Cerita para penyintas dari Balaroa
Jumat, 5 Oktober 2018 08:40 WIB
Cerita para penyintas dari Balaroa
Anggota Basarnas bersama TNI dan relawan membawa kantong berisi jenazah
korban gempa dan tsunami di Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah, Kamis
(4/10/2018). Basarnas bersama TNI dan relawan terus melakukan pencarian
serta evakuasi jenazah di wilayah tersebut. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
Palu, Sulawesi Tengah (ANTARA News) - Hampir seluruh wilayah Kelurahan
Balaroa di Kecamatan Palu Barat, Kota Palu, terkubur ketika tanah desa
itu amblas akibat gempa besar yang mengguncang wilayah Palu dan Donggala
pada 28 September.
Perumahan pertama di daerah itu, yang dibangun tahun 1980-an, pun tak
terhindar dari kemalangan. Demikian pula para penghuninya. Tak sedikit
warganya ikut terkubur bersama rumah dan harta benda mereka akibat
bencana itu.
Mereka yang selamat juga harus rela kehilangan anggota keluarga,
kerabat, teman dan sahabat, serta harta benda. Di antara para penyintas
dari Balaroa, ada anak empat tahun bernama Faiz, yang kehilangan teman
mainnya Aura saat gempa mengguncang Palu.
"Aura tertindih tembok besar dan kuat. Faiz enggak kuat. Kalau Faiz
kuat, Faiz mau bantu," kata Faiz, yang dirundung kesedihan.
Faiz bersama orangtuanya, Ikram dan Dian, serta anggota keluarga lainnya
berhasil menyelamatkan diri walau harus kehilangan tempat tinggal dan
anggota keluarga lain.
Dian (32) menceritakan saat gempa mengguncang dia bersama anggota
keluarga lainnya sedang berada di dalam rumah. "Di rumah ada sekitar
enam hingga delapan orang dan ada anak-anak kecil juga. Tapi, mama
mertua saya tidak tertolong," tutur Dian.
Ia menuturkan bagaimana guncangan bumi membuat tanah terbelah, kemudian
pohon, masjid dan bangunan lainnya bergerak ke samping, atas, bawah
seperti terbawa gelombang hingga akhirnya tertutup oleh tanah.
"Saat pergi menyelamatkan diri, saya berlari di bawah atap rumah orang,"
katanya.
Dalam upaya penyelamatan diri itu Dian dan buah hatinya yang paling
kecil sempat tertimpa atap. Faiz yang berlari di depan Dian spontan
berteriak meminta pertolongan orang-orang di sekitarnya ketika melihat
ibunya terjebak.
"Saat itu, Faiz berteriak mamanya tertinggal di bawah atap, akhirnya ada
warga yang menolong adiknya dulu baru, kemudian istri saya ditarik di
antara sela-sela atap rumah," kata sang ayah, Ikram (32).
Tapi upaya penyelamatan belum berakhir. Di tengah kebingungan mencari
arah, keluarga tersebut bersama warga lainnya harus lari menuju tempat
aman di tanah yang bergerak tak beraturan sambil menghindari bangunan
roboh dan api yang berkobar di sekitar mereka.
"Di sekeliling kami api menyala-nyala, tanah juga tidak beraturan, kami
lari terus, bahkan kami sampai terbawa oleh pergerakan tanah itu dari
lapangan ke arah masjid hingga ke lorong Kamboja, mungkin sejauh 300
meter," kata Ikram.
Setelah saat-saat luar biasa mencekam itu, keluarga Ikram berhasil
menyelamatkan diri.
Namun masih banyak warga desa dan penghuni perumahan lain yang menunggu
evakuasi. Dan tak sedikit yang sudah kehilangan nyawa di sana, terkubur
di bawah tanah balaroa bersama kenangan mengenai perumahan tertua di
Palu dan penghuninya.
*Baca juga:
Ketika gempa membuat ladang jagung menduduki Jono Oge
<https://www.antaranews.com/berita/755063/ketika-gempa-membuat-ladang-jagung-menduduki-jono-oge>
180 hektare area Petobo dan 202 hektare area Jono Oge ambles
<https://www.antaranews.com/berita/754702/180-hektare-area-petobo-dan-202-hektare-area-jono-oge-ambles>
Korban meninggal gempa-tsunami Palu-Donggala capai 1.558
<https://www.antaranews.com/berita/754903/korban-meninggal-gempa-tsunami-palu-donggala-capai-1558>*
Pewarta:Ricky Prayoga
Editor: Maryati
---
此電子郵件已由 AVG 檢查病毒。
http://www.avg.com