From: Djin Siauw Sent: Thursday, October 13, 2016 12:35 PM
Tatiana yang baik Banyak terima kasih atas tanggapan Anda. Seperti yang saya ungkapkan sebelumnya, Anda sepenuhnya berhak menginterpretasikan isi tulisan saya dengan dasar apapun. Itu hak semua pembaca yg mengakses tulisan atau buku yang telah beredar. Para pembaca lain, terutama penulis, tentu saja bisa menolak interpretasi yg Anda lontarkan. Dari pihak saya sebagai penulis, tidak ada pemalsuan data maupun sejarah. Saya kira diskusi panjang lebar dan pengulangan butir2 argumentasi dari berbagai sudut, tidak akan mempertemukan atau mengurangi perbedaan pendapat. Saya beranggapan upaya untuk membuktikan siapa yang benar dalam hal ini, tidak membangun dan akan menjemukan forum ini. Demikian juga perdebatan tentang komunisme murni maupun revisionisme. Menurut saya dalam hal social engineering, tidak ada kemutlakan - 100% salah atau 100% benar. Apa yg terlihat berhasil di sebuah wilayah pada sebuah periode tertentu dan dengan sikon tertentu belum tentu bisa diterapkan di wilayah lain pada periode lain dengan sikon yg berbeda pula. Sejarah sudah memaparkan bagaimana pelaksanaan kebijakan isme yg dikatakan murni telah mengakibatkan kemunduran dalam hal kesejahteraan rakyat. Bagi saya yang penting bukanlah "cap" dari sementara kelompok theoreticians bahwa sekelompok pemimpin dalam merangkul dan melaksanakan kebijakan tertentu telah menyimpang dari sebuah isme yang murni. Yang penting adalah mengukur dampak pelaksanaan kebijakan tersebut dalam mencapai tujuan bersama. Metode diskusi yg menitik beratkan pengukuran hasil yang dicapai atau kegagalan, semestinya lebih menarik dan membangun untuk diikuti. Sekali lagi, Anda sepenuhnya berhak untuk meneruskan diskusi ini dengan cara apapun yg Anda anggap sesuai. Saya bersikap untuk tidak melanjutinya. Salam Hangat Tiong Djin From: Tatiana Lukman Sent: Thursday, October 13, 2016 1:22 AM To: Yahoogroups ; DISKUSI FORUM HLD Cc: Roeslan ; Lusi.D ; Daeng ; Gol ; Mitri ; Rachmat Hadi-Soetjipto ; Harry Singgih ; Jonathan Goeij ; Ronggo A. ; Lingkar Sitompul ; Ajeg ; Mang Broto ; Farida Ishaja ; Marsiswo Dirgantoro ; Billy Gunadi ; Wuting301 ; Hsin Hui Lin ; Chan CT ; GELORA_In ; Kristian Ginting ; Bilven-Ultimus ; Boni Triyana ; Djin Siauw Subject: SGT, PKI dan Sosialisme (3) SGT, PKI dan Sosialisme (3) Dalam Legacy Siauw Giok Tjhan, STDjin menulis:….. “Alasannya adalah Siauw pernah dianggap komunis, yang sejak tahun 1965 dianggap sebagai paham ideologi yang merusak Indonesia, sehingga tidak patut disinggung dalam sejarah. Padahal ke-absahan tuduhan itu tidak pernah dipermasalahkan.” Di bagian bawah tulisan yang sama tertulis lagi:” Oleh musuh politiknya Siauw selalu dinyatakan sebagai seorang tokoh Komunis. Penelitian yang objektif menunjukkan bahwa tuduhan ini tidak tepat”. Bahwa SGT bukan komunis dan bukan anggota PKI, inilah yang ingin dibuktikan oleh STDjin. Namun alasan dan argumentasi yang diguna-kan STDjin sama sekali tidak kena sasaran, alias gagal. Ia ingin membuktikan SGT bukan komunis atau anggota PKI sambil “menendang” PKI. Maksud saya dengan “mempertentangkan” SGT dengan PKI berkaitan dengan sikap terhadap bornas, modal domestik dan kapitalisme dalam tahap nasional demokratis. Tanpa melihat dan mempertimbangkan dokumen dan tulisan tokoh-tokoh PKI, dan dengan mempertentangkan SGT dengan PKI, STDjin ingin menunjuk-kan seolah-olah PKI anti modal domestik dan anti kapitalisme dalam tahap nasional demokratis. Saya memerlukan mengungkap hal ini karena kalau tidak, para pembaca tulisannya STDjin bisa mendapat kesan yang sama sekali tidak benar tentang politik PKI. Inilah mengapa saya katakan dalam hal ini terjadi pemalsuan tentang PKI. Bagaimana SEBENARNYA politik dan sikap PKI terhadap bornas dan modal domestik dalam tahap nasional demokratis sudah saya tunjukkan dalam “SGT, PKI dan Sosialisme” (1) dan (2). Adalah fakta dan kenyataan sejarah bahwa penindasan dalam bentuk pengejaran dan penjara diderita oleh PKI dan juga SGT pada saat dan peristiwa yang sama. Peristiwa Madiun, Razia 1951 dan peristiwa 30 Sept. 1965. Oleh Siauw Tiong Djin, kedekatan dan kerja sama antara SGT dengan orang-orang komunis selalu diimbangi atau dinetralisasi dengan kedekatannya juga dengan orang-orang Partai lain bahkan orang kanan. Tapi dalam PENDERITAAN , SGT tidak bersama dengan misalnya Adam Malik, atau Sjahrir, bukan? Begitu juga dalam perjuangan untuk komunitasnya, SGT sering tidak mendapat dukungan dari partai-partai lain. Dukungan terutama datang dari PKI. Lantas, apakah SGT seorang komunis atau anggota PKI? Belum tentu: bisa iya, bisa tidak. Pertanyaan itu sebetulnya hanya dapat dijawab oleh SGT sendiri. Orang lain hanya dapat berspekulasi. Bagi saya, manusia yang dinamakan komunis, dalam prakteknya, bisa mempunyai beberapa pengertian atau interpretasi. Pertama, seorang komunis adalah orang yang menjadi anggota sebuah Partai Komunis. Betul. Tapi apakah semua orang yang menjadi anggota Partai Komunis itu memang DALAM TEORI DAN PRAKTEK patut menyandang nama itu dan memiliki kualitas SEBAGAI KOMUNIS? Belum tentu, bukan? Karena kualitas Komunis didapat melalui sebuah proses. Tidak semua anggota Partai komunis, sekali jadi komunis berarti seumur hidup terus jadi komunis! Sebelum peristiwa 1965, PKI adalah salah satu Partai besar di Indo-nesia, dan Partai terbesar di luar kubu sosialis dan di dunia. Kebesaran dan kepopuleran PKI membuat adanya orang yang ikut naik “kereta” PKI dengan tujuan mencari keuntungan pribadi. Begitu PKI hancur, tidak sedikit yang mengkhianatinya dan mengutuknya. Kalau itu terjadi di Indonesia, di bawah siksaan, saya masih bisa mengerti. Tapi di luar negeri, tanpa penyiksaan dan resiko apa-apa, silau dengan kesejahteraan masyarakat konsumsi dan demokrasi borjuis liberal yang diberikan oleh Welfare State, ada juga yang mengkhianati dan meninggalkan keyakinan dan cita-cita yang dulu dianutnya. Mereka merosot menjadi sosdem, reformis, nasionalis, likwidator dan bahkan secara terang-terangan ada yang mengutuk PKI dan Aidit yang menurutnya memang patut digantung! Bagi saya itu normal. Tidak ada yang bisa menjamin sekali orang komunis tetap komunis!! Hanya Chan yang percaya itu. Makanya dia tetap ngotot membela Liu-Deng. Karena dia anggap mereka berjuang bersama Mao, menyabung nyawanya untuk kepentingan rakyat , etc. bagaimana bisa jadi revisionis dan mengkhianati usaha Sosialisme??? Tidak bisa masuk dalam akalnya yang celakanya juga sudah terbalik!! Coba lihat Tan Malaka! Menolak keputusan mayoritas untuk berontak melawan Belanda dan kemudian membentuk PARI. Apakah itu sikap dan kwalitas seorang komunis? Lihat Krushchov! Chan tidak tahu bagaimana luar biasanya “pemujaan” Khrushchov kepada Stalin. Sampai Stalinpun muak!!!Nah, begitu Stalin meninggal, keluarlah belangnya Khrushchov!!! Dia pecatin tokoh-tokoh pengikut Stalin seperti Malenkov dan Kaganovich untuk melancarkan restorasi kapitalisnya. Lihat Deng Xiaoping! Dengan tegas membongkar Komune Rakyat dan menghapus sistim kerja 8 jam, status pekerja tetap, pendidikan dan pelayanan kesehatan gratis, dan hak-hak demokratis lainnya yang diwarisi dari RBKP. Menangkap dan memenjarakan “The gang of Four”. Tapi semua pembongkaran terhadap struktur sosialis ini dianggap hal yang remeh temeh oleh para pendukung sosialisme dengan ciri Tkk. Soal penindasan dan pembunuhan terhadap para pendukung RBKP, tak pernah mau mereka mengakui dan membuka-nya. Bagi Chan, cukup dengan mengatakan informasi itu TIDAK AKURAT! Walaupun mereka yang menulis dan meneliti adalah orang-orang Tkk yang hidup dan mengalami RBKP langsung. Jadi tidak semua organisasi dan orang yang menyandang nama “komunis” betul-betul memenuhi karakterisasi atau sifat yang selama ini diterima dan dianggap sebagai “tanda” yang membedakannya dengan organisasi dan orang yang bukan komunis. Di sini pasti saya akan diserang oleh Chan sebagai orang yang “mandeg” dan hanya mengikuti dalil-dalil/teori dan buku yang sudah kuno/tradisional. Bagi Chan, orang komunis jaman modern sekarang boleh merangkap jadi kapitalis yang terus menghisap!! Justru mengintroduksi perubahan seperti itulah, maka saya bilang Deng itu Revisionis (hanya salah satu perubahan/revisi)! Eh, Chan marah dan menganggap saya mencap seenak udelnya sendiri! Padahal jelas-jelas kaum revisionis Tkk mengubah alias merevisi syarat untuk menjadi anggota PKT. Dulu, pada jaman Mao, kapitalis yang boleh jadi anggota PKT adalah borjuis yang SUDAH MENINGGALKAN PRAKTEK PENGHISAPAN! Ini sekarang tidak lagi jadi syarat! Artinya ada perubahan kan? Tapi, Chan tak perduli dan tak mau mengakui bahwa itu adalah merubah atau merevisi peraturan yang sebelumnya. Bagi dia itu bukan perubahan. Pokoknya Tatiana lah yang buta dan tidak mau melihat kenyataan, dan mencap orang revisionis seenak udelnya sendiri!! Kedua, tidak sedikit orang yang TANPA menjadi anggota sebuah Partai Komunis, tapi sepak terjang, sikap dan pandangan dunianya serta gaya hidup dan pengabdiannya menunjukkan kwalitas komunis. Maka itu patut menyandang nama “komunis”. Misalnya, pak Wertheim. Bagi saya, sepak terjang, pandangan dunia, perasaan solidaritas kepada rakyat Indonesia dan PKI (dengan Komite Indonesianya) dan pengabdian ilmu yang dia geluti jelas untuk kepentingan dan usaha perjuangan rakyat; semua itu menunjukkan sifat seolah-olah ia seorang anggota Partai komunis. Hasil penelitiannya tentang Tkk dan RBKP menunjuk kepada PKT dan Deng yang membongkar apa yang dibangun Mao dan pura-pura mendukung FMTT. Bahkan dia lebih komunis dari pada sementara kader menengah dan tinggi PKI yang saya kenal yang sudah merosot jadi revisionis. Dalam wawancara dengan Frei Betto, Fidel Castro berkata bahwa seorang komunis tidak mesti menjadi anggota sebuah partai komunis. Tidak sedikit pendeta yang terjun dan mendampingi rakyat dalam perjuangan menuntut hak-haknya. Para pendeta yang begitu malah lebih menerapkan Marxisme dalam praktek kehidupan dan perjuangannya dari pada anggota partai komunis revisionis yang terlepas dari perjuangan massa rakyat di negerinya. Sebetulnya, menurut pengertian saya yang “kuno, tradisional dan mandeg” (menurut Chan) menjadi dan memiliki kwalitas seorang komunis sama sekali tidak mudah! Kwalitas seorang komunis termasuk antara lain sama sekali tidak memikirkan kepentingan dirinya sendiri, kepentingan kolektif dan rakyat adalah nomer satu, solidaritas kelas tinggi, selalu berusaha memenuhi tugas komunisnya tak perduli sulit dan bahayanya tugas itu, rela berkorban untuk cita-cita dan rakyat sampai menyerahkan nyawanya sendiri…. Reaksi orang terhadap tuduhan “komunis” atau “PKI” erat sekali hubungannya dengan pengetahuannya tentang PKI, sikap, pandangan serta penilaiannya terhadap komunis dan PKI. Semua orang tahu bagaimana reaksi Jokowi ketika dituduh bapaknya orang PKI. Dia merasa dipermalukan dan dihina. Baginya, Komunis dan PKI adalah sebuah noda. Seorang teman muda bertanya kepada saya apa sih PKI. Kok kakak laki-lakinya tidak bisa jadi polisi karena bapaknya dituduh PKI. Padahal, dia bilang, bapaknya itu adalah orang baik yang bekerja keras, kenapa dituduh PKI. Saya bertanya, emangnya siapa yang bilang orang PKI itu bukan orang yang baik yang bekerja keras? Dari situ makanya saya melihat “tuduhan” komunis bukanlah sesuatu yang buruk atau merendahkan. Kalau saya dituduh “komunis”, saya malah jadi malu karena saya sama sekali tidak memiliki kwalitas komunis yang begitu mulia sehingga saya patut menyandang nama itu. Begitu juga dengan tuduhan “PKI”. Saya melihat PKI adalah satu-satu-nya Partai politik di Indonesia yang sejak lahirnya berjuang untuk kemerdekaan bangsa, membela dan mengabdi kepentingan kaum pekerja, berusaha mencapai cita-cita membangun sebuah masyarakat dengan keadilan sosial bagi semua massa rakyat. Tak terhitung jumlah komunis yang mati dalam penindasan kaum kolonialis Belanda, fasisme Jepang dan kaum reaksioner dalam negeri dari Hatta sampai Suharto. Dalam perjalanan panjang pengabdiannya itu, tidak sedikit kesalahan yang dibuat PKI. Namun bedanya PKI dengan partai-partai komunis revisionis lainnya ialah PKI bersedia dan mampu mengkoreksi kesalahannya. Hanya orang yang tidak berbuat apa-apa yang tidak melakukan kesalahan. Jadi saya malah merasa beruntung dan bangga di antara anggota keluarga dari generasi kakek dan ayah saya, terdapat komunis. Dan mereka bayar nama itu dengan penderitaan, siksaan dan nyawanya sendiri. Sejak didirikan, selalu ada orang PKI yang merosot dan mengkhianat. Tapi tak terhitung juga jumlah komunis yang tak perduli siksaan yang dideritanya, tetap setia pada cita-cita dan harga diri komunisnya. Dan ada juga orang, yang tanpa menyandang nama komunis, tapi menunjukkan karakter dan kualitas seorang komunis.