-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>


https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1954-omnibus-law-yang-membahagiakan



Selasa 06 Oktober 2020, 05:00 WIB 

Omnibus Law yang Membaha  (g)  iakan 

Usman Kansong Dewan Redaksi Media Group | Editorial 

  Omnibus Law yang Membahagiakan MI/Ebet Usman Kansong Dewan Redaksi Media 
Group. KITA menginginkan undang-undang mengakomodasi kepentingan semua. Kita 
kepingin undang-undang membahagiakan semua komponen dalam masyarakat. Para 
pakar lazim membagi masyarakat ke dalam setidaknya tiga komponen, yakni negara, 
pasar, dan masyarakat sipil. Negara termasuk di dalamnya lembaga eksekutif, 
legislatif, yudikatif, dan segala turunannya. Pasar ialah kekuatan ekonomi, 
perusahaan, pengusaha. Masyarakat sipil rakyat kebanyakan yang bukan bagian 
negara dan pasar. Rancangan Undang-Undang Omnibus Law klaster Cipta Kerja 
kemarin disahkan menjadi undang-undang. Pemerintah dan DPR yang membahas dan 
mengesahkannya termasuk negara. Pengusaha yang kemudahan berinvestasinya diatur 
dalam UndangUndang Cipta Kerja ialah pasar. Buruh ialah rakyat kebanyakan atau 
masyarakat sipil. Pengusaha, katanya, paling bahagia dengan disahkannya 
Undang-Undang Cipta Kerja ini. Bagaimana tidak bahagia bila perizinan untuk 
berinvestasi dipermulus? Bagaimana tidak bahagia bila persoalan ketenagakerjaan 
berkurang? Negara juga bahagia dengan disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja. 
Siapa tidak bahagia, bila undang-undang yang kita inisiasi dan sempat ditolak 
terutama oleh buruh akhirnya disahkan? Bagaimana tak bahagia, bila 
undang-undang ini kelak membuat negara kedatangan investasi dalam negeri dan 
asing? Negara mengusulkan dan mengesahkan Undang-Undang Cipta Kerja untuk 
meningkatkan investasi dan ekonomi. Persoalan buruh, menurut negara, menjadi 
penghambat investasi, selain bertele-telenya perizinan. Perkara buruh ini di 
antaranya yang bikin banyak perusahaan hengkang ke negara lain. Di rancangan 
awal, sejumlah hak buruh ditiadakan. Penghapusan upah minimum kota/kabupaten, 
berkurangnya nilai pesangon, perjanjian kerja waktu tertentu, karyawan kontrak 
atau outsourcing, penghilangan hak cuti dan hak upah atas cuti, hilangnya 
jaminan pensiun, menjadi hal-hal yang tidak membahagiakan buruh. Para buruh 
menuntut hak-hak mereka diakomodasi. Pemerintah dan parlemen kemudian 
mengakomodasi tuntutan mereka, kecuali masalah pengurangan nilai pesangon. Akan 
tetapi, akomodasi ini tak mengurangi ketidakbahagiaan para buruh. Mereka 
diberitakan tetap bakal mogok kerja dan berunjuk rasa. Undang-Undang Cipta 
Kerja juga tak membahagiakan Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera, 
bukan cuma buruh. Padahal, kedua parpol bagian negara. Kedua parpol tidak 
setuju dengan Undang-Undang Cipta Kerja. Partai Demokrat bahkan keluar dari 
arena sidang sebagai wujud “ketidakbahagiaan” mereka. Di media sosial kader 
Partai Demokrat dengan bangga dan bahagia memasang foto mereka berseragam 
parpol seraya menuliskan penolakan mereka atas undang-undang itu. Undang-undang 
kiranya tak bisa membahagiakan semua orang. Kalau harus membahagiakan semua, 
kapan kita mendapatkan undang-undang. Celakanya, undang-undang, katanya, lebih 
sering tidak membahagiakan rakyat. Oleh karena itu, rakyat sering kali 
memprotes undang-undang. Padahal, undang-undang kiranya bertujuan membahagiakan 
rakyat juga. Bila perizinan mudah, investasi bakal berdatangan ke Indonesia. 
Bila investasi masuk, orang mendapat pekerjaan. Bila tuntutan buruh diatur, 
perusahaan bertahan di Indonesia, tidak hengkang ke luar negeri. Para buruh 
tetap bisa bekerja. Namun, buruh tetap menolaknya dan tetap bakal mogok dan 
berunjuk rasa. Banyak yang mempersoalkan rencana unjuk rasa dan mogok itu 
karena kita sedang menghadapi pandemi covid-19. Unjuk rasa menciptakan 
kerumunan yang berpotensi menjadi klaster penyebaran covid-19. Polri tidak 
mengizinkan unjuk rasa itu. Pun, di tengah banyaknya pemutusan hubungan kerja 
akibat pandemi, buruh yang mogok kerja dan unjuk rasa serupa tidak bersyukur, 
kufur nikmat. Unjuk rasa bisa saja menekan presiden menerbitkan perppu untuk 
menggantikan Undang-Undang Cipta Kerja. Akan tetapi, belajar dari kasus revisi 
Undang-Undang KPK, presiden kiranya tak menerbitkan perppu, meski unjuk rasa 
mahasiswa dan pelajar bertubi-tubi. Buruh juga bersiap mengajukan uji materi 
atas Undang-Undang Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi. Daripada habis energi 
untuk mogok dan unjuk rasa yang kecil kemungkinan sukses membatalkan 
undang-undang, lebih baik konsentrasi menyiapkan uji materi. Bila uji materi ke 
MK sukses, inilah kiranya yang membahagiakan buruh. Yang kecewa negara dan 
pasar. Namun, buruh mesti bersiap kecewa, tidak bahagia, karena MK mungkin saja 
tidak mengabulkan uji materi itu. Keputusan MK ternyata juga tidak bisa 
membahagiakan semua. Siapa tahu setelah sukses dilaksanakan dan bisa menarik 
investasi serta menyerap tenaga kerja, undangundang ini ternyata membahagiakan 
rakyat juga.

Sumber: 
https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1954-omnibus-law-yang-membahagiakan





Kirim email ke