Home Hiburan Berita Seni Budaya

Museum Anti Kolonialisme Pertama Di Indonesia
CNN Indonesia, CNN Indonesia | Minggu, 11/02/2018 21:47 WIBBagikan :     Museum 
Multatuli (CNN Indonesia/Yandhi)Jakarta, CNN Indonesia -- Museum Multatuli, 
museum anti penjajahan pertama di Indonesia resmi dibuka di Kabupaten Lebak, 
Banten.

"Museum yang tidak hanya berbicara Multatuli. Dan ini adalah museum anti 
kolonialisme dan sejarah kolonialisme itu sendiri yang pertama di Indonesia," 
kata Bonie Triyana, sejarahwan Indonesia asal Lebak, Banten, usai peresmian 
Museum Multatuli, Minggu (11/2).

Museum ini menceritakan perlawanan terhadap penjajahan. Museum Multatuli 
sendiri berlokasi di dekat Alun-alun Rangkasbitung dan menempati kantor bekas 
Kawedanan Lebak, tempat Edward Douwes Dekker, berkantor.



| 
Lihat juga:
 Museum Bahari Kembali Dibuka |


Dengan tujuh ruangan di dalamnya, museum ini di dekikasikan bagi siapapun yang 
peduli untuk melawan penjajahan saat ini.

Semangat persatuan dan kesatuan Indonesia, tergambar jelas dari museum 
berisikan novel terbitan pertama Douwes Dekker berbahasa Perancis hingga tegel 
asli rumah Multatuli.

"Museum ini, bukan hanya milik Lebak, tapi juga milik Indonesia dan dunia. 
Museum ini mengangkat sejarah kolonialisme di Indonesia," kata Iti Octavia 
Jayabaya, Bupati Lebak, ditempat yang sama, Minggu (11/02/2018).

| Foto: CNN Indonesia/Yandhi |


Edward Douwes Dekker nama pena Multatuli dipilih menjadi nama museum itu untuk 
menyimbolkan bahwa penegakkan keadilan tak mengenal Suku, Agama dan Ras..

Di depan museum, pengunjung disambut oleh wajah Multatuli yang dibuat dari 
pecahan kaca. Masuk ke dalamnya, Anda akan menemukan sebuah ruang multimedia 
yang berisikan film dokumenter terkait penjajahan di Indonesia. 

Yang menarik, seluruh ruangan museum dipenuhi dengan keharuman asli kopi, kayu 
manis, dan rempah yang aromatik. 

Di ruang lainnya menggambarkan tentang sejarah Kabupaten Lebak dari awal sampai 
saat ini. 

Ada juga ruangan yang menyimpan surat tulisan tangan Douwes Dekker, catatan 
panjang sejarah perlawanan kepada kolonialisme yang dilakukan masyarakat Banten 
hingga penyaringan dan pahlawan kemerdekaan yang terinspirasi dari karya 
Multatuli, seperti Soekarno, Hatta, Tan Malaka hingga Pramoedya Ananta Toer.


| Foto: CNN Indonesia/Yandhi |


Iti bercerita kalau dirinya bersama tim pendiri museum, sempat mendengarkan 
suara satir dari orang yang menolak berdirinya museum Multatuli.

Namun, museum yang di depannya terdapat patung Multatuli dan roman Saija-Adinda 
saat penjajahan Belanda ini, tetap berdiri setelah perjuangan selama empat 
tahun lamanya.

Bahkan banyak kata-kata mutiara dari Multatuli, seperti 'mari kita bersuka cita 
di Banten kidul, daerah kami tertinggal, maka kami punya banyak pekerjaan yang 
mulia,' yang disampaikannya di hadapan para tokoh masyarakat Lebak, sehari 
setelah dirinya dilantik menjadi Kepala Kawedanan, pada 22 Januari 1886.

"Novel Multatuli, menjadi perlawanan di massanya. Museum Multatuli, menjadi 
simbol perlawanan kepada kebodohan, kemiskinan dan ketertinggalan saat ini," 
terangnya. (yan/chs)Bagikan :     multatuli museum

Kirim email ke