-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>


https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2009-hukum-pelanggar-protokol-covid-19



Jumat 15 Mei 2020, 05:00 WIB

Hukum Pelanggar Protokol Covid-19

Administrator | Editorial
 

PUBLIK kemarin disuguhi foto-foto antrean panjang calon penumpang di Bandara 
Soekarno Hatta. Bukan hanya panjang, antrean juga mengabaikan aturan jaga 
jarak. Gambaran suasana bandara sangat mirip saat puncak arus mudik di terminal 
bus dan stasiun KA. Amat padat.

Secara kasat mata, begitu banyak protokol covid-19 yang dilanggar. Bahkan pihak 
maskapai penerbangan mengakui jumlah penumpang di sejumlah penerbangan melebihi 
batas maksimal 50%. Seakan-akan tidak ada kuasa maskapai untuk bisa mematuhi 
aturan yang sudah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 18 
Tahun 2020 itu. Kementerian Perhubungan langsung menerjunkan tim investigasi.

Beredar pula isu jual beli surat keterangan negatif covid-19 dan surat tugas di 
pasar daring dengan tarif cukup murah. Bahkan lebih murah ketimbang harus 
menjalani tes yang kini mulai dikomersialkan. Saat ini, tarif tes komersial 
covid-19 dengan metode rapid itu mencapai Rp500 ribu-Rp600 ribu.

Salah satu platform langsung menurunkan produk jual beli surat keterangan 
negatif covid-19 tersebut. Harus jujur diakui bahwa praktik pemalsuan surat 
keterangan seperti itu tidak mengherankan. Selama ini pun mudah mendapatkan 
surat keterangan untuk izin sakit di tempat bekerja.

Peristiwa di Bandara Soekarno Hatta tersebut sekaligus menjadi alarm bahwa 
penegakan disiplin dengan menjatuhkan sanksi tegas harus dilakukan. Sayangnya 
meski Permenhub 18/2020 mengatur cukup detail protokol kesehatan di sarana dan 
prasarana transportasi, tidak ada ancaman sanksi yang disebut.

Berbeda dengan peraturan yang diterbitkan beberapa kepala daerah di wilayah 
pembatasan sosial skala besar (PSBB). Di DKI Jakarta, sudah ada warga dikenai 
sanksi tegas berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 41 Tahun 2020 karena 
kedapatan tidak memakai masker di luar rumah. 

Untuk pelanggar individu pada dasarnya ada dua opsi sanksi, denda Rp250 ribu 
atau sanksi sosial membersihkan sarana dan prasarana umum. Pelanggar yang 
memilih sanksi sosial wajib mengenakan rompi oranye bak tahanan KPK saat 
menjalankan hukuman, di punggung tertulis ‘Pelanggar PSBB’.

Badan usaha pun tidak luput dengan sanksi administratif berupa peringatan 
tertulis, penyegelan, hingga denda yang nilainya maksimal Rp50 juta. Sanksi 
pidana dipinggirkan, walaupun sudah diberi ruang oleh Undang-Undang No 6 Tahun 
2018.

Dalam situasi darurat pandemi covid-19 yang memerlukan kecepatan sekaligus 
kehatian-hatian karena sudah telanjur meluas, sanksi pidana memang sulit 
diterapkan. Akal sehat juga terusik ketika pelanggar PSBB dikenai hukuman 
kurungan di saat puluhan ribu narapidana menikmati pembebasan dini.

Satu hal yang pasti, ancaman sanksi mutlak diatur secara jelas dan tegas. Yang 
lebih penting lagi adalah hukuman tersebut benar-benar dijatuhkan kepada para 
pelanggar, bukan sekadar menghiasi lembaran peraturan. Dengan begitu timbul 
efek jera dan lambat laun tumbuh kedisiplinan mematuhi aturan protokol covid-19 
demi kepentingan bersama.

Kita harus menerima kenyataan bahwa covid-19 akan terus menerus mengancam 
kehidupan hingga vaksin tersedia. Artinya, sejumlah norma berbasis protokol 
covid-19 dengan pengawasan ketat perlu dipertahankan, kendati nantinya status 
darurat telah usai. Sistem buka tutup PSBB pun layak dipertimbangkan agar tidak 
terjadi lonjakan penularan yang kembali membebani fasilitas kesehatan.
 






Kirim email ke