dan menyapu bersih
desa. Batuan koral terdampar jauh dari pantai. Sebanyak 1.461 orang tewas
di Hila.

Sedangkan di Hitu, menurut Rumphius, air laut naik hingga setinggi 3 meter
dan menyeret rumah-rumah kompeni. Sedikitnya 36 orang tewas.

Dengan rinci Rumphius mengisahkan kondisi desa-desa di Ambon dan Seram yang
hancur akibat peristiwa itu. Sedikitnya ada 11 desa yang dideskripsikan
Rumphius. Desa-desa itu terentang di sepanjang pesisir utara Jazirah
Leihitu, mulai dari Larike di ujung barat hingga Tial di ujung timur.

Di Pulau Seram yang tercatat adalah tempat-tempat di daerah Huamual,
seperti Tanjung Sial dan Luhu. Catatan lain juga berasal dari Oma di
selatan Pulau Haruku dan Pulau Nusalaut.

Catatan Rumphius ini merupakan warisan penting karena memberi kesaksian
bahwa jauh sebelum tsunami dahsyat melanda Aceh pada 26 Desember 2004,
Rumphius telah menuliskan tentang bencana sejenis di bagian timur
Nusantara.  (*)

Kirim email ke