-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>


https://mediaindonesia.com/read/detail/314544-dukungan-perempuan-politik-kepada-pelaku-umkm



Rabu 20 Mei 2020, 07:20 WIB

Dukungan Perempuan Politik kepada Pelaku UMKM

Ririn Wulandari Pengurus DPP Kaukus Perempuan Politik Indonesia Dosen Magister 
Manajemen UMB | Opini
 
Dukungan Perempuan Politik kepada Pelaku UMKM

Dok. Pribadi

PARTISIPASI perempuan politik di parlemen saat ini mencapai 20,8%. Jumlah 
perempuan kepala daerah ialah 74 orang atau 6,83% dari total 1.084 orang.

Apakah keberadaan perempuan politik di legislatif dan eksekutif memberi 
pengaruh pada peningkatan kualitas perempuan pelaku usaha mikro, kecil, dan 
menengah (UMKM), terutama pada masa pandemi covid-19 ini?


Dampak covid-19

Covid-19 memorakporandakan tatanan sosial akibat ancaman kesehatan yang luar 
biasa dan mengguncang perekonomian global. Kesehatan dan ekonomi memang tidak 
bisa dipisahkan. Berbagai harapan dan prediksi bercampur menjadi satu.

Para ahli statistik memprediksi krisis ekonomi berakhir September 2021. Bahkan, 
bisa lebih lama jika beragam persoalan imbasan gagal diredam.

Pada triwulan pertama 2020, pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan tajam 
menjadi sebesar 2,97%. Hal ini tentu saja berdampak pada para pelaku usaha, 
utamanya pelaku usaha UMKM, mengingat jumlah UMKM di Indonesia mencapai 99,99%. 
Sisanya, sebesar 0,01% ialah pelaku usaha besar. Dari 62,9 juta UMKM, jumlah 
usaha mikro sebesar 98,7%, usaha kecil sebesar 1,203%, dan sisanya 0,0938% 
ialah pelaku usaha menengah.

Jumlah perempuan pewirausaha kategori UMKM sebesar 60% (2018), yakni 
kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB) hanya sebesar 9,1%. Hal 
tersebut disebabkan antara lain masih menggunakan pemasaran offline. Sementara 
itu, perkembangan tata sosial, keterbatasan waktu, perilaku konsumen mulai 
berubah menginginkan dan membutuhkan pembelian secara online.

Dari data IFC dan Usaid 2016, 47% perempuan UMKM tidak menggunakan teknologi 
untuk transaksi usahanya. Selain itu, juga disebabkan kurangnya modal dan peran 
ganda yang masih memberatkan geraknya.

Namun, semangat dan daya juang perempuan UMKM tidak kalah hebat jika 
dibandingkan dengan laki-laki. Seharusnya, dengan komposisi yang besar 
tersebut, sumbangan perempuan UMKM terhadap PDB juga besar. Dengan demikian, 
perlu upaya dan strategi yang jitu agar kontribusi perempuan UMKM secara 
kualitas sepadan dengan jumlahnya.

Dalam kondisi pandemi covid-19, yang mana terjadi perubahan perilaku sosial, 
termasuk melakukan transaksi, maka penggunaan information computer technology 
(ICT) antara lain berupa marketplace online dan media sosial menjadi tuntutan 
yang harus dipenuhi para pelaku usaha.

Konsumen dan masyarakat membatasi diri dalam melakukan pemenuhan kebutuhan 
sehari-hari. Mereka berupaya memenuhi protokol covid-19 dengan menjaga jarak 
dan mengontrol kebersihan diri dan lingkungan, termasuk memilih cara 
bertransaksi.

Perubahan tersebut menuju new normal, yaitu kondisi baru yang perlu diadaptasi 
menjadi sebuah kebiasaan, antara lain melakukan pembelian melalui online, 
e-commerce, atau dengan konsep ICT.

Kurangnya kemampuan penguasaan ICT oleh perempuan UMKM dalam menjalankan 
usahanya membuat penurunan pendapatan sekitar 30%- 70%. Kondisi ini tentu saja 
menggerus permodalan mereka.

Oleh karena itu, jika perempuan UMKM tidak secepatnya beradaptasi, akan 
berpengaruh terhadap usaha mereka. Bahkan, jika mereka merupakan tulang 
punggung keluarga, kondisi tersebut akan berdampak pada keberlangsungan 
kemapanan keluarga. Apalagi, jika kita mengukur pengaruhnya terhadap 
keseluruhan kontribusi UMKM terhadap PDB.


Perempuan politik

Perempuan politik, baik yang berada di pemerintahan, legislatif, maupun yang 
berperan sebagai pegiat politik, mengemban amanah untuk mewujudkan sustainable 
development goals (SDGs) dalam setiap ruang aktivitasnya.

Terdapat tiga tujuan SDGs, yaitu pertama, mengakhiri segala bentuk kemiskinan 
di semua negara mana pun. Kedua, mengakhiri segala bentuk kelaparan, mencapai 
ketahanan pangan, dan meningkatkan gizi serta mendorong pertanian secara 
berkelanjutan.

Ketiga, menjamin adanya kehidupan yang sehat serta mendorong kesejahteraan 
untuk semua orang di dunia pada semua usia.

Perempuan politik diharapkan dapat bersinergi bersama perempuan UMKM untuk 
bersama-sama mencapai tujuan SDGs melalui cara-cara di bawah ini.

Pertama, mengadvokasi lahirnya kebijakan publik berupa peraturan 
perundang-undangan yang berpihak pada keberadaan UMKM, khususnya perempuan 
pelaku UMKM. Perlu dipikirkan upaya terobosan yang dapat membuat perempuan 
pelaku UMKM tetap survival di masa pandemi covid-19 ini.

Kedua, menghilangkan hambatan dan keterbatasan dalam perkembangan UMKM, seperti 
hambatan permodalan. Upaya penyaluran modal dengan bunga lunak atau bahkan 
tanpa bunga perlu diperjuangkan untuk disalurkan kepada perempuan UMKM.

Perempuan politik dapat menggerakkan jaringannya hingga akar rumput untuk 
mengadopsi konsep Grameen Bank yang didirikan Muhammad Yusuf dari Bangladesh. 
Bahkan, dapat menggerakkan jaringan akar rumputnya untuk menjadi bantalan di 
masa pandemi covid-19 dengan imbauan membeli dan menggunakan produk UMKM.

Ketiga, memfasilitasi 47% perempuan UMKM yang belum menggunakan internet atau 
ICT dalam aktivitas usahanya untuk lebih melek teknologi. Bantu mereka agar 
mampu melakukan penjualan e-commerce dan survival dalam era new normal dengan 
penyelenggaraan pelatihan-pelatihan sederhana secara masif. Jika upaya tersebut 
dilakukan dengan kesungguhan dan tulus, tentu akan terbangun sinergi yang kuat 
antara perempuan politik dan perempuan pelaku UMKM.

Pada momen pileg atau pilkada, perempuan pelaku UMKM akan menentukan pilihannya 
secara tepat sehingga menempatkan perempuan politik yang dapat memperjuangkan 
kepentingan mengentaskan rakyat dari kemiskinan.

Lalu, memberikan kontribusi besar terhadap capaian PDB. Sebuah simbiosis 
mutualisme yang ciamik. Jadi, siapa bilang keberadaan perempuan politik tidak 
memberikan pengaruh pada pelaku UMKM?







Kirim email ke