Tembok besar Tiongkok itu ada bagian yang hanya dibangun untuk menghambat
pasukan musuh saja, tidak sehebat dan selengkap tembok besar Tiongkok dekat
Beijing yang dibangun oleh Jendral Qi Qiguang di masa dinasti Ming. Kalau
tembok besar yang dibangun oleh Qi Jiguang memang luar biasa besar, kuat.
Qi Jiguang ahli silat, dia melatih pasukannya, yang seorang dengan senjata
panjang, yang disebelahnya dengan senjata pendek melawan samurai Jepang
yang ditahan oleh senjata panjang, dan Jepangnya ditikam oleh tentaranya Qi
Jiguang dengan senjata pendek. Dengan cara ini dia dapat menghancurkan
perompak Jepang yang ditakuti.https://id.wikipedia.org/wiki/Qi_Jiguang
Qi Jiguang
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian

Qi Jiguang
Qi Jiguang (戚继光; pinyin: Qī Jìgūang; 12 November 1528-5 Januari 1588)
adalah jendral dan pahlawan nasional Tiongkok semasa Dinasti Ming. Dia
terkenal karena kepahlawanannya melawan bajak laut Jepang di pesisir timur
Tiongkok, juga karena jasanya memperkuat pertahanan Tembok Besar.

•
Riwayat hidup[sunting | sunting sumber]
Kehidupan awal[sunting | sunting sumber]
Lahir di Luqiao, Shandong dari keluarga bertradisi militer, leluhurnya
adalah jendral yang turut membantu Zhu Yuanzhang (pendiri Dinasti Ming) dan
gugur dalam perang. Setelah Dinasti Ming berdiri, Zhu Yuanzhang
menganugerahi keluarga Qi pos komando di Dengzhou (sekarang distrik
Penglai).
Ayahnya, Qi Jingtong, adalah seorang pejabat militer yang jujur dan
bermartabat, dia mendidik anak-anaknya dengan moral dan disiplin yang
ketat. Ketika ayahnya meninggal, Qi Jiguang otomatis mewarisi pos komando
Dengzhou, waktu itu ia baru berumur 17 tahun. Dia lalu menikah dengan
seorang wanita bermarga Wang yang sangat membantunya mengurus rumah tangga
karena waktu itu saudara-saudaranya yang lain masih muda. Selain memperkuat
pertahanan laut di daerahnya, dia juga pernah memimpin pasukannya
mempertahankan Jizhou, daerah barat daya Beijing dari serbuan suku Mongol
sekitar tahun 1548 sampai 1552.
Pada umur 22 tahun, dia pergi ke ibu kota dan mengikuti ujian militer
kerajaan. Saat itu suku Mongol yang telah terusir dari daratan Tiongkok
berusaha merebut kembali kekuasaan, dipimpin oleh Altan Khan mereka
menembus perbatasan utara dan mengepung Beijing. Para peserta ujian
kemiliteran dikerahkan untuk mempertahankan ibu kota. Dalam kesempatan
itulah Qi mempertunjukan keberanian dan keahlian militernya yang
mengakibatkan mundurnya tentara Mongol kembali ke utara.
Pertempuran melawan bajak laut Jepang[sunting | sunting sumber]

Peta serbuan bajak laut Jepang terhadap Tiongkok dan Korea pada masa Qi
Jiguang
Tahun 1553, Qi dipromosikan sebagai asisten komisaris militer regional
Shandong untuk menahan serangan bajak laut Jepang. Dia meningkatkan
disiplin tentaranya dan memperkuat pertahanan daerah itu. Bajak laut Jepang
melihat kuatnya pertahanan di Shandong terpaksa mengalihkan sasarannya ke
selatan, mencari sasaran yang lebih lemah.
Musim gugur tahun 1555, pemerintah memindahkan Qi ke Zhejiang dimana bajak
laut Jepang bersekongkol dengan para penguasa setempat yang korup menindas
rakyat. Bersama dua jendral lainnya, Yu Dayou dan Tan Lun, Qi memenangkan
pertempuran di Cengang pada tahun 1558. Selanjutnya, pasukannya juga
melancarkan serangan-serangan mematikan terhadap para bajak laut di Taozhu,
Haimen, dan Taizhou.
Setelah situasi di Zhejiang diatasi, Qi mulai menyeleksi ulang pasukannya
karena menyadari kebobrokan tentara Ming yang rendah disiplin dan semangat
tempurnya lemah. Dia lalu mengajukan permohonan pada kaisar untuk merekrut
3000 orang yang akan dilatihnya menjadi tentara yang unggul.
Perekrutan dan pelatihan tentara[sunting | sunting sumber]
Tahun 1559, usulnya baru diterima setelah tiga kali diajukan. Dia lalu
mulai mencari calon serdadu di Yiwu, Yongkang, dan tempat-tempat lainnya.
Para pendaftar diseleksi dengan ketat, kebanyakan yang terpilih adalah
buruh-buruh tambang dan petani karena Qi percaya orang-orang seperti ini
lebih jujur dan pekerja keras. Dia juga mengawasi pembangunan 44 kapal
perang dengan berbagai ukuran dan variasi untuk persiapan melawan bajak
laut.
Para calon tentara harus mengikuti empat program pelatihan yang
dirancangnya, yaitu:
• Program pendidikan, disini Qi menanamkan kesadaran di antara mereka bahwa
kewajiban tentara adalah melindungi rakyat dan mempertahankan negara.
Selama mereka membunuh musuh, mematuhi hukum militer, dan tidak menyusahkan
rakyat mereka akan didukung rakyat.
• Pelatihan ilmu beladiri, mereka dilatih untuk mempertahankan diri dan
berkelahi di medan perang. Pemakaian senjata disesuaikan dengan umur,
tinggi dan kondisi tubuh. Dalam latihan fisik, mereka berlatih dengan
memakai baju perang dan memikul beban untuk membentuk tubuh, lengan mereka
dikuatkan dengan mengangkut beban yang lebih berat dari senjatanya, kaki
mereka dikuatkan dengan berlari jarak jauh dengan kantung pasir terikat di
kaki.
• Pembentukan formasi perang. Qi menciptakan formasi Yuanyang berdasarkan
kondisi setempat dan kebiasaan bertempur bajak laut Jepang. Formasi ini
menggunakan senjata pendek dan panjang, serta menggabungkan siasat
menyerang dan bertahan. Perubahan formasi disesuaikan situasi dan kondisi.
• Disiplin militer. Qi memerintahkan agar semua aturan disusun dalam buku
pedoman yang harus dihafal semua tentaranya. Hadiah dan hukuman diberikan
sesuai kebutuhan. Qi berpesan pada mereka agar jangan berlindung di rumah
rakyat walau terancam mati beku, jangan merampas walau terancam mati
kelaparan. Jangan merusak ladang, membakar rumah, memperkosa, merampok dan
membunuh tawanan perang.
Qi sendiri selalu memberi contoh yang baik pada tentaranya dan selalu
berbagi suka dan duka. Ia memerintahkan para perwiranya agar selalu berada
bersama pasukannya dalam keadaan sesulit apapun. Dia bahkan pernah
menghukum mati seorang bawahan yang masih kerabatnya karena melanggar
disiplin militer. Melihat teladan yang baik itu, rakyat dan tentara pun
bersatu hati dan pikiran.
Pertempuran final melawan bajak laut[sunting | sunting sumber]
Setelah kekalahan di Zhejiang, bajak laut menderita kerugian 5000an jiwa.
Pamor pasukan Qi meningkat baik di kalangan rakyat maupun musuh. Terusir
dari Zhejiang, para bajak laut mengalihkan sasarannya ke Fujian dimana
lebih dari 10.000 bajak laut membentuk pertahanan di daerah pesisir dari
Fu’an di utara hingga ke Zhangzhou di selatan. Juli 1562, Qi memimpin 6000
pasukan elitnya ke Fujian. Dalam waktu dua bulan, mereka menghancurkan tiga
sarang bajak laut di Hengyu, Liutian dan Lindun.
Namun tentaranya juga menderita kerugian korban jiwa yang cukup besar
karena perang dan wabah penyakit. Setelah gangguan bajak laut di Fujian
teratasi, Qi kembali ke Zhejiang untuk menata ulang pasukannya. Bajak laut
Jepang memanfaatkan kesempatan ini untuk menyerang Fujian lagi, kali ini
mereka berhasil menduduki Xinghua (sekarang Putian). April 1663, Qi
memimpin 10.000 tentaranya ke Fujian dan merebut kembali Xinghua. Setahun
kemudian, kemenangan berturut-turut atas bajak laut menandakan masalah di
Fujian teratasi. Pertempuran terakhir yang menentukan dengan bajak laut
terjadi di pulau Nan’ao, dekat perbatasan Fujian dan Guangdong pada
September 1565. Disana Qi bekerjasama lagi dengan rekan lamanya, Yu Dayou
menghancurkan sisa-sisa bajak laut Jepang yang bersekongkol dengan bajak
laut Tiongkok.
Tugas di perbatasan utara dan hari-hari terakhir[sunting | sunting sumber]
Setelah mengatasi bajak laut Jepang, Qi dipanggil ke Beijing untuk
dipindahkan ke utara memperkuat pertahanan Tembok Besar, khususnya di
Shanhaiguan dan Juyongguan. Dia membangun menara-menara jaga di sepanjang
tembok besar. Setelah dua tahun pembangunan, akhirnya menara-menara jaga
selesai dibangun sehingga pertahanan utara semakin kuat. Selama 16 tahun Qi
bertugas di pos itu tidak pernah ada seorang Mongolpun berani menerobos
perbatasan.
Qi juga ambil bagian dalam pelatihan militer selama sebulan penuh untuk
100.000 tentara selama musim dingin tahun 1572. Buku kemiliteran yang di
tulisnya berdasarkan pengalaman-pengalamannya, Catatan Pelatihan Militer
menjadi referensi berharga bagi pemimpin-pemimpin militer setelahnya.
Tahun 1583, Qi dipensiunkan dari tugasnya menjaga perbatasan utara dan
mendapat tugas menjaga pos tidak penting di Guangdong. Kesehatannya yang
memburuk memaksanya mengundurkan diri dan pulang ke kampung halaman. Tahun
1588 pahlawan besar itu akhirnya wafat sehari sebelum tahun baru Imlek.

Latar belakang sejarah[sunting | sunting sumber]
Situasi dalam negeri[sunting | sunting sumber]
Qi lahir pada masa pemerintahan Kaisar Jiajing dari Dinasti Ming (Zhu
Houcong) yang terobsesi dengan Taoisme. Sang kaisar banyak menghabiskan
waktunya dalam mencari cara untuk hidup abadi dan seorang yang gila harta.
Hampir semua urusan administrasi negara, termasuk urusan militer ditangani
oleh perdana mentrinya, Yan Song, salah satu pejabat terkorup dalam sejarah
Tiongkok. Setiap tahunnya, seperenam dari anggaran militer dimasukkan ke
kantongnya sendiri. Akibatnya proyek-proyek militer banyak yang terhambat
dan desersi merajarela.
Ketika Qi mengambil alih jabatan komandan di Shandong, dia hanya memiliki
kurang dari 10.000 orang, padahal catatan resmi mencatat ada 30.000 orang.
Para desertir ini kebanyakan adalah orang-orang muda dan kuat namun tidak
disiplin, mereka buas seperti serigala dan harimau terhadap rakyat jelata,
tapi nyali mereka ciut dan kabur seperti tikus kalau bertemu musuh.
Pembangunan fasilitas militer juga banyak yang terbengkalai.
Yan Song bersama kroni-kroninya yang sama-sama korup menyingkirkan siapapun
yang tidak tunduk pada mereka. Mereka juga menyalahkan orang lain atas
ketidakbecusan diri sendiri, terutama orang-orang yang dianggap mengancam
kedudukan mereka. Setelah kemenangan di Cengang, jasa Qi bukan saja tidak
dihargai, dia bahkan hampir dipecat karena difitnah berkomplot dengan bajak
laut Jepang.
Bajak laut Jepang[sunting | sunting sumber]
Disaat yang sama Jepang sedang dalam masa kacau karena perang saudara, masa
itu dikenal dengan periode Sengoku/negara-negara berperang. Para samurai
yang kalah perang dan kehilangan wilayah akhirnya menjadi bajak laut dan
sering merampok di daerah pesisir timur Tiongkok. Hal ini sangat mengganggu
perdagangan dan ekonomi Tiongkok, rakyat pun resah karena mereka selalu
dihantui pembantaian dan perampokan. Upaya yang dilakukan orang-orang
Tiongkok seperti Qi Jiguang cukup efektif untuk memberantas kekacauan yang
dilakukan mereka. Namun masalah ini baru benar-benar beres ketika Jepang
mulai memasuki periode Azuchi-Momoyama dimana situasi disana mulai stabil
dan dan bajak laut berkurang.
Konflik dengan Mongol[sunting | sunting sumber]
Pemberontakan syal merah pimpinan Zhu Yuanzhang melawan Dinasti Yuan pada
pertengahan abad 14 berhasil mengusir Mongol kembali ke utara keluar dari
Tembok Besar. Sejak saat itu Dinasti Ming berdiri. Namun, Zhu tidak
membasmi Mongol secara tuntas sehingga mereka masih menjadi gangguan di
perbatasan utara Tiongkok selama 200 tahun ke depan. Ketika Qi sedang
mengikuti ujian kerajaan di Beijing tahun 1550, Altan Khan, pemimpin sayap
kanan dari Mongolia Timur menerobos pertahanan utara dan hampir menduduki
Beijing. Tahun 1571, pemerintah Tiongkok menganugerahkan gelar Adipati
Shunyi padanya dan menjalin hubungan dagang dengan mereka. Baru setelah itu
Altan Khan melarang anak buahnya menyerang perkampungan orang Tiongkok.
Namun pemimpin sayap kiri Mongol, Jasaghtu Khan mencoba menguji pertahanan
Qi Jiguang, namun tidak berhasil.
Warisan[sunting | sunting sumber]
Buku-buku karya Qi Jiguang[sunting | sunting sumber]
Qi menulis dua buku tentang strategi kemiliteran berdasarkan pengalamannya
yaitu Ji Xiao Xin Shu (紀效新書) dan Catatan Pelatihan Militer (練兵實紀). Qi bukan
saja seorang jendral yang brilian, dia juga menulis banyak puisi dan prosa
yang disunting menjadi satu buku yaitu Koleksi Ruang Zhizhi yang dinamai
menurut nama ruang belajarnya selama bertugas di Jizhou.
Guang bing[sunting | sunting sumber]

Guang bing berisi sayur dan daging, jenis ini tidak mempunyai lubang di
tengahnya
Menurut legenda, ada sebuah kue dadar keras yang disebut guang bing (光餅
secara harafiah artinya kue guang) yang populer di provinsi Fujian, kue ini
dinamai sesuai nama Qi Jiguang. Ketika Qi memimpin tentaranya ke Fujian
tahun 1562, bajak laut Jepang yang mendengar namanya pun sudah takut
menghadapinya dengan taktik perang gerilya. Agar pasukan Qi bisa bertahan
berhari-hari dalam misi perburuan di medan yang sulit, rakyat Fujian
membuatkan untuk mereka kue berbentuk pipih seukuran kepalan tangan. Di
tengah kue itu diberi lubang agar bisa diuntai bersamaan sehingga mudah
dibawa-bawa. Untuk memperingati kemenangan pasukan Qi atas bajak laut
Jepang, kue ini dinamai guang bing.

Kirim email ke