Ttg masalah perpu juga dibahas dibanyak media , antara lain diacara TV berikut ini
==> https://youtu.be/rI5n5whksn8 <https://youtu.be/rI5n5whksn8> Andaikan perpu terbit, tidak bisa dipastikan masalah perbedaan pandangan antara DPR - Pemerintah dan Masayarakat selesai (Adian Napitupulu) Sikap Presiden thd tuntutan masyarakat ternyata lebih responsif dibandingkan dg sikap DPR, sehingga citra DPR semakin terpuruk, krn dianggap lebih menyuarakan kepentingan elite Oligarki dibandingkan kepentingan mayoritas rakyat. A.H. ------------------------------------------------------------------------ Gesendet mit der Telekom Mail App <https://kommunikationsdienste.t-online.de/redirects/email_app_android_sendmail_footer> --- Original-Nachricht --- Von: ChanCT sa...@netvigator.com [GELORA45] Betreff: [GELORA45] Fwd: Jokowi Diminta Terbitkan Perpu KPK, Jangan Tunduk Pada Partai ; Megawati Pantau Kemungkinan Jokowi Terbitkan Perpu KPK Datum: 07.10.2019, 14:36 Uhr An: GELORA_In -------- 轉寄郵件 -------- 主旨: Jokowi Diminta Terbitkan Perpu KPK, Jangan Tunduk Pada Partai ; Megawati Pantau Kemungkinan Jokowi Terbitkan Perpu KPK 日期: Mon, 7 Oct 2019 11:52:27 +0800 從: ChanCT <sa...@netvigator.com> <mailto:sa...@netvigator.com> 到: GELORA_In <GELORA45@yahoogroups.com> <mailto:GELORA45@yahoogroups.com> Jokowi Diminta Terbitkan Perpu KPK, Jangan Tunduk Pada Partai Reporter: Tempo.co Editor: Syailendra Persada Senin, 7 Oktober 2019 09:15 WIB [Mahasiswa membawa replika nisan KPK menggelar demo di sekitar Gedung DPR, Jakarta, Selasa, 1 Oktober 2019. Dalam aksi ini, mahasiswa juga mengenang dua mahasiswa dan seorang pelajar yang tewas saat mengikuti demo pekan lalu. TEMPO/Subekti.]Mahasiswa membawa replika nisan KPK menggelar demo di sekitar Gedung DPR, Jakarta, Selasa, 1 Oktober 2019. Dalam aksi ini, mahasiswa juga mengenang dua mahasiswa dan seorang pelajar yang tewas saat mengikuti demo pekan lalu. TEMPO/Subekti. TEMPO.CO, Jakarta - Kepada para tamu yang menemuinya di Istana Negara pada Kamis, 26 September 2019, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyampaikan kecemasannya jika menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (Perpu KPK <https://www.tempo.co/tag/perpu-kpk> ). Jokowi menyampaikan kekhawatirannya. Ia waswas Perpu KPK ditolak DPR ketika dibawa ke Senayan. “Saya kan tidak punya fraksi di DPR,” ujar Jokowi. Menimpali kerisauan Presiden, para tokoh berkelakar siap menjadi fraksi kesepuluh, di luar sembilan fraksi dari partai politik yang ada di DPR saat ini. “Kami siap mendukung Presiden tanpa pamrih,” ujar Mochtar Pabottingi, mantan peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, yang juga hadir di Istana seperti dikutip dari Majalah Tempo edisi 5 Oktober 2019. Seusai pertemuan dengan para tokoh, Jokowi menyampaikan kepada publik bahwa ia mempertimbangkan penerbitan Perpu KPK. “Kami akan segera menghitung dan memutuskan,” kata Jokowi. Tiga hari sebelumnya atau 23 September 2019, Presiden menyatakan Perpu KPK tak ada dalam opsinya. Menurut beberapa sumber, Jokowi sebenarnya sudah ingin menerbitkan Perpu KPK. Alasannya, ada beberapa pasal di dalam revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang tak sesuai keinginan dia. Dalam pertemuan dengan beberapa mantan pemimpin KPK di istana, Jokowi menyebut ada beberapa pasal dalam amandemen itu yang tak sesuai dengan keingin dia. Salah satu pasal yang dipersoalkan Jokowi adalah aturan soal penyadapan, yang wajib mendapat izin tertulis dari dewan pengawas sebelum dilakukan. Padahal, kata Jokowi kepada tamunya, yang dia maksud adalah penyadapan harus dilaporkan kepada dewan pengawas setelah selesai dilakukan alias post-audit. ADVERTISEMENT Menteri Sekretaris Negara Pratikno menyatakan menyiapkan rancangan perpu yang dimaksud. “Kami antisipasi keputusan Presiden,” katanya, Jumat, 27 September lalu. Jokowi juga dikabarkan meminta sejumlah orang menyiapkan rancangan. Salah satu rancangan perpu yang dibaca Tempo menyatakan Undang-Undang KPK yang baru dicabut dan dikembalikan ke undang-undang yang lama dengan sejumlah perubahan. Misalnya soal penghentian kasus yang mesti dilakukan dengan cara menuntut bebas terdakwa di pengadilan. Sayangnya, angin ini meredup setelah Jokowi bertemu dengan pimpinan partai politik pengusungnya dalam Pemilihan Presiden 2019 pada 30 September 2019. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan berpandangan Presiden Joko Widodo sebaiknya tak tergesa-gesa menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi atau Perpu KPK. Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan UU itu seharusnya dilaksanakan terlebih dulu, baru dievaluasi dan diubah jika efeknya negatif. Dia juga menyinggung bahwa pada awalnya Presiden Jokowi dan seluruh partai politik yang ada di Dewan Perwakilan Rakyat sudah satu suara melakukan revisi terhadap UU Nomor 30 Tahun 2002 itu. "Maka mengubah undang-undang dengan perpu sebelum undang-undang itu dijalankan adalah sikap yang kurang tepat," kata Hasto. Ketua Umum NasDem Surya Paloh sebelumnya bahkan mengatakan Presiden Jokowi melakukan kesalahan jika mengeluarkan Perpu KPK sementara proses uji materi UU KPK berlangsung di Mahkamah Konstitusi. Sebab, kata dia, Jokowi bisa dimakzulkan jika mengeluarkan perpu. Sementara itu, dukungan agar Jokowi tetap mengeluarkan Perpu KPK juga terus mengalir dari masyarakat. Pengamat politik, Syamsuddin Haris, menilai pandangan bahwa Presiden Joko Widodo atau Jokowi bisa dimakzulkan jika mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (Perpu KPK) adalah pemahaman yang salah. "Ada yang menghubungkan penerbitan perpu dengan impeachment, pemecatan presiden. Ini bukan hanya salah paham, tapi paham yang betul-betul salah," kata Syamsuddin di Hotel Erian, Jakarta, Ahad, 6 Oktober 2019. ADVERTISEMENT Syamsuddin mengatakan, orang yang mengeluarkan pandangan tersebut tidak paham konstitusi. Ia menjelaskan, prosedur pemberhentian presiden harus memenuhi adanya pelanggaran hukum yang mencakup pengkhianatan terhadap konstitusi negara, melakukan perbuatan tercela, kriminal, korupsi, penyuapan. Yang berhak melakukan penilaian itu bukan DPR, tapi Mahkamah Konstitusi. "Jadi konyol penerbitan perpu yang jadi otoritas presiden dihubungkan dengan impeachment," katanya. Hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) bahkan menunjukkan 76,3 persen publik setuju Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perpu KPK. Angka ini merujuk pada responden yang mengikuti isu perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (revisi RUU KPK). "Lebih dari tiga per empat publik yang tahu, setuju presiden mengeluarkan Perpu KPK," kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan di Hotel Erian, Jakarta, Ahad, 6 Oktober 2019. LSI melakukan survei opini publik mengenai Perpu KPK dan gerakan mahasiswa di mata publik. Survei dilakukan secara nasional pada 4-5 Oktober 2019. Responden dipilih secara acak dari responden survei LSI sebelumnya pada Desember 2018-September 2019 yang jumlahnya 23.760 orang dan punya hak pilih. Dari 23.760 responden, sebanyak 17.425 orang memiliki telepon. Kemudian, dari total responden yang memiliki telepon, LSI memilih sampel secara stratified random sampling. Sebanyak 1.010 orang berhasil diwawancarai. Responden diwawancarai lewat telepon. Toleransi kesalahan survei diperkirakan lebih kurang 3,2 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Berdasarkan jajak pendapat, sebanyak 59,7 persen responden mengikuti atau mengetahui berita tentang unjuk rasa mahasiswa yang memprotes sejumlah undang-undang. Dari 59,7 persen itu lah, sebanyak 86,6 persen mengetahui demonstrasi untuk menentang RUU KPK. Dari 86,6 persen, sebanyak 60,7 persen mendukung aksi mahasiswa memprotes RUU KPK. "Dalam konteks ini, publik sikapnya bersama mahasiswa yang menentang," ujarnya. Kemudian, dari 59,7 persen publik yang tahu revisi UU KPK, sebanyak 70,9 persen menyatakan revisi tersebut melemahkan KPK. Hanya 18 persen yang menyatakan bahwa revisi menguatkan lembaga antirasuah itu. Tim Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSAKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari melihat desakan para mahasiswa yang memberikan tenggat waktu untuk Presiden Joko Widodo segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) tentang Komisi Pemberantsan Korupsi (KPK) hingga 14 Oktober 2019, bukanlah desakan biasa. Apalagi, para mahasiswa itu bakal kembali turun ke jalan jika hingga 14 Oktober 2019 mendatang, Perpu KPK tak juga diterbitkan. "Saya pikir desakan itu serius karena presiden dianggap mereka tidak lagi berpihak kepada demokrasi. Bagi masyarakat dan mahasiswa, KPK itu harapan," ujar Feri melalui pesan teks, Senin, 7 Oktober 2019. Jika Presiden Jokowi segera menerbitkan Perpu KPK maka, kata Feri, bukan tidak mungkin masyarakat dan mahasiswa menganggap Jokowi telah menghidupkan kembali harapan itu, yakni KPK. "Maka dari itu harus segera diterbitkan dan jangan takut diancam partai," ucap Feri. Megawati Pantau Kemungkinan Jokowi Terbitkan Perpu KPK Reporter: Budiarti Utami Putri Editor: Syailendra Persada Senin, 7 Oktober 2019 09:23 WIB [Presiden Joko Widodo atau Jokowi, bersama dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri saat menghadiri acara perayaan hari ulang tahun PDIP ke-46 di Jiexpo Kemayoran, Jakarta, Kamis 10 Januari 2019. HUT PDIP ke-46 menjadi puncak konsolidasi ideologi, organisasi, politik, dan konsolidasi kader partai untuk memenangkan partai di pemilihan legislatif dan juga memenangkan pasangan Joko Widodo atau Jokowi dan Ma'ruf Amin di pemilihan presiden 2019. TEMPO/Subekti.] Presiden Joko Widodo atau Jokowi, bersama dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri saat menghadiri acara perayaan hari ulang tahun PDIP ke-46 di Jiexpo Kemayoran, Jakarta, Kamis 10 Januari 2019. HUT PDIP ke-46 menjadi puncak konsolidasi ideologi, organisasi, politik, dan konsolidasi kader partai untuk memenangkan partai di pemilihan legislatif dan juga memenangkan pasangan Joko Widodo atau Jokowi dan Ma'ruf Amin di pemilihan presiden 2019. TEMPO/Subekti. TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri memantau perkembangan kemungkinan Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (Perpu KPK <https://www.tempo.co/tag/perpu-kpk> ). Megawati disebut telah memanggil bekas Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly begitu mendengar kabar draf Perpu sedang disiapkan pemerintah. "Saya menjelaskan perkembangan pembahasan undang-undang di DPR," kata Yasonna ketika dikonfirmasi, dikutip dari Majalah Tempo edisi 5 Oktober 2019. Yasonna mengatakan memang sedang menghadiri sebuah acara di Bali, lalu diminta untuk menghadap Megawati. Mereka bertemu di sebuah restoran Jepang dan mendiskusikan kemungkinan Jokowi menerbitkan Perpu KPK. "Sikap partai kami tak berubah soal revisi itu. Sama seperti yang disampaikan oleh Pak Jokowi," kata dia. PDIP memang menjadi salah satu partai yang paling terang-terangan menolak Perpu. Partai banteng juga sebelumnya turut menjadi pengusul revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi itu. ADVERTISEMENT Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan UU itu seharusnya dilaksanakan terlebih dulu, baru dievalusi dan diubah jika efeknya negatif. Dia juga menyinggung bahwa pada awalnya Presiden Jokowi dan seluruh partai politik yang ada di Dewan Perwakilan Rakyat sudah satu suara melakukan revisi terhadap UU Nomor 30 Tahun 2002 itu. "Maka mengubah undang-undang dengan perpu sebelum undang-undang itu dijalankan adalah sikap yang kurang tepat," kata kata Hasto lewat keterangan tertulis, Sabtu, 28 September 2019. <http://www.avg.com/email-signature?utm_medium=email&utm_source=link&utm_campaign=sig-email&utm_content=emailclient> 不含病毒。www.avg.com <http://www.avg.com/email-signature?utm_medium=email&utm_source=link&utm_campaign=sig-email&utm_content=emailclient> <#DAB4FAD8-2DD7-40BB-A1B8-4E2AA1F9FDF2>