-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>


https://news.detik.com/kolom/d-4913954/lain-jihad-lain-terorisme?tag_from=wp_cb_kolom_list



Meluruskan Makna Jihad (38)

Lain Jihad, Lain Terorisme

Nasaruddin Umar - detikNews
Selasa, 25 Feb 2020 17:40 WIB
0 komentar
SHARE URL telah disalin
Imam Besar Masjid Istiqlal Prof Nasaruddin Umar
Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA (Ilustrasi: M. Fakhry Arrizal/detikcom)
Jakarta -

Makna jihad dan konsep-konsep Islam lain perlu segera diluruskan. Selama dekade 
terakhir ini vocabulary popular bahasa Inggris dan bahasa Eropa lainnya, bahkan 
termasuk bahasa Indonesia sendiri cenderung mengadili ajaran-ajaran luhur Islam 
menjadi ajaran yang berkonotasi negatif.

Contohnya, kata jihad yang seharusnya berarti perjuangan untuk menegakkan 
ajaran-ajaran universal Islam dengan memperhatikan strategi dan kondisi 
objektif sasaran dikonotasikan dengan perjuangan kelompok radikal dan teroris. 
Kata futuhat yang seharusnya berarti perluasan dakwah Islam diartikan sebagai 
perluasan wilayah dan pendudukan (expantion and occupation). Kata fae yang 
seharusnya berarti harta rampasan yang sah dalam hukum perang (al-gazawat) 
tiba-tiba dikonotasikan oleh berbagai pihak sebagai pembenaran simplistik untuk 
menjarah harta orang atau sumber keuangan teroris.

Dan, simbol Allah (alif-lam-lam-ha) sebagai simbol suci tiba-tiba tampil 
sebagai simbol mengerikan. Hanya karena lambang Allah ini dipakai oleh ISIS 
sehingga sejumlah di masjid dan musala di dunia Barat dicopot dari dinding 
masjid, karena takut ada akibatnya dari komunitas sekitarnya.

Jihad sesungguhnya, seperti dikatakan dalam artikel terdahulu, adalah lambang 
perjuangan kemanusiaan. Jihad untuk menghidupkan orang, bukan untuk mematikan 
atau menghancurkan properti orang, apalagi orang-orang yang tak berdosa. Kenapa 
tiba-tiba istilah jihad sudah menjadi istilah yang berkonotasi negatif? Ini 
tentu tantangan kita sebagai umat Islam untuk memulihkan citra istilah jihad.

Apalagi ISIS dalam bahasa Barat sering diidentikkan dengan "universal jihadi", 
suatu istilah yang sangat tidak tepat karena dikonotasikan sebagai gerakan 
terorisme internasional.

Anehnya, pengertian terrorism dalam International Oxford Dictionary tidak 
dipakai di dalam pengertian popular tentang terrorism, karena di sana 
disebutkan pengertian terrorism di antaranya ialah "melakukan penyerbuan secara 
brutal dan menebarkan rasa takut kepada masyarakat luas...." Kalau definisi ini 
dipakai, maka upaya counter terrorism yang dilakukan di dunia Barat, termasuk 
AS juga tindakan teroris.

Sepertinya kata teroris harus ditujukan kepada komunitas tertentu dengan agama 
tertentu saja. Israel yang melakukan serangan brutal membabi buta dan cenderung 
biadab tidak pernah dicap sebagai negara teroris. Mereka tenang-tenang saja 
diberi gelar sebagai negara yang melakukan pertahanan diri atau bela diri. Di 
forum-forum internasional termasuk di bawah badan PBB tidak pernah disetujui 
Israel sebagai negara teroris, tetapi Irak, Iran, Siria, dan entah negara mana 
lagi yang akan menyusul dengan cepat dianggap sebagai negara teroris yang harus 
diembargo.

Pola pendekatan yang tidak adil dan double standard seperti itulah yang memicu 
dan melestarikan teroris.

Sehubungan dengan ini, Obama dalam akhir periodenya sebagai Presiden AS 
memberikan harapan baru untuk dunia internasional. Pernyataan Gedung Putih dan 
US State Department menarik untuk diperhatikan. Sepertinya akan muncul 
kesadaran kemanusiaan atau kesadaran nurani di dalam membaca perkembangan 
terakhir.

Dalam acara Summit on Countering Violent Extremism, 19 Februari 2015 yang 
dibuka Obama, saya sebagai salah seorang panelis juga menekankan apa yang saya 
singgung di atas. Ternyata civil society AS sesungguhnya sangat mencintai 
keadilan, keharmonisan, dan ketenangan. Semoga semuanya akan membawa hikmah 
lebih besar untuk dunia kemanusiaan.

Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta

(mmu/mmu)
jihad






Kirim email ke