https://www.harianterbit.com/nasional/read/111390/Pengamat-Megawati-Tak-Ingin-AHY-Masuk-Kabinet-Jokowi-Maruf



*Orang Istana Ajak Gerindra Bergabung* *Pengamat: Megawati Tak Ingin AHY
Masuk Kabinet Jokowi-Maruf*

Sammy

Selasa, 08 Oktober 2019 - 10:03 WIB

[image: Pengamat: Megawati Tak Ingin AHY Masuk Kabinet Jokowi-Maruf]Ketum
Partai PDIP Megawati dan politisi Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono
(AHY)

*Jakarta, HanTer – Jelang pelantikan Pesiden dan Wakil Presiden, bursa
calon menteri kabinet jilid II pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Maruf Amin
kian memanas. Selain nama-nama kader Partai Gerindra yang dirumorkan dapat
jatah menteri, nama politisi Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)
juga disebut masuk dalam nominasi.*

Namun, tampaknya AHY masuk kabinet akan mendapat tentangan dari partai
pendukung Jokowi-Maruf, terutama dari Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati
Soekarnoputri.

“Sebenarnya Jokowi berharap bisa memasukkan satu kader Partai Demokrat
yakni AHY masuk dalam kabinet. Namun, terkendala elit lainnya khususnya
Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri,” kata CEO Voxpol Center Research
and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago di Jakarta, Senin (7/10/2019).

Pangi menilai Megawati enggan memberikan panggung kepada AHY, karena jika
memberikan panggung maka karir politik AHY bisa terang benderang kembali.
Berbeda dengan AHY, pintu buat Sandi masih terbuka lebar untuk menjadi
anggota kabinet.

"Megawati tentu saja tidak menginginkan ada matahari kembar selain Puan
Maharani pada Pilpres 2024," tandasnya.

Lebih lanjut Pangi menilai rumor masuknya Sandiaga dan AHY merupakan salah
satu cara untuk menjinakkan partai politik.

"Walaupun hanya satu menteri saja, strategi menjalankan politik akomodir
dan kompromi agar tidak recok atau menganggu pemerintah," ujar Pangi di
Jakarta, Senin (7/10/2019).

*Masuk Pemerintahan*

Sementara itu, Sekretaris Jenderal DPP Partai Gerindra Ahmad Muzani
mengakui ada pembicaraan dan penawaran dari orang-orang di sekitar istana
untuk mengajak partainya bergabung dalam pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.

"Pembicaraan itu memang ada dan tidak bisa kita pungkiri bahwa ada
pemikiran di sekitar istana. Kami tidak serta merta menerima tawaran itu
karena sekali lagi kami merasa 2019 Gerindra berseberangan dengan Jokowi,"
kata Muzani di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin seperti dilansir Antara.

Dia mengakui memang ada pembicaran antara orang yang minta Presiden
berkomunikasi dengan Gerindra untuk membicarakan tentang kemungkinan bisa
berkoalisi atau kemungkinan bisa masuk dalam pemerintahan.

Menurut dia, hingga saat ini Prabowo Subianto sebagai Ketua Dewan Pembina
Partai Gerindra belum ambil keputusan tentang apakah Gerindra mau
berkoalisi atau berada di dalam oposisi.

"Prabowo merasa bahwa kami adalah kekuatan parpol yang justru berseberangan
dengan Jokowi atau menjadi kompetitor di Pilpres 2019," ujarnya.

Muzani mengatakan Prabowo berpandangan kalau Gerindra gabung dalam koalisi,
itu adalah panggilan tugas negara maka harus dimaknai untuk menyicil
membayar hutang kampanye.

Dia mencontohkan saat kampanye, Prabowo berjanji ingin mewujudkan
swasembada energi, listrik murah sehingga tidak menjadi beban bagi
masyarakat berpenghasilan rendah. Prabowo menawarkan konsep swasembada air
dan sembako murah.

"Itu hal yang ditawarkan konsep kita kepada pemerintah dan konsep itu sudah
disampaikan secara tertulis kepada Presiden dan kepada pihak-pihak
terkait," katanya.

Muzani mengatakan kalau konsep tersebut dianggap tidak bertentangan dengan
pemerintah atau malah diterima, maka pihaknya akan bicara portofolio serta
orang yang kemungkinan bisa menjalankan konsep tersebut.

Dia mengatakan, Prabowo tidak "gede rumongso" sehingga masih menunggu
proses sebagai sebuah cara mengelola negara apabila Gerindra ditawari masuk
kabinet

*Jokowi Harus Tegas*

Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI), Djayadi Hanan,
mengatakan, kemungkinan bergabungnya Partai Gerindra yang belakangan ramai
diberitakan, Djayadi mengatakan bahwa presiden harus berpikir beberapa
kali. Sebab, bukan tidak mungkin masuknya parpol baru ke Koalisi Indonesia
Kerja justru membuat ada parpol yang semula berada di dalam koalisi memilih
untuk keluar.

"Nah itu yang harus ditimbang oleh presiden. Saya sendiri setuju kalau
presiden menambah satu (parpol, red) karena memang secara jumlah kursi
(Parlemen, red) di atas 60 persen dari parpol pendukung, tapi dari segi
jumlah partai kan baru lima. Mengambil keputusan di DPR itu tak hanya dari
jumlah kursi, tapi juga berdasarkan jumlah parpol. Kalau Anda punya hanya
lima parpol, satu parpol membelot, Anda kalah. Empat lawan lima," katanya
di Jakarta, Senin (7/10/2019).

Kirim email ke