Laporan dari China
Asosiasi Islam Xinjiang desak AS hentikan politisasi agama
 Selasa, 3 November 2020 16:10 WIB
 
Pelajar dari etnis Uighur mempelajari Alquran dan Hadis di Institut Islam 
Xinjiang di kampus utama di Kota Urumqi, Daerah Otonomi Xinjiang, Kamis 
(03/01/2019). Lembaga tersebut difasilitasi pemerintah China untuk mencetak 
para imam yang bebas dari pengaruh radikalisme dan ektremisme. ANTARA/M. Irfan 
Ilmie

Oleh karena itu kami sangat berterima kasih atas bantuan pemerintah untuk 
memperbaiki bangunan masjid yang rusak dan memperbaiki akses jalan serta 
melengkapi masjid dengan fasilitas air bersih, listrik, gas, dan alat komunikasi
Fuzhou (ANTARA) - Asosiasi Islam Xinjiang, China, mendesak Amerika Serikat 
segera menghentikan politisasi isu-isu agama karena tidak sesuai fakta 
dijaminnya kebebasan beribadah di daerah otonomi yang mayoritas penduduknya 
beretnis Muslim Uighur itu.

Pernyataan tersebut tercantum pada bagian akhir laporan Asosiasi Islam Xinjiang 
yang dirilis pada Selasa untuk menanggapi tuduhan-tuduhan AS atas kebebasan 
beragama di daerah paling barat daratan Tiongkok itu.

Laporan mirip dengan buku putih tersebut terdiri dari empat bab yang mencakup 
kebebasan memeluk agama dijamin penuh oleh negara, aktivitas keagamaan berjalan 
dengan tertib, pencegahan ekstremisme berkedok agama, dan meningkatnya kerja 
sama asosiasi tersebut dengan organisasi Islam di dunia.

Puasa, pernikahan, permakaman, dan ritual ibadah lainnya sangat dihormati di 
Xinjiang. Restoran dan kantin makanan halal mudah dijumpai di kantor 
pemerintahan, instansi pelayanan publik, kantor swasta, dan sekolahan, demikian 
laporan tersebut.

Selama bulan suci Ramadhan tahun ini yang bersamaan dengan merebaknya COVID-19, 
pemerintah telah mengirimkan beberapa staf ke masjid-masjid untuk mengukur suhu 
tubuh anggota jamaah, membagikan masker, obat-obatan, disinfektan, teh, kopi, 
buah-buahan untuk sajian takjil.

Asosiasi juga telah melakukan publikasi terjemahan kitab suci Alquran dan 
hadis-hadis shahih Bukhari-Muslim dalam bahasa Mandarin, Uighur, Kazakh, dan 
Kirgiz.

Demikian halnya dengan buku-buku Islam kuno, seperti Tarikh Nabi, juga terdapat 
dalam katalog buku-buku langka di China.

Pemerintah China juga telah mendonasikan pembangunan kampus Xinjiang Islamic 
Institute berikut delapan cabangnya di Urumqi, Ili, Changji, Turpan, Aksu, 
Kizilsu, Kashgar, dan Hotan yang nilainya lebih dari 100 juta yuan yang rampung 
secara keseluruhan pada September 2017.

Lembaga pendidikan Islam tersebut telah meluluskan 4.000 orang dari berbagai 
jenjang pendidikan mulai dari SMP, SMA, sarjana, hingga magister.

Dalam hal politik, lebih dari 1.400 tokoh dari berbagai etnik di Xinjiang telah 
ditunjuk sebagai perwakilan dan anggota Kongres Rakyat (DPR) dan Majelis 
Pertimbangan Politik Rakyat China (MPR) sehingga bisa menyampaikan aspirasi 
kelompok etnisnya kepada pemerintah.

Masjid menjadi sangat penting bagi umat Islam dalam menjalankan perintah agama.

"Oleh karena itu kami sangat berterima kasih atas bantuan pemerintah untuk 
memperbaiki bangunan masjid yang rusak dan memperbaiki akses jalan serta 
melengkapi masjid dengan fasilitas air bersih, listrik, gas, dan alat 
komunikasi," demikian Asosiasi Islam Xinjiang.

Dalam laporan tersebut disingggung pula kunjungan tokoh-tokoh Islam dari 
berbagai negara, seperti Rusia, Kazakhstan, Uzbekistan, Afghanistan, Indonesia, 
Malaysia, dan negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OIC) lainnya.

Sejak 2001, lebih dari 70 pelajar Islam asal Xinjiang dikirim ke Universitas Al 
Azhar Mesir dan Pakistan International Islamic University untuk memperdalam 
ilmu agamanya agar bisa memberikan pengajaran kepada para juniornya di Xinjiang 
dengan baik.

Baca juga: China klarifikasi pernyataan Pompeo soal komunitas Muslim Uighur

Baca juga: Di hadapan tokoh NU, Pompeo tuding China sebagai ancaman umat 
beragama
  
Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Fardah Assegaf

Kirim email ke