https://tirto.id/agoes-moesin-dasaad-dompet-berjalan-bung-karno-ctkN
11 November 1970
Agoes Moesin Dasaad, Dompet
Berjalan Bung Karno
Agoes Moesin Dasaad. tirto.id/Sabit
<https://tirto.id/agoes-moesin-dasaad-dompet-berjalan-bung-karno-ctkN>
Agoes Moesin Dasaad. tirto.id/Sabit
Oleh: Petrik Matanasi - 11 November 2018
Dibaca Normal 3 menit
/Kala bokek, Sukarno kerap minta uang pada kawan seperjuangannya yang
sudah jadi pengusaha sejak zaman kolonial./
tirto.id <https://tirto.id/> - Ketika berlayar dari Sulu, Filipina
bagian selatan ke Indonesia, dan akhirnya menetap di daerah Lampung,
usia Agoes Moesin Dasaad baru satu tahun. Beberapa sumber lokal menyebut
dia berdarah Lampung dari ayahnya, sedangkan ibunya keturunan bangsawan
Sulu, Filipina.
Menurut Peter Post dalam tulisannya "The Formation of the Pribumi
Business Elite in Indonesia, 1930s-1940s" di buku /Japan, Indonesia and
the War Myths and Realities /(1996), Dasaad lahir di Jolo pada 25
Agustus 1905.
Ayahnya seorang guru agama. Selepas sekolah dasar (1918), ia belajar di
Sekolah Dagang di Singapura hingga 1922. Di sana, ia sempat satu tahun
magang sebagai asisten pemegang buku di Loa Mock & Coy. Setelahnya, dia
berbisnis hasil bumi yang dibeli di sekitar Lampung dan Bengkulu yang
diangkut ke Palembang kemudian dikirim ke Jawa, Singapura, dan Filipina.
Menurut Mestika Zed dalam /Kepialangan Politik dan Revolusi Palembang
1900-1950/ (2003), pada 1921, Dasaad sudah memulai bisnisnya sejak
usianya masih belasan. Dia berniaga di sekitar Lampung dan Palembang,
juga melebarkan sayap ke Filipina bagian selatan. Menjadi seorang
usahawan membuatnya harus berpindah-pindah alamat. Ia tak hanya pernah
tinggal di kota-kota besar Indonesia, tapi juga di Singapura.
Perusahaan milik Dasaad ini “melebarkan jaringan operasi di Asia
Tenggara dan Zanzibar (Afrika) pada 1941. Cabangnya di Betawi, Bangil,
Surabaya, Cirebon, Solo, Lampung, Palembang, dan Bengkulu,” tulis
Mestika Zed. “Pedagang ini tercatat sebagai salah satu miliuner Sumatera
sampai dengan 1942. Cabang-cabang perusahaannya tersebar di berbagai
tempat di Indonesia.”
Perusahaan Dasaad, Dasaad Moesin Concern, tergabung dalam asosiasi
bernama Gaboengan Importeurs Indonesia (Gindo), yang kooperatif dengan
pemerintah kolonial dan mendapat banyak kemudahan dari otoritas Belanda.
Sebelum 1942, dia tercatat sebagai jutawan Sumatera dan termasuk
pengusaha besar sejak muda.
Donatur Sukarno di Zaman Susah
Sejak masih membesarkan usahanya, Dasaad juga memperhatikan dunia
pergerakan nasional. Meski berdarah Sulu, Filipina, dia juga berdarah
Indonesia dari pihak ayah. Leluhur dari garis ayahnya adalah orang
Menggala Lampung. Di masa pergerakan itu, Dasaad kenal baik dengan
lingkaran Mohammad Hatta. Pengusaha Ayub Rais, salah seorang donatur
Hatta, juga berkongsi dengan Dasaad. Menurut Mestika Zed, Hatta sendiri
pernah diberi posisi sebagai konsultan (penasihat) di perusahaan Dasaad.
Ketika Ayub Rais membikin usaha dagang dengan Jepang dalam Firma Malaya
Import Mij, Dasaad duduk sebagai direktur perusahaan. Jika Ayub Rais,
Djohan-Djohor, dan Abdoel Gani, berperan dalam mengongkosi lingkaran
pergerakan Hatta, maka Dasaad penting perangnya dalam lingkaran Sukarno.
Baca juga: Orang-Orang Tajir Penolong Sukarno-Hatta
<https://tirto.id/orang-orang-tajir-penolong-sukarno-hatta-csb9>
Sukarno tak melupakan Dasaad. Nama Dasaad berkali-kali disebut dalam
autobiografi Sukarno, /Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat/ (1964) yang
ditulis Cindy Adams. Sukarno ingat sekali detik-detik dia keluar penjara
pada 31 Desember 1931. Itu adalah pertemuan pertama Sukarno dengan
Dasaad yang kala itu masih berusia sekitar 26.
“Di pagi hari aku keluar dari penjara sebagai seorang bebas, seorang
laki-laki yang belum pernah kulihat sebelumnya, menggenggamkan kepadaku
dengan begitu saja uang empat-ratus rupiah, lain tidak karena aku tidak
mempunyai uang,” aku Sukarno.
Sukarno pun mengaku dia belum pernah mengembalikan uang 400 rupiah dari
Dasaad. Bahkan uang Dasaad terus mengalir untuk membantu Sukarno ketika
Sukarno sedang butuh.
Di masa pendudukan Jepang, saat bisnis suram karena Perang Pasifik,
hubungan Sukarno dengan Dasaad tetap berlanjut. Pengusaha yang sering
berpindah-pindah alamat ini tercatat sebagai satu-satunya pengusaha yang
bukan keturunan Tionghoa, Arab, maupun India yang duduk dalam Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Menurut MPB Manus dalam /Tokoh-tokoh Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia/ (1993), Dasaad di BPUPKI pernah menjadi
“ketua komisi pemungutan suara untuk memilih bentuk kerajaan atau
republik dalam perdebatan tentang bentuk negara yang akan didirikan itu.”
Baca juga: Peran BPUPKI dan PPKI di Seputar Hari Lahir Pancasila
<https://tirto.id/peran-bpupki-dan-ppki-di-seputar-hari-lahir-pancasila-cpMp>
Infografik Mozaik Agoes Moesin Dasaad
Membantu Republik
Setelah Republik Indonesia berdiri, Dasaad ikut bersama Republik
Indonesia. Dia sering menolong kaum pergerakan nasional. Dalam buku
biografi Sukarni berjudul /Sukarni Dalam Kenangan Teman-temannya/ (1986)
yang ditulis Sumono Mustoffa, tercatat bahwa “Dasaad kalau memberi cak
paling sedikit 5ribu-10ribu gulden. Ini lalu dibagi-bagikan kepada
kawan-kawan yang butuh biaya.”
Ketika Palang Merah Indonesia (PMI) terbentuk, Dasaad juga ikut serta.
Dia salah satu anggota PMI dan menjadi donatur yang penting. Menurut
kesaksian salah satu pendiri PMI dokter Bahder Djohan dalam /Bahder
Djohan Pengabdi Kemanusiaan/ (1980), Dasaad “memberikan bantuan dari
segala macam keperluan yang dibutuhkan oleh PMI di segala bidang."
Setelah Perang Dunia II selesai, perusahaan Dasaad menangani kontrak
pengiriman hasil pertanian Indonesia dengan Amerika Serikat—yang terkait
dengan pengusaha Yahudi Amerika Jacob Isbrandtsen. Perusahaan tersebut
menyediakan kapal Marthin Behrmann yang berlabuh di Cirebon. Kapal itu
meninggalkan Cirebon pada 7 Februari 1947 “dengan muatan sekitar 5000
ton getah karet, 400 ton gula, 500 ton kina dan 200 ton sisal dengan
tujuan New York.”
Sampai Jakarta, kapal itu disita Angkatan laut Belanda. Dasaad pun jadi
pengusaha yang paling dirugikan oleh aksi blokade laut Belanda itu.
Belanda dikecam. Otoritas Belanda pun menyimpan barang sitaan itu di
sebuah gudang di Pelabuhan Tanjung Priok. Gedung itu akhirnya terbakar
oleh tangan dua orang serdadu Koninklijk Landmacht (KL) alias Angkatan
Darat Belanda.
Ihwal Dasaad, Sukarno menyebutnya sebagai "seorang kapitalis-sosialis
yang paling kaya di Indonesia dan kawanku yang rapat.” Menurut Willem
Oltmans dalam /Bung Karno Sahabatku/ (2001), Dasaad sering terlihat di
istana Negara menemui Sukarno ketika Sukarno jadi Presiden. “Bila dana
pribadinya habis, dia minta tolong Dasaad,” tulis Oltmans.
Setelah turunnya Supersemar dan Sukarno makin terkucil, Dasaad tetap ada
di dekat Sukarno. Menurut Oei Hong Kian dalam /Peranakan yang Hidup
dalam Tiga Budaya/ dan Rosihan Anwar dalam /In Memoriam: Mengenang Yang
Wafat/ (2003), setiap dokter gigi Oei Hong Kian hendak memeriksa
kesehatan Sukarno, di Istana selalu ada Johannes Leimena dan Dasaad.
Agoes Moesin Dasaad meninggal pada 11 November 1970, tepat hari ini 48
tahun lalu.
==========
/Artikel ini pertama kali ditayangkan pada 26 Juli 2017. Kami melakukan
penyuntingan ulang dan menerbitkannya kembali untuk rubrik Mozaik./
Baca juga artikel terkait SEJARAH INDONESIA
<https://tirto.id/q/sejarah-indonesia-dwA?utm_source=internal&utm_medium=lowkeyword>
atau tulisan menarik lainnya Petrik Matanasi
<https://tirto.id/author/petrikmatanasi?utm_source=internal&utm_medium=topauthor>
(tirto.id - Humaniora)
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Ivan Aulia Ahsan
Dasaad adalah pengusaha kaya yang sering menyumbang Sukarno dan tokoh
pergerakan lain.