Soal Pegunungan Kendeng: Kajian Lingkungan Selesai, Berikut Pandangan Mereka 
http://www.mongabay.co.id/2017/04/02/soal-pegunungan-kendeng-kajian-lingkungan-selesai-berikut-pandangan-mereka/
 April 2, 2017 http://www.mongabay.co.id/2017/04/ Indra Nugraha, Jakarta 
http://www.mongabay.co.id/author/sapariah-saturi/ Sosial 
http://www.mongabay.co.id/category/sosial/
 
 
http://www.mongabay.co.id/2017/04/02/soal-pegunungan-kendeng-kajian-lingkungan-selesai-berikut-pandangan-mereka/#
 
http://www.mongabay.co.id/2017/04/02/soal-pegunungan-kendeng-kajian-lingkungan-selesai-berikut-pandangan-mereka/#
 
http://www.mongabay.co.id/2017/04/02/soal-pegunungan-kendeng-kajian-lingkungan-selesai-berikut-pandangan-mereka/#
 
http://www.mongabay.co.id/2017/04/02/soal-pegunungan-kendeng-kajian-lingkungan-selesai-berikut-pandangan-mereka/#
 
mailto:?subject=Soal%20Pegunungan%20Kendeng:%20Kajian%20Lingkungan%20Selesai,%20Berikut%20Pandangan%20Mereka&body=http://www.mongabay.co.id/2017/04/02/soal-pegunungan-kendeng-kajian-lingkungan-selesai-berikut-pandangan-mereka/

 Warga Rembang penolak semen tutup jalan ke pabrik SI. Foto: Tommy Apriando 
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) sudah selesai. Menteri Lingkungan 
Hidup dan Kehutanan,  Siti Nurbaya Bakar, sudah menyerahkan dokumen KLHS Jawa 
Tengah, kepada Presiden Joko Widodo. Dokumen akan diumumkan dalam waktu dekat. 
Beragam kalangan menanggapi soal KLHS ini.
 
 “Kami meminta Jokowi mendesak Ganjar Pranowo (Gubernur Jateng) membatalkan 
izin pembangunan pabrik semen di Rembang,” kata Siti Rahma Mary, pengacara 
publik YLBHI di Jakarta, Sabtu (1/4/17).
 Hendro Sangkoyo, peneliti School of Democratic and Economics mengatakan, semua 
pihak sedang menunggu narasi KLHS. Tak ada sesuatu bisa terbaca kecuali 
pernyataan-pernyataan dari berbagai pihak dan seringkali tak selaras antara 
ucapan pemerintah pusat dan daerah.
 Baca juga: Semen Kaki Jilid II, Warga Kendeng Menuntut Presiden Sikapi Kasus 
Rembang 
http://www.mongabay.co.id/2017/03/16/semen-kaki-jilid-ii-warga-kendeng-menuntut-presiden-sikapi-kasus-rembang/
 Dalam konteks KLHS, Analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) tak cukup 
menjawab permasalahan. Masalah pertambangan dan pembangunan pabrik semen di 
Pegunungan Kendeng, katanya,  harus dilihat menyeluruh. Meskipun sudah ada 
Amdal, pencemaran dan kerusakan bentang alam tak bisa dibatasi oleh batas 
administrasi maka KLHS sangat penting.
 “KLHS tak seperti Amdal hanya fokus rencana investasi proyek, KLHK lebih luas.”
 KLHS, katanya, untuk mengetahui daya dukung dan daya tampung lingkungan.  
“Kalau 15 tahun ke depan terjadi hal merugikan akibat pembangunan pabrik semen 
di CAT Watuputih, siapa harus bertanggungjawab? Ini harus diperiksa hati-hati.”
 Selain dampak lingkungan, katanya,  KLHS perlu melihat semua aspek di wilayah 
itu secara sistematis.  “Soal ingatan sosial masyarakat, missal tak bisa diukur 
dengan analisis teknis dan kuantitatif. Juga soal sejarah sosial mengapa 
masyarakat Sedulur Sikep tinggal disitu, hikayatnya dan lain-lain.”
 Merah Johansyah, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang mengatakan, kata kunci 
dalam KLHS soal daya dukung dan daya tampung wilayah.
 “Apakah kondisi daya dukung dan tampung Pulau Jawa terutama Jateng dapat 
menerima beberapa proyek lagi? Seperti investasi pertambangan dan pabrik semen? 
Kita mesti merefleksikan itu. KLHS harus bisa menjawab itu,” katanya.
 Berdasarkan catatan Jatam, Indonesia ada 9.734 izin pertambahan mineral dan 
batubara, ditambah 300 blok konsesi minyak bumi dan gas. Di Jawa, ada 1.131 
IUP, 55 izin tambang batugamping sudah beroperasi dan 171 izin tambang 
batugamping tahap eksplorasi. Pabrik semen di Jawa ada 21.
 “Industri ekstraktif tak hanya mengkavling daratan, juga lautan. Belum lagi 
sektor kehutanan dan perkebunan. Catatan kita daya dukung dan daya tampung Jawa 
sudah melampaui batas. Ini kebangkrutan daya dukung dan tampung Jawa.”
 Belum lagi, katanya, pembangunan pabrik semen, tak berdiri sendiri. “Pasti 
akan dibangun PLTU mendukung operasional pabrik. Dampak kerusakan lingkungan 
akan makin parah. Menghancurkan lahan pertanian, udara tercemar dan merusak 
sumber air warga. Dampak kerusakan akan berlipat ganda.”
 “Apakah sudah dihitung di KLHS? Ini penting karena banyak pihak tergesa-gesa 
ingin KLHS selesai tanpa melihat permasalahan secara holistik.”
 Dewi Kartika, Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mengatakan, harus 
dipastikan KLHS tak jadi alat menghalalkan operasi tambang dan pabrik semen. 
KLHS harus komprehensif mengkaji semua aspek. Tak hanya soal lingkungan, juga 
ekonomi, sosial sampai budaya masyarakat.
 Pemerintah Jokowi,  katanya, sejak awal menjanjikan hak-hak sumber agraria 
pada petani, termasuk mendorong kedaulatan pangan. Ada target reforma agrarian 
9 juta hektar. “Jika pembangunan pabrik semen lanjut, kontradiktif dengan 
komitmen Presiden.”
 Baru-baru ini, Semen Indonesia menunjuk Sutiyoso, mantan Kepala Badan 
Intelejen Negara sebagai komisaris utama. Sobirin, Direktur Eksekutif Desantara 
mengingatkan, keberadaan Sutiyoso jangan memperburuk situasi. “Kita tak 
berharap cara lama terjadi dengan menurunkan tentara untuk mengamankan ini.”
  
 Surat Menteri ESDM tak berguna
 Sebelumnya, 24 Maret lalu Menteri ESDM Ignasius Jonan mengirim surat kepada 
Menteri LHK soal tak terdapat indikasi sungai bawah tanah di CAT Watuputih. 
Sebenarnya, sudah ini tak berlaku karena sudah selesai di pengadilan.
 Sobirin mengatakan, perdebatan tentang CAT Watuputih sebagai Kawasan Bentang 
Alam Karst selesai dalam proses pengadilan dengan merujuk dua hal.
 Pertama, pertanyaan tentang ada atau tidak sungai bawah tanah telah disajikan 
melalui bukti-bukti oleh masing-masing pihak di pengadilan.
 Mahkamah Agung, dalam pertimbangannya menyebutkan penambangan sebagaimana 
tergambar dalam Amdal mengakibatkan dinding-dinding sungai bawah tanah runtuh.
 Kedua, Amdal PT. Semen Indonesia tahun 2012 jelas mengakui ada sungai bawah 
tanah di tambang mereka.
 “Jelas, putusan MA sudah berkekuatan hukum tetap yang tak bisa diperdebatkan 
lagi. Maka, seluruh keputusan pemerintah harus melihat putusan ini, termasuk 
hasil KLHS,” katanya.
 Gunretno, Koordinator Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) 
mengatakan, KESDM cenderung tergesa-gesa mengambil kesimpulan CAT Watuputih tak 
mengindikasikan KBAK. Keputusan ini, hanya berdasarkan data terbatas dan ala 
kadar.
 Data-data CAT Watuputih, katanya,  sudah jadi penelitian para mahasiswa. 
Kesimpulan ini menunjukkan, pejabat Badan Geologi yang membidangi air tanah dan 
lingkungan, tak profesional. “Kami ingin Kepala Bidang Geologi bertanggung 
jawab dan mengevaluasi kesimpulan terkait CAT Watuputih,” katanya.
 Menteri ESDM, katanya, harus mengutamakan sikap kehati-hatian dalam membuat 
pernyataan soal CAT Watuputih, mengingat status kawasan lindung geologi yang 
berfungsi sebagai daerah resapan air. Hal ini, katanya, dipertegas Perda 
Rembang nNmor 14/2011 tentang RTRW Rembang 2011-2031. Juga Kepres 26/2011.
 Pada 2014, Kepala Geologi sebelumnya, Surono sudah mengeluarkan surat Nomor 
1855/40/BGL/2014 yag menjelaskan, CAT Watuputih bentang alam yang tersusun oleh 
batugamping bejal dan batugamping dolomitan.
  
 Warga Kendeng, laki-laki dan perempuan sebanyak 11 orang menyemen kaki di 
depan Istana Negara Jakarta, protes PT Semen Indonesia di Rembang. Foto: Lusia 
Arumingtyas  
 Bahkan dalam hasil uji lacak jaringan hidrologi oleh tim penyusun Amdal Semen 
Indonesia di Watuputih, menunjukkan ada kaitan antara wilayah IUP batugamping 
dengan sumber mata air Brubulan berjarak empat kilometer sebelah tenggara.
 Hasil pendataan tim JMPPK dan Semarang Caver Assosiation (SCA) menemukan, 
sedikitnya 154 titik mata air, 28 titik mulut goa dan 15 titik ponor (lubang 
resapan alami) di Watuputih. Terdapat dua titik mulut goa dan 18 titik ponor 
dalam IUP batugamping Semen Indonesia.
 “Temuan-temuan ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut terutama terkait 
jaringan goa-goa dan hubungan tata hidrologi di Watuputih.”
 Dalam PP Nomor 26/2008 tentang RTRW Nasional Pasal 60 mengatakan, goa dan BAK 
merupakan unsur-unsur sebagai kawasan lindung geologi dari sisi keunikan 
bentang alam. “Watuputih belum jadi KBAK seharusnya tak menggugurkan CAT yang 
harus dilindungi.”
 Hasil penelitian LIPI dan KLHK pada 2014, katanya, menyatakan Watuputih 
merupakan ekosistem karst yang berfungsi lingkungan tinggi hingga pemanfaatan 
harus hati-hati. Temuan LIPI menunjukkan,  Goa Jagung dan Goa Joglo terdapat 
tiga jenis kelelawar pemakan serangga seperti Minioterus autralis (240), 
Rhinolopus pusillus (400) dan Hipposideros larvatus (90). Di Goa Temu ada 
ribuan kelelawar Miniopterus sp.
  
 Rentan bencana
 Jawa, memiliki luasan karst paling kecil, 529.290 hektar dari 15,4 juta hektar 
dari karst Indonesia. Bentang alam karst memiliki fungsi hidrologi yang 
mengontrol sistem ekologi kawasan. Permukaan bukit karst berperan sebagai 
penyimpan utama air. “Jika merujuk luasan karst, Jawa telah mendapatkan beban 
sangat berat karena populasi terbesar tinggal di Jawa,” kata Sobirin.
 Saat ini, katanya, Jawa dalam tekanan dan ancaman bencana luar biasa. Semua 
provinsi di Jawa,  mempunyai indeks rawan bencana banjir, longsor, dan 
kekeringan tinggi.
 Berdasarkan catatan, 80% kabupaten/kota di Jawa mempunyai risiko banjir tinggi 
dan 93% punya risiko kekeringan tinggi. Kondisi hutan di Jawa,  berada pada 
titik kritis hingga perlu perhatian serius.
 Luasan hutan Jawa,  hanya 3,38% luasan Indonesia, 85,37% dikelola Perum 
Perhutani dan kerap jadi sarana tukar guling dengan proyek ekstraktif seperti 
tambang dan pabrik semen.
 Tutupan hutan Jawa makin berkurang. Pada 2000,  luas hutan Jawa masih 2,2 juta 
hektar, tinggal 800.000 hektar pada 2009. Sebanyak 123 titik DAS dan sub-DAS di 
Jawa terganggu karena degradasi dan deforestasi hutan.
 “Jika ini terus berlangsung, 10,7 juta hektar DAS dan sub-DAS di Jawa akan 
makin terancam. Belum lagi tekanan marak pertambangan batu gamping dan pabrik 
semen terhadap karst, baik ilegal maupun legal. Tambang gamping dan pabrik 
semen akan memperburuk kualitas lingkungan Jawa.”
 Data Walhi 2015 menunjukkan, ada 1.071 desa terkena bencana seperti banjir, 
tanah longsor dan rob. Korban bencana ekologi terbesar di Jateng, 152 orang. 
Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat selama 2016 terjadi 
766 banjir, 612 longsor, 74 kombinasi banjir dan longsor, 178 kebakaran hutan 
dan lahan, 23 gelombang pasang dan abrasi dengan kejadian terbanyak di Jateng 
(334 kejadian). Lebih setengah bencana alam adalah banjir dan tanah longsor.
 Sulistyowati Irianto, pakar antropologi hukum Fakultas Hukum Universitas 
Indonesia mengatakan, pemerintah harus melihat persoalan Kendeng dengan 
kejujuran akademik yang komprehensif. Dengan begitu, bisa melihat gambaran utuh 
dalam memutuskan persoalan.
 “Harus bisa melihat isu dari sisi manusia, pengetahuan dan budaya. Seharusnya, 
kita belajar dari kawan-kawan yang menyemen kaki di depan Istana Negara. Ini 
mengajarkan kita hubungan antara manusia dengan alam semesta dan ruang hidup. 
Mereka berjuang memastikan ruang hidup terjaga untuk masa depan.”
 Pemerintah,  katanya, harus belajar dari pengalaman negara-negara lain yang 
sudah melindungi dan mengakui hak-hak masyarakat lokal/adat seperti Kanada, 
Jepang dan lain-lain.

 

 

 

Kirim email ke