---------- Forwarded message ---------

Date: Rab, 6 Feb 2019 pukul 19.58
Subject: : Memburu Pajak Hingga Ke Swiss

<http://www.sinarharapan.co/>
Memburu Pajak Hingga Ke Swiss Rabu , 06 Februari 2019 | 08:45


Para wajib pajak (WP) yang selama ini menyimpan dana dan asset mereka di
Swiss harus bersiap menghadapi kemungkinan pemeriksaan oleh aparat penegak
hukum dan pajak, setelah pemerintah RI menandatangani perjanjian Mutual
Legal Asistance (MLA) dengan otoritas negara itu. Aset yang kabarnya
mencapai ribuan trilyun rupiah tersebut bisa disita dan dirampas oleh
negara, bila terbukti sebagai hasil kejahatan.

Perjanjian setebal 39 pasal tersebut ditandatangani oleh Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly dan Menteri Kehakiman Swiss Karin
Keller-Sutter di Bernerhof Bern, Swiss, Senin. Isinya antara lain mengatur
bantuan hukum mengenai pelacakan, pembekuan, penyitaan hingga perampasan
aset hasil tindak kejahatan. Kesepakatan itu juga dapat digunakan untuk
memerangi kejahatan perpajakan.

"Perjanjian ini merupakan bagian dari upaya pemerintah Indonesia untuk
memastikan warga negara atau badan hukum Indonesia mematuhi peraturan
perpajakan Indonesia dan tidak melakukan kejahatan penggelapan pajak atau
kejahatan perpajakan lainnya", ungkap Yasonna.

Perjanjian tersebut menganut prinsip retroaktif yang memungkinkannya
menjangkau tindak pidana yang telah dilakukan sebelum berlakunya perjanjian
ini. Perjanjian MLA RI-Swiss ini merupakan yang ke-10, setelah sebelumnya
pemerintah menandatanganinya dengan dengan ASEAN, Australia, Hong Kong,
China, Korsel, India, Vietnam, UEA, dan Iran. Bagi Swiss, ini MLA yang
ke-14.

Swiss selama ini dikenal sebagai negara suaka pajak (*tax haven*) yang
sangat disukai pemilik dana, namun belakangan ini porsinya semakin menurun.
Menurut penelitian Gabriel Zucman (2017), yang dikutip Center for Indonesia
Taxation Analysis (CITA), alasan penurunan itu karena terungkapnya beberapa
skandal penggelapan pajak yang melibatkan perbankan Swiss.

Perjanjian MLA dengan beberapa negara merupakan rangkaian setelah
berlakunya Automatic Exchange of Information (AEoI) sejak tahun lalu. Lebih
100 negara telah memberlakukannya termasuk Indonesia. Kini tidak ada lagi
kerahasiaan bank karena petugas pajak dimungkinkan untuk melacak rekening
bank milik WP apabila terdapat indikasi membandel.

Perbankan tidak lagi bisa menolak dan melindungi nasabahnya bila aparat
pajak meminta informasi mengenai rekening wajib pajak. Pemerintah sempat
menggunakan momentum sebelum pemberlakuan AEoI tersebut dengan menerapkan
pengampunan pajak *(tax amnesty*) yang hasilnya cukup membantu penerimaan
negara.

Pemerintah ketika itu menyasar dana dan asset WP di luar negeri yang
diperkirakan mencapai Rp 10.000 Trilyun, namun realisasi pelaporannya hanya
sekitar separohnya. Kini dikabarkan dana dan asset WP asal Indonesia di
Swiss mencapai Rp 7.000 Trilyun hingga 11.000 Trilyun, yang diperkirakan
akan menjadi sasaran petugas pajak.

Apakah benar sebanyak itu? Informasi yang belum pernah diklarifikasi memang
memperkirakan jumlah asset yang sangat besar telah disimpan orang-orang
Indonesia disana. Namun apakah itu dana hasil korupsi atau kejahatan
lainnya, belum ada kejelasannya.

Kita, tentu saja,  mengapresiasi langkah pemerintah menandatangani MLA
dengan Swiss sebagai upaya legal untuk mengejar WP yang membandel. Apalagi
dalam kebijakan *tax amnesty* yang lalu, Swiss tidak termasuk lima negara
(Singapura, Virgin Islands, Hongkong, Cayman Islands, dan Australia) asal
deklarasi pajak. Dengan demikian potensi dana yang ada di negara itu memang
sangat besar.

Tentu saja bukan perkara mudah bagi pemerintah untuk melacak dana-dana
tersebut, apalagi membuktikannya sebagai hasil kejahatan. Pemerintah tentu
saja tidak bisa gegabah menelusuri dana-dana tersebut meskipun sudah ada
MLA dengan pemerintah Swiss. Bagaimanapun Swiss juga berkepentingan menjaga
kenyamanan para penyimpan dana agar tidak memindahkannya ke negara lain.

Kiranya perlu dipikirkan langkah lanjutan MLA yang lebih tegas dan tidak
hanya melibatkan aparat perpajakan. Pemerintah sudah menyatakan tidak ada
lagi kebijakan *tax amnesty*, maka pemilik dana di Swiss yang tidak
melaporkannya dalam SPT Pajak akan menghadapi sanksi lebih keras, termasuk
kemungkinan penyitaan oleh negara. Karenanya, aparat penegak hukum termasuk
KPK bisa dilibatkan untuk melacak dana-dana tersebut sehingga efektif dan
hasilnya bisa lebih maksimal.


Sumber Berita:Berbagai sumber
<http://www.sinarharapan.co/opinidaneditorial/read/6232/memburu_pajak_hingga_ke_swiss#comment>
<https://www.facebook.com/sharer/sharer.php?u=/opinidaneditorial/read/6232/memburu_pajak_hingga_ke_swiss>


Tags :






Next page <http://www.sinarharapan.co/pages/1>

Kirim email ke