*Hegemoni Perdagangan AS Pasti Akan Gagal*
2018-07-07 15:29:12 CRI
http://indonesian.cri.cn/20180707/bf21fe8c-b358-6b06-9d83-bfe226ab3066.html
AS secara resmi mengenakan bea masuk sebanyak 25 persen terhadap US$ 3,4
miliar produk Tiongkok yang diekspor ke AS sejak 6 Juli 2018. Sebagai
tindak pembalasan, pada hari itu juga, Tiongkok mengenakan tarif
tambahan sebanyak 25 persen terhadap produk AS dengan nilainya yang
sama. Juru bicara Kementerian Perdagangan Tiongkok menyatakan, ini
adalah serang balik yang terpaksa dilakukan Tiongkok untuk membela
kepentingan negara dan kepentingan rakyatnya. Dengan demikian, perang
perdagangan yang berskala terbesar sepanjang sejarah ekonomi manusia
telah resmi meletus.
Sudah barang tentu, Tiongkok bukan berjuang sendirian. Sebelumnya, Uni
Eropa, Kanada, Meksiko, India dan Turki sudah melancarkan perang
pembalasan. Kini di seluruh dunia tengah terbentuk kekuatan yang melawan
hegemoni perdagangan AS, dan kekuatan itu semakin tumbuh dan berkembang.
Pada kenyataannya, di antara daftar produk Tiongkok yang dikenakan bea
masuk tambahan oleh AS, 59 persen adalah perusahaan modal asing yang
berkiprah di Tiongkok, termasuk perusahaan AS. Oleh karena itu, itu
berarti AS tengah membidik dan melepaskan tembakan tidak hanya terhadap
seluruh dunia, tapi juga terhadap dirinya sendiri. Hegemoni perdagangan
AS tersebut akan berperan bumerang dan sejak awal sudah pasti akan gagal.
Pertama, pengalaman dalam sejarah jauh sebelumnya sudah membuktikan
akibatnya. Meninjau kembali perang dagang yang pernah dilancarkan AS,
penyebabnya adalah masalah ekonomi dalam negeri. Otoritasnya ingin
menimpa tanggung jawabnya kepada luar negeri, namun akibatnya sudah
berkali-kali terbukti, bahwa tindakan itu tidak hanya tidak bisa
menyelesaikan masalah AS, malah akan menyeret ekonomi dunia terjebak
dalam kemunduran dan resesi.
The Washington Post dalam sebuah artikelnya menyebutkan, bahwa tanggal 6
Juli 2018, barang kali akan menjadi salah satu hari yang buruk untuk
diperingati dalam sejarah. Adapun hegemoni perdagangan yang dijalankan
pemerintah Donald Trump, sejarah jauh sebelumnya sudah memberikan
jawabannya.
Kedua, siapa yang adil siapalah yang akan mendapat lebih banyak bantuan.
Sebagai pendukung kuat perdagangan bebas dan mekanisme perdagangan
multilateral, Tiongkok telah mengajukan inisiatif Satu Sabuk Satu Jalan
dan prakarsa tentang pembentukan komunitas senasib sepenanggungan umat
manusia. Tiongkok menyambut berbagai negara untuk “menumpangi kereta
cepat perkembangan” Tiongkok untuk maju bersama. Gagasan itu telah
mendapat sambutan merata di seluruh dunia.
Ketiga, masyarakat dalam negeri AS sudah melancarkan aksi menentang
besar-besaran.
Keempat, ekonomi Tiongkok memiliki daya tahan yang luar biasa. Tiongkok
bukanlah lawan mana pun yang pernah dihadapi AS dalam sejarah. Dengan
keunggulan sistem yang mendukung pemerintah melakukan mega proyek,
kebudayaan Tiongkok yang tidak kenal takluk, serta semangat bangsa yang
bersatu padu dan pasar domestik dengan sektor industrinya yang lengkap,
maka Tiongkok berkeyakinan yang tegas untuk memenangkan perang dagang
kali ini.
---
此電子郵件已由 AVG 檢查病毒。
http://www.avg.com