-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>


https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2099-bantuan-sosial-berkeadilan



Rabu 26 Agustus 2020, 05:00 WIB 

Bantuan Sosial Berkeadilan 

Administrator | Editorial 

  PANDEMI virus korona yang hingga sekarang belum jelas ujungnya tak ayal 
telah memukul perekonomian masyarakat. Jutaan rumah tangga paling tidak 
mengalami pengurangan pendapatan, sebagian bahkan benarbenar kehilangan seluruh 
penghasilan. Benturan paling keras tentunya dirasakan oleh kelompok miskin. 
Maka, tepat bila untuk merekalah pemerintah menggelontorkan bantuan sosial 
pertama kalinya. Kini bantuan diperluas ke kelompok pekerja swasta 
berpenghasilan rendah, yakni di bawah Rp5 juta per bulan. Bahkan, belakangan 
bantuan langsung tunai yang disebut subsidi upah itu diputuskan mencakup para 
guru honorer. Keputusan yang patut kita apreasiasi karena menunjukkan kepekaan 
yang tinggi atas beban derita kelompok masyarakat yang nyaris luput dari 
perhatian. Anggaran sebanyak Rp37,87 triliun untuk 15,7 juta penerima telah 
siap. Tiap penerima akan mendapat subsidi upah yang dikirim langsung ke 
rekening mereka. Besarannya Rp600 ribu per bulan dan bakal diberikan pemerintah 
selama empat bulan. Hanya, demi ketepatan sasaran, pemerintah terpaksa menunda 
penyaluran bantuan yang sedianya dilakukan kemarin. Penyebabnya, validasi data 
penerima belum rampung. Pemerintah menjanjikan pencairan teralisasi pada pekan 
ini. Kehati-hatian pemerintah sedikit banyak dapat dimaklumi, mengingat karut 
marut ketika menyalurkan bansos bagi kelompok miskin. Meski begitu, hal itu 
sekaligus mengingatkan betapa krusialnya tertib pendataan sosial ekonomi 
masyarakat. Data yang amburadul membuat eksekusi kebijakan ikut kacau balau. 
Bansos salah sasaran, kemudian yang seharusnya menerima malah tidak masuk ke 
daftar sasaran. Bisa ditebak pertimbangan akurasi data sasaran pula yang 
membuat pemerintah membidik pekerja yang terdaftar sebagai peserta BPJS 
Ketenagakerjaan. Padahal, bila ditilik dari sisi keparahan dampak pandemi, para 
pekerja korban pemutusan hubungan kerja bisa jadi lebih memerlukan bantuan 
sosial. Terlebih ketika mereka pun luput dari daftar penerima bansos untuk 
kelompok miskin. Berdasarkan catatan Kementerian Tenaga Kerja, jumlah korban 
PHK hingga pertengahan tahun ini mencapai sedikitnya 3,5 juta orang. Bahkan, 
asosiasi industri menyodorkan angka dua kali lipat. Lalu, bagaimana pula dengan 
pekerja-pekerja informal berpendapatan rendah yang belum tercatat sebagai 
peserta BPJS Ketenagakerjaan? Ada peluang terjadinya irisan antara penerima 
subsidi upah dengan penerima bantuan sosial bagi kelompok miskin. Tentu saja, 
akan lebih baik bantuan yang tumpang tindih disalurkan ke sasaran lain yang 
juga layak. Oleh sebab itu, penting bagi pemerintah, baik di tingkat pusat 
maupun daerah, terus memperbaiki data sosial dan ekonomi masyarakat sembari 
merealisasikan bantuan. Evaluasi mutlak harus dilakukan di tengah jalan, bukan 
hanya ketika program telah rampung. Tidak bosan-bosannya pula kita mengingatkan 
agar pemerintah membuka selebar-lebarnya kanal pengaduan masyarakat sebagai 
salah satu sumber umpan balik. Kemudian, secara bertahap membentuk sistem 
pendataan sosial yang tertib dari tingkat daerah hingga ke pusat. Pembaruan 
data semestinya dilakukan lebih ke rap, bukan hanya setahun sekali karena 
pergerakan sosial ekonomi masyarakat begitu dinamis. Dengan kebiasaan baru 
tertib pendataan, kita dapat berharap penyaluran bantuan sosial yang 
berkeadilan bisa terwujud. Siapa tahu, korban PHK bisa segera mendapat giliran 
menerima bantuan.

Sumber: 
https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2099-bantuan-sosial-berkeadilan






Kirim email ke