/http://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1425-tafsir-yusril-dan-baasyir
/
//
//
//
/*Tafsir Yusril dan Ba’asyir*/
Penulis: *Djadjat Sudradjat Dewan Redaksi Media Group* Pada: Selasa, 22
Jan 2019, 05:30 WIB podium <http://mediaindonesia.com/podiums>
<http://www.facebook.com/share.php?u=http://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1425-tafsir-yusril-dan-baasyir>
<http://twitter.com/home/?status=Tafsir Yusril dan Ba’asyir
http://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1425-tafsir-yusril-dan-baasyir
via @mediaindonesia>
Tafsir Yusril dan Ba’asyir
<http://disk.mediaindonesia.com/thumbs/1200x-/podiums/2019/01/65ccab5f88b525d1187566d7e586fe06.jpg>
BERKALI-KALI upaya pembebasan Ustaz Abu Bakar Ba’asyir dilakukan, tapi
berkali-kali pula urung. Di dalam kabinet sendiri usul dan pembebasan
ustaz dari Pondok Pesantren Al-Mukmin, Sukoharjo, Jawa Tengah, itu juga
beberapa kali dibahas. Kapolri Jenderal Tito Karnavian, yang juga ahli
terorisme, pastilah amat paham makna seorang Ba’asyir.
Namun, baru di awal 2019 inilah pria berusia 80 tahun itu bisa menghirup
udara bebas sejak diterungku pada 2011 karena terlibat terorisme. Adalah
penasihat hukum Joko Widodo-Maruf Amin, Yusril Ihza Mahendra, yang
mematangkan pembebasan itu. Ia menjadi ’penyambung lidah’ pihak Jokowi
ke Baa’syir. Alasan kemanusiaan itulah yang memafhumkan kedua pihak.
Memang, apa pun pertimbangannya, pembebasan Basyir sungguh menyentakkan.
Wajar pula jika banyak yang bersependapat dan yang mendebat. Yang
bersetuju membenarkan alasan kemanusiaan dan bahkan bisa mengurangi
tindak kejahatan terorisme. Yang menolak beralasan pembebasan itu akan
merusak tatanan hukum kita.
Saya juga termasuk yang terperanjat. Pertama, Ba’asyir menolak mengakui
Pancasila sebagai dasar negara sebagai syarat pembebasan. Kedua, dalam
debat calon presiden sehari sebelumntya, Jokowi-Amin punya pandangan
tegas seperti tak ada kompromi pada terorisme. Mereka akan memberantas
terorisme sampai ke akar-akarnya.
Ketiga, Yusril ialah penasihat hukum calon presiden/wakil presiden Joko
Widodo-Maruf Amin, terlalu kentara neraca politisnya betapa pun
pembebasan itu dimaklumatkan soal kemanusiaan. Keempat, risikonya pasti
dikecam banyak negara. Jokowi mengambil risiko itu.
Saat Yusril menyampaikan informasi pembebasan itu kepada Ba’asyir di
Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sindur, Bogor, Jumat (18/1), kekerasan
hati Ba’asyir juga mencair. Wajahnya terlihat berseri-seri ia
berseloroh, ”Tidak takut teroris?” katanya kepada wartawan yang
meliputnya. Ba’asyir mengucapkan syukur ke hadirat Allah dan berterima
kasih kepada semua pihak yang telah mengambil inisiatif pembebasannya.
”Pak Yusril ini saya kenal sejak lama. Beliau ini orang berani
sehingga banyak yang memusuhinya. Tetapi, saya tahu, beliau menempuh
jalan yang benar,” puji Ba’asyir.
Jokowi memang tipe pemimpin yang kadang naif. Namun, langkahnya kerap
tak terduga. Ia kerap menyelesaikan masalah dengan tak sungkan
mendatangi lawan. Ketika berlangsung aksi 212 di area Monas, ia putuskan
bergabung. Dalam hujan ia berjalan kaki dari Istana ke lokasi aksi.
Bersama Jusuf Kalla dan sejumlah menteri, ia salat Jumat bareng mereka.
Yang membuat kita terpana ialah terpilihnya Ketua Umum MUI Ma’ruf Amin
sebagai calon wakil presiden. Pilihan akan ulama nomor satu dari sisi
struktural, tak hanya menepis ia antiulama, tapi bahkan bisa bekerja
sama. Kita tahu, Maruf dan MUI ialah pemantik lahirnya aksi 212 dengan
fatwa penodaan agama. Jokowi ingin memberi pesan, ia punya persamaan
dalam beberapa hal dengan Ahok, tetapi juga tak selalu dalam sebuah
’keranjang’.
Dari banyak cerita, Jokowi selalu mendatangi daerah yang dinilai rawan.
Salah satu misalnya ialah Kabupaten Nduga, di Papua. Ia pergi lokasi itu
meski pihak keamanan tak mengizinkannya. Jokowi seolah ingin mengatakan
tak boleh ada daerah di Republik ini yang tak aman. Adalah tugas polisi
dan TNI memastikan daerah itu tak rawan.
Kekuatan Jokowi memang pada kesabarannya ’menaklukkan’ lawan. Putar saja
ingatan kita ketika jadi Jokowi Wali Kota Solo. Ia tahan berbulan-bulan
mengundang makan siang para pedagang kaki lima ke lokasi khsusus. Ia
cium tangan Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo yang mengatai Jokowi bodoh
karena perbedaan dalam sebuah proyek (Saya tak tahu bagaimana kalau kini
Bibit bertemu Jokowi).
Akan halnya merapatnya Yusril Ihza ke Jokowi-Amin, pastilah kekuatan
lawan berkurang lagi. Panggung Yusril dan (mungkin plus PBB) yang semula
redup kini hidup lagi. Namun, Yusril, seperti disebut Ba’asyir, sebagai
tokoh yang berani. Ia punya banyak informasi tentang kubu lawan dan
Yusril bisa mengungkapkannya dengan terbuka.
Bukti konkret tafsir akan Ba’asyir dan yang lain-lain, salah satunya,
ya, 17 April nanti. Pastilah ini jadi penantian yang mendebarkan.