https://tirto.id/redneck-revolt-gerakan-kiri-kaum-kulit-putih-as-plus-senjata-api-dfaq
Redneck Revolt: Gerakan Kiri Kaum
Kulit Putih AS Plus Senjata Api
Anggota John Brown Gun Club dan Redneck Revolt memprotes di luar Phoenix
Convention Center, Selasa, 22 Agustus 2017, di Phoenix. Protes diadakan
terhadap Presiden Trump ketika ia menjadi tuan rumah sebuah demonstrasi
di dalam pusat konvensi. (Foto AP / Matt York)
<https://tirto.id/redneck-revolt-gerakan-kiri-kaum-kulit-putih-as-plus-senjata-api-dfaq>
Anggota John Brown Gun Club dan Redneck Revolt memprotes di
luar Phoenix Convention Center, Selasa, 22 Agustus 2017, di
Phoenix. Protes diadakan terhadap Presiden Trump ketika ia
menjadi tuan rumah sebuah demonstrasi di dalam pusat
konvensi. (Foto AP / Matt York)
Oleh: Eddward S Kennedy - 26 Januari 2019
Dibaca Normal 4 menit
/Mereka kulit putih yang pro-hak kulit hitam, LGBT, dan kaum imigran./
tirto.id <https://tirto.id/> - Jika sebutan “redneck” biasanya lekat
dengan stereotip kelas sosial pekerja kulit putih yang cenderung puritan
dalam urusan agama dan rasis kepada kaum kulit “berwarna”, tidak
demikian dengan mereka yang tergabung dalam Redneck Revolt.
“Redneck” merupakan istilah slang untuk menggambarkan anggota kelas
sosial pekerja berkulit putih di daerah pedesaan, terutama yang tinggal
di negara-egara bagian selatan (Southern States) Amerika Serikat seperti
Mississipi, Alabama, Virginia, Oklahoma, atau South Carolina. Istilah
“Redneck” juga bermakna harfiah, menandakan leher merah para pekerja
lapangan yang sering terpanggang sinar matahari.
Lantaran umumnya berasal dari pedesaan, sebutan “redneck” juga kerap
dijadikan olok-olok atau guyonan bagi warga kulit putih yang berperilaku
udik dan tidak berpendidikan. Selain itu, “redneck” bisa juga merujuk
kepada orang-orang yang sangat konservatif secara politik, cenderung
berpandangan sempit, serta intoleran terhadap pendapat yang berbeda.
Baca juga: KKK Gaya Baru dan Kebangkitan Supremasi Kulit Putih AS
<https://tirto.id/kkk-gaya-baru-dan-kebangkitan-supremasi-kulit-putih-as-b8HA>
Penggunaan istilah “redneck” tidak berbeda jauh dengan penyebutan atau
makna dari kata “cracker” di daerah Georgia, Texas, serta Florida.
Demikian pula dengan istilah “hillbilly” yang populer di daerah
Appalachia dan Ozarks. Sementara dalam tataran yang ofensif, biasanya
kata “redneck” kerap pula diganti dengan “white trash” yang merujuk
kepada tindak-tanduk moral mereka.
Dalam monografnya yang berjudul /A Short History of Redneck: The
Fashioning of a Southern White Masculine Identity
<http://muse.jhu.edu/article/425942>/ (1995), Patrick Huber menekankan
bahwa istilah “Redneck” lahir pada awal abad ke-20, ketika kultur
maskulinitas tengah mewabah di kalangan masyarakat AS: "Redneck telah
distereotipkan oleh media dan dalam budaya populer sebagai istilah untuk
menyebut orang kulit putih Selatan yang miskin, kotor, tidak
berpendidikan, dan rasis."
Redneck Revolt tentunya juga golongan yang secara genetis termasuk ke
dalam kategori “redneck”: kelas pekerja berkulit putih yang banyak
bermukim di pedesaan Selatan Amerika. Hanya saja, pandangan politik
mereka jauh berbeda, untuk tidak menyebut berkebalikan, dengan kaum
“redneck” pada umumnya.
Pro Kulit Hitam, LGBT, Imigran, dan Mendukung Penggunaan Senjata Api
Redneck Revolt didirikan pada 2009
<https://www.heraldsun.com/news/local/counties/durham-county/article170840742.html>.
Gerakan ini merupakan sempalan dari organisasi John Brown Gun Club:
tempat pelatihan senjata api dan proyek pertahanan masyarakat yang
dibentuk di Lawrence, Kansas, pada 2004.
Penggunaan istilah “redneck” dalam Redneck Revolt sejatinya mengacu
kepada makna kata tersebut ketika digunakan pada masa Coal Wars
<https://www.counterpunch.org/2015/08/10/rednecks-symbolize-solidarity-w-va-mine-wars-museum-reclaims-union-identity/>:
perselisihan para buruh dan penambang batu bara di AS yang terjadi dari
sekitar 1890 hingga sekitar 1930. Sedangkan simbol bandana berwarna
merah terang yang menjadi identitas mereka merujuk kepada para buruh
yang mogok kerja saat Battle of Blair Mountain
<http://appalachianmagazine.com/2016/05/23/west-virginia-coalfield-battle-origin-of-the-term-redneck/>
berlangsung pada 1921.
Secara politik, Redneck Revolt banyak terpengaruh dengan John Brown,
seorang abolisionis (aktivis anti-perbudakan) yang hidup di abad ke-19,
serta beberapa gerakan seperti Young Patriots Organization, Deacons for
Defense and Justice, dan Rainbow Coalition, sebuah aliansi yang dibentuk
di Chicago pada medio 1960an antara Black Panther Party, Young Lords,
dan Young Patriots. Dengan sederet hal ini, dapat dikatakan bahwa
Redneck Revolt sejatinya hendak mengklaim kembali
<https://www.theguardian.com/us-news/2018/apr/14/redneck-pride-west-virginia-protests-strikes>
makna “redneck” ke posisi politiknya sebagai identitas kelas pekerja.
Salah satu pendiri Redneck Revolt bernama Dave Strano. Sebelumnya ia
bergabung dengan Kansas Mutual Aid Network
<https://multi.lectical.net/content/rednecks_guns_and_other_anti_racist_stories_and_strategies>,
gerakan sosial yang fokus dalam isu-isu kemiskinan, pengawasan kinerja
aparat, menolak rekrutmen militer, hingga mengadvokasi hak-hak mantan
tawanan perang, dan turut mendorong penggunaan senjata api bagi warga
sipil. Pada 2004, gerakan ini pertama kali mengorganisir protes terhadap
Konvensi Nasional Partai Republik yang digelar pada tahun yang sama.
Baca juga: National Rifle Association: Biang Kerok Penembakan Massal di
AS
<https://tirto.id/national-rifle-association-biang-kerok-penembakan-massal-di-as-c9EJ>
Selepas itu, Strano aktif mengadvokasi hak-hak penggunaan senjata api
bagi warga sipil melalui John Brown Gun Club. Adapun aksi besar John
Brown Gun Club dimulai pada 2005. Ketika itu, mereka mengonfrontasi
langsung konferensi Minuteman Project
<https://www.washingtontimes.com/news/2005/mar/24/20050324-122200-6209r/>
yang tengah diselenggarakan. Minuteman Project adalah ormas bersenjata
yang fokus mengawasi (sekaligus memberantas) masuknya imigran ilegal di
perbatasan Amerika-Meksiko.
Sebagaimana John Brown Gun Club, Redneck Revolt juga mendukung
penggunaan senjata api bagi warga sipil untuk pertahanan diri. Namun
demikian, posisi politik mereka cenderung sangat “kiri”: mengecam
kapitalisme dan pro-pemerataan ekonomi, menolak rasisme, mendukung
hak-hak LGBT juga kaum imigran, serta memprotes kekerasan polisi
terhadap warga kulit hitam sebagaimana yang diperjuangkan selama ini
oleh Blacks Live Matter <https://blacklivesmatter.com/>. Sikap politik
tersebut jelas tertulis dalam selebaran
<https://www.redneckrevolt.org/printable-resources?lightbox=dataItem-ivh30wgq1>
rekrutmen mereka.
"Siapa yang tinggal di rumah atau trailer di lingkungan yang sama dengan
kita? Siapa yang bekerja bersama kami di pabrik, atau memasak bersama
kami di restoran? Pasti bukan orang kaya kulit putih. Mereka adalah kaum
kulit berwarna, kulit hitam, dan kelas pekerja kulit putih lainnya.
Mereka adalah orang-orang yang berada dalam situasi yang sama dengan
kita, hidup berdasarkan upah, berusaha menafkahi keluarga seperti kita.
Jadi kenapa kita mesti membedakan-bedakan dan memusuhi mereka?”
Kendati memiliki misi politik yang cukup segaris, Redneck Revolt menolak
dimasukkan ke dalam kategori yang sama dengan Antifa. Menurut George,
salah seorang anggota Redneck Revolt, perbedaan utama antara
organisasinya dengan Antifa terletak pada taktik perjuangan. Jika taktik
Antifa bersifat anonim (dengan memakai topeng), merusak properti, dan
konfrontatif, Redneck Revolt menilai tujuan mereka harus diperjuangkan
dalam koridor hukum yang berlaku.
“Jika para pengusung supremasi kulit putih itu menggelar aksi unjuk
rasa, datang saja ke sana dan pastikan bahwa segala tahi kucing yang
mereka utarakan tidak akan pernah berhasil. Namun, kami tidak akan
melakukan (yang Antifa lakukan). Kami melakukan segalanya sesuai hukum,”
ujarnya
<https://www.independent.co.uk/news/world/americas/redneck-revolt-group-who-are-they-left-wing-armed-group-protect-minorities-interview-a8117551.html>
tegas.
Pada November 2017 lalu, Redneck Revolt bersama beberapa anggota dari
Partai Sosialisme dan Pembebasan (Party for Socialism and
Liberation/PSL), menggelar seminar dan klinik sederhana yang
diperuntukkan kepada para pecandu narkotika. Menariknya, konsep acara
amal seperti ini sebetulnya bukan sesuatu yang mereka harapkan terjadi.
Sebab, seperti dijelaskan oleh Kevin, anggota Redneck Revolt wilayah
Suffolk County, salah satu daerah suburban di Long Island, New York:
"Derma adalah hal paling rendah yagn kami lakukan. Yang ingin kami
lakukan adalah membantu masyarakat untuk mengorganisir diri—menata ulang
kondisi hidup mereka sehingga tidak harus bergantung pada orang lain
untuk hidup," ujarnya kepada /Independent
<https://www.independent.co.uk/news/world/americas/redneck-revolt-group-who-are-they-left-wing-armed-group-protect-minorities-interview-a8117551.html>/.
Baca juga: Rasisme Pernah Ilmiah di Tangan Samuel Morton
<https://tirto.id/rasisme-pernah-ilmiah-di-tangan-samuel-morton-c1nR>
Redneck Revolt pada dasarnya memang organisasi resmi lintas nasional
yang cabangnya tersebar lebih dari 30 daerah
<https://www.opendemocracy.net/levi-van-sant/redneck-revolt-radical-responses-to-trumpism-in-rural-us>
di AS. Di Suffolk County sendiri, kalangan Redneck Revolt kerap
berkumpul bersama organisasi kiri lainnya seperti PSL, Democratic
Socialists of America (DSA), juga Industrial Workers of the World (IWW).
Mike, anggota Redneck Revolt lainnya, pegiat lingkungan yang mendaku
seorang Marxis-Leninis, mengatakan bahwa perkumpulan bersama antara
organ kiri tersebut adalah sesuatu yang menyenangkan karena “dapat
menyatukan kelompok-kelompok yang biasanya tidak memiliki kesamaan.”
Selain itu, ia menambahkan
<https://www.independent.co.uk/news/world/americas/redneck-revolt-group-who-are-they-left-wing-armed-group-protect-minorities-interview-a8117551.html>:
“Melihat kaum kiri dalam jumlah besar membawa senjata itu rasanya keren
juga.”
Hak memiliki dan menggunakan senjata api memang menjadi isu prioritas di
kalangan Redneck Revolt. Dalihnya pun juga tidak terlalu berbeda dengan
kalangan konservatif: untuk pertahanan diri. Hanya saja, bagi Redneck
Revolt, isu tersebut lebih ditekankan kepada kalangan minoritas yang
keamanannya kerap terancam oleh kesewenangan-wenangan mayoritas.
"Kami bersedia mengambil risiko untuk membela orang-orang di komunitas
kami yang hidup di bawah ancaman kekerasan akibat warna kulit, identitas
gender, seksualitas, agama, atau negara kelahiran mereka. Itu artinya
kami akan menemui langsung orang-orang di sekitar kami dan mendampingi
mereka ketika diancam,” demikian pernyataan mereka di situsweb resmi
Redneck Revolt <https://www.redneckrevolt.org/principles>.
INFOGRAFIK REDNECK REVOLT
Sikap politik Redneck Revolt kian beralasan seiring dengan terpilihnya
Donald Trump sebagai presiden AS. Ideologi supremasi kulit putih merebak
di mana-mana dan kaum ultra konservatif-kanan makin sewenang-wenang
menindas kaum minoritas. Hal inilah yang membuat Redneck Revolt terus
mengorganisir diri di berbagai daerah, melancarkan protes demi protes,
penolakan demi penolakan.
Salah satu protes anti-Trump menarik yang pernah dilakukan Redneck
Revolt terjadi di Harrisburg, Pennsylvania, Juli 2017. Protes ini sempat
diliput khusus oleh Cecilia Saixue Watt dari Guardian
<https://www.theguardian.com/us-news/2017/jul/11/redneck-revolt-guns-anti-racism-fascism-far-left>.
Aksinya sederhana saja: sebuah bilik kecil didirikan di suatu taman, dan
di sana, seorang anggota Redneck Revolt akan membagikan potongan kardus
kepada siapapun yang ingin menuliskan bentuk kekesalan mereka terhadap
Trump dengan cuma-cuma.
Syahdan, segerombolan anak muda datang meminta selembar potongan kardus
lalu menuliskan kalimat dengan huruf kapital: “TRUMP’S A BITCH.” Kalimat
itu jelas amat menohok, tapi menurut Max Neely, salah seorang anggota
Redneck Revolt lain yang berada di sana, apa yang mereka tulis cenderung
merendahkan perempuan.
Ia pun menghampiri anak-anak muda tadi dan mengatakan: “Sepertinya
kalian lebih baik mengganti kalimat itu, deh. Kalian tahu, dong, kalimat
itu merendahkan perempuan, dan di sini juga banyak perempuan yang hadir.”
Anak-anak muda itu berunding dan mereka sepakat untuk mengganti kalimat
yang, meski tidak terlalu ofensif, tapi cukup telak untuk dipertontonkan
ke wajah Trump langsung: “FUCK TRUMP.”
Baca juga artikel terkait RASISME
<https://tirto.id/q/rasisme-dZ?utm_source=Tirtoid&utm_medium=Lowkeyword>
atau tulisan menarik lainnya Eddward S Kennedy
<https://tirto.id/author/addwardkennedy?utm_source=Tirtoid&utm_medium=Lowauthor>
(tirto.id - Sosial Budaya)
Penulis: Eddward S Kennedy
Editor: Windu Jusuf
Redneck Revolt hendak mengklaim kembali makna “redneck” ke posisi
politiknya sebagai identitas kelas pekerja.