http://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/1599-suluh-cendekiawan
/*Suluh Cendekiawan*/
Penulis: *Media Indonesia* Pada: Rabu, 30 Jan 2019, 05:00 WIB Editorial
MI <http://mediaindonesia.com/editorials>
<http://www.facebook.com/share.php?u=http://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/1599-suluh-cendekiawan>
<http://twitter.com/home/?status=http://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/1599-suluh-cendekiawan>
SESUNGGUHNYA, setaraf dengan para elite dan pemuka agama, kaum
cendekiawan atau intelektual memiliki tanggung jawab yang sama dalam
membentuk watak bangsa. Dahulu, mereka menjadi bagian penting dalam
pendirian Republik ini. Sekarang, tentu masih menjadi tugas mereka untuk
merawat dan menjaganya.
Bahkan dengan kemampuan intelektualitas mereka, cendekiawan selalu
diharapkan menjadi salah satu problem solver masalah-masalah kebangsaan
di tengah kewajiban mereka yang lain, yakni menumbuhkan iklim
intelektualisme. Cendekiawan ialah sumber keteladanan dan idealisme
sekaligus suluh kehidupan masyarakat.
Kehadiran mereka mesti mencerahkan, bukan mencemaskan. Dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang mereka miliki, kaum intelektual hendaknya
dapat menjadi agen perubahan yang positif bagi bangsa, bukan malah
berselingkuh dengan kepentingan praktis dan ambisi kekuasaan. Ilmu
mereka semestinya aplikatif dan mencerahkan publik, bukan direkayasa
demi mencari pembenaran atas hal-hal yang busuk dan melenceng.
Karena itu, celakalah mereka yang selama ini mengaku atau dijuluki
cendekiawan, tapi senyatanya telah terkooptasi oleh oportunisme. Makin
celaka lagi jika dalam kungkungan kooptasi itu, sang cendekiawan rela
menjual integritasnya dengan menebar kritik dan analisis yang tidak
berbasis fakta dan data yang benar. Mereka yang seharusnya menjadi
penjaga akal malah mempermainkan akal.
Apa yang ditunjukkan Rizal Ramli saat mengkritik Menteri Keuangan
terkait dengan utang luar negeri Indonesia ialah contoh bagaimana
semangat keilmuan dengan amat gampang direduksi dan dikerdilkan demi
menyerang individu, kelompok, dan golongan tertentu. Dalam kasus ini,
yang menjadi sasaran ialah pemerintah. Rizal dengan semena-mena
menggunakan data lama ketika menuding pemerintah Indonesia akan berutang
lagi sejumlah U$$2 miliar dengan imbal hasil sangat tinggi, sebesar 11,625%.
Belakangan dia memang telah mengakui 'kengawurannya' tersebut karena
sebetulnya tidak ada utang baru dengan nilai dan imbal hasil sebesar
itu. Akan tetapi, itu tetap tidak bisa menghapus persepsi publik bahwa
ternyata seorang pakar juga bisa menjadi penebar hoaks karena memakai
basis data yang keliru. Jika terus terjadi, hal seperti itu tentu akan
mendegradasi kaum cendekiawan.
Sekuat apa pun tarikan yang datang dari kepentingan politik praktis,
sedapat mungkin cendekiawan mesti bertahan untuk tetap berada di tengah.
Ia bukan oposisi, tapi tak boleh kehilangan pikiran kritis untuk
memperjuangkan kebenaran, kebajikan, kejujuran, keadilan, dan perdamaian.
Begitu juga ia bukan bagian dari sistem kekuasaan, tetapi hendaknya
cendekiawan dapat mengaktualisasikan ilmu pengetahuannya untuk berperan
memecahkan masalah-masalah bangsa bersama pemerintah. Ketika mereka
terpaksa terlibat dalam kekuasaan, kritik terhadap berbagai kebijakan
yang tidak berpihak kepada rakyat tetap harus dijalankan. Jangan pula ia
hanya menjadi petualang politik yang hanya berorientasi kekuasaan.
Sekali lagi, cendekiawan ialah suluh sekaligus penjaga akal budi. Mereka
laksana pemimpin, elite bangsa yang semestinya memberikan teladan
tentang budi pekerti, nilai-nilai luhur, kemanusiaan, kejujuran, dan
idealisme. Sangat tidak pada tempatnya bila kaum cendekiawan justru
banyak mempertontonkan kemunafikan dan kebohongan di depan publik.
Sebagai suluh, sudah kodratnya mereka menerangi. Bukan suluh namanya
kalau mereka malah membuat masa depan negeri ini gelap gulita.
<http://www.facebook.com/share.php?u=http://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/1599-suluh-cendekiawan>
<http://twitter.com/home/?status=http://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/1599-suluh-cendekiawan>