Bangkitnya 'pulau hantu' di Hong Kong


  
|  
|   
|   
|   |    |

   |

  |
|  
|    |  
Bangkitnya 'pulau hantu' di Hong Kong - BBC Indonesia
 Di timur laut Hong Kong, sebuah pulau yang awalnya diabaikan kini hidup 
kembali setelah berpuluh tahun menyendiri.  |   |

  |

  |

 

   
   - 7 jam lalu
KirimHak atas fotoKATE SPRINGERDi timur laut Hong Kong, sebuah pulau yang 
awalnya diabaikan kini hidup kembali setelah berpuluh tahun menyendiri.Kota 
padat Hong Kong bukanlah tempat pertama yang Anda harapkan untuk menemukan 
pulau yang ditelantarkan. Tetapi di sudut sunyi distrik Sai Kung, sekitar 25km 
timur laut dari pusat Hong Kong, sebuah pulau kecil menawarkan kesempatan 
langka untuk mengintip masa lalu. Lebih dikenal dengan sebutan 'Pulau Hantu'. 
Yim Tin Tsai adalah pulau yang subur dan hijau - yang dipadati dengan 
rumah-rumah berlumut.   
   - Foto-foto keren tentang membaca buku di seluruh dunia
   - Mengapa begitu banyak bunga bangkai mekar pada 2016?
Pulau ini dulunya adalah rumah bagi komunitas Hakka, sebuah klan yang 
bermigrasi dari Cina utara berabad-abad lalu. Mereka menetap di pulau kosong 
dan mendulang garam untuk bertahan hidup. Bahkan, Yim Tin Tsai berarti 
'pendulangan garam kecil' dalam bahasa Kanton.Ketika industri ini ditutup lebih 
dari 100 tahun yang lalu karena kalah saing dengan produksi Vietnam dan Cina, 
mayoritas warganya beralih menjadi petani, nelayan, dan peternak.Hak atas 
fotoKATE SPRINGERImage captionPulau ini dipenuhi denan rumah-rumah lapuk.Ketika 
populasi mencapai puncaknya pada 1940-an, diperkirakan ada sekitar 500 hingga 
1.200 orang hidup di pulau itu. Tapi pada 1960-an, semakin banyak keluaga pergi 
untuk mengakses pendidikan di luar sekolah dasar yang ditawarkan desa. Mereka 
pindah ke Kowloon atau bahkan semakin jauh ke Inggris.Warga desa terakhir di 
Yim Tin Tsai pindah pada tahun 1990-an dan beberapa tahun sesudahnya, pulau itu 
kosong dengan rumah-rumah yang ditinggalkan semakin lapuk.Tapi bagi beberapa 
warga desa, pulau ini melambangkan sesuatu yang istimewa - sisi unik sejarah 
Hong Kong dan budaya yang seharusnya tak dilupakan.Hak atas fotoKATE 
SPRINGERImage captionYim Tin Tsai awalnya adalah rumah bagi komunitas Hakka.
Awal yang baru
Jika turis mengunjungi Yim Tin Tsai sepuluh tahun lalu, mereka tidak akan 
menemukan apapun selain rumput-rumput yang tumbuh liar, rumah-rumah rusak, dan 
lapangan cokelat berdebu. Itu persis yang dilihat oleh perwakilan warga Colin 
Chan ketika dia datang ke pulau itu setelah 40 tahun kemudian."Saya datang ke 
sini untuk memperbaiki sesuatu yang terasa hilang," kata Colin. "Saya melihat 
bahwa pulau ini rusak dan saya sangat kecewa. Ini adalah tempat saya tumbuh. 
Ini adalah rumah ayah dan kakek saya."Leluhur Chan menetap di pulau ini lebih 
dari 300 tahun lalu. Sebagai generasi ke delapan, dia tinggal di Yim Tin Tsai 
hingga usia tujuh tahun, lalu pundah ke Sai Kung dan kemudian ke Inggris untuk 
sekolah."Waktu kecil, saya ingat berlari di pegunungan ini," katanya. "Saya 
rindu rasa pedesaan. Saya tidak menemukannya di tempat lain di Hong Kong - tapi 
itu masih terasa di sini."Hak atas fotoKATE SPRINGERImage captionPeninggalan 
jaman dahulu tersebar di mana-mana.Pada 1999, Colin terpilih sebagai perwakilan 
desa dan memulai misi panjangnya: membangkitkan lagi pulau itu. Dalam beberapa 
tahun awal, dia fokus membangun jejaring bekas warga pulau yang kini terpencar 
di seluruh dunia, berharap menciptakan komunitas dengan pemikiran yang sama 
tentang leluhur dan menjaring relawan yang bisa membangun kembali Yim Tin Tsai 
secara berkelanjutan.Momentum yang sebenarnya dimulai pada 2003 ketika Gereja 
Katolik mengkanonisasi Josef Freinademetz, seorang misionaris berpengaruh yang 
pernah hidup bersama warga desa di tahun 1800-an. Setelah berita itu tersebar, 
umat Katolik dari berbagai belahan dunia menandai pulau kecil itu sebagai 
tempat ziarah dan Colin ingin memastikan bahwa mereka yang datang diterima 
dengan tangan terbuka.
Museum yang hidup
Bersama komite yang beranggotakan 10 mantan penduduk, Colin menggalang dana 
untuk membangun pusat turis. Pada 2004, lembaga amal mendonasikan dana melalui 
Gereja Katolik untuk merenovasi kapel bersejarah di pulau itu. Dibangun pada 
1890 oleh para misionaris Katolik, ini adalah yang tertua di Hong Kong.Elegan 
dan sederhana, kapel berdinding putih itu memiliki jendela kaca yang bercahaya 
dan ruang doa yang kusyuk. Beberapa baris bangku kayu menghadap altar minimalis 
yang dibalut warna merah dan emas. Pada tahun 2005, Unesco Asia-Pacific 
Heritage Awards for Heritage Conservation menganugerahkan kapel itu dengan 
penghargaan.Termotivasi dengan pengakuian ini, warga desa mengkoordinir jadwal 
feri reguler yang memungkinkan pengunjung datang ke pulau itu dan memasang 
semacam pameran yang menunjukan sejarah unik wilayah itu. Mereka membuat rute 
jejak sejarah, merenovasi rumah leluhur Hakka, menciptakan museum keramik dan 
alat dapur, serta bahkan mulai membangun kebun organik.Hak atas fotoKATE 
SPRINGERImage captionKapel ini adalah salah satu yang tertua di Hong Kong."Saya 
ingin membuat pulau ini seperti museum yang hidup," kata Colin. "Sepuluh tahun 
lalu, orang-orang tidak terlalu berpikir tentang jejak sejarah dan 
pelestariannya. Mereka ingin menghasilkan uang dan membangun gedung tinggi. 
Tapi sekarang orang mulai menyadarinya."
Garamnya bumi
Setelah rangkaian renovasi yang sukses, komite mengalihkan fokus mereka ke 
pendulangan garam. Apa yang tadinya adalah lapangan kotor yang berdebu beberapa 
dekade lalu, kini berubah menjadi pendulangan garam yang beroperasi penuh, 
lengkap dengan pusat informasi pengunjung yang menjelaskan langkah-langkah 
pembuatan garam.Pada 2015, pendulangan garam ini meraih pengakuan UNESCO 
terkait konservasi sejarah industrial Hong Kong, yang diperkirakan dimulai pada 
2.000 tahun lalu.Hari ini, tempat produksi garam itu bergelimang sinar matahari 
dan dikelilingi oleh pohon bakau. Mereka tidak memproduksi cukup garam untuk 
terus dijadikan bisnis, tetapi sebagai satu-satunya pendulangan garam yang 
masih berfungsi di Hong Kong, tempat ini dimaksudkan sebagai sebuah 
nostaliga."Membuat kembali lapangan garam membuat saya sangat senang karena itu 
mendekatkan saya pada leluhur," kata Rosa Chan, pemandu tur dan generasi ke 
delapan pulau itu. "Sangat menyenangkan untuk dapat melakukan hal yang sama 
seperti yang dilakukan keluarga kami dulu, ratusan abad yang lalu."Hak atas 
fotoKATE SPRINGERImage captionPendulangan garam mendapat penghargaan dari 
UNESCO.Rosa hidup di pulau ini sampai usia 13 tahun dan kemudian pindah ke 
Kowloon City untuk sekolah. Kemudian dia pindah ke Inggris bersama keluarganya 
sampai pensiun."Ketika saya kembali ke Hong Kong, saya merasa kewajiban 
saya-lah untuk membantu," katanya. "Saat saya kembali, semuanya rusak. Dan 
tumbuhan meninggi. Rumput menggores kaki saya."Keluarganya pindah ketika dia 
masih muda untuk mencari kehidupan yang lebih baik, tetapi bagi Rosa, 
kehidupannya ada di pulau itu. "Saya merasa di rumah jika berada di alam," 
katanya. "Saya suka menangkap kepiting, memancing, alam membawa saya ke sini, 
saya tidak bisa melakukannya di Kowloon."Sekarang ini, dia mengunjungi pulau 
itu dua kali seminggu dari rumahnya di Kowloon untuk merawat kebun dan 
memberikan tur. Ada banyak pengunjung yang harus disambut: pulau dengan luas 
satu kilometer persegi ini kedatangan 34.000 pengunjung pada 2016, dan 
kebanyakan dari mereka ingin belajar soal pendulangan garam, mengeksplorasi 
jejak sejarah, mendaki bukit-bukit atau sekedar menemukan tempat sunyi untuk 
bermeditasi.Berjalan di desa, pengunjung bisa merasakan adanya kehidupan 
masyarakat lama. Ini berkat deretan rumah lapuk yang indah dengan atap dan 
fasad ubin ala Hakka. Dan meskipun banyak rumah-rumah desa masih rusak, Rosa 
tidak mau melewatkan pentingnya deretan jendela pecah itu."Anda bisa membaca 
artikel ini dalam bahasa Inggris berjudulHong Kong's ghost island atau artikel 
lain diHome
  
|  
|   
|   
|   |    |

   |

  |
|  
|    |  
Home
   |   |

  |

  |

 

Kirim email ke