Rizal Ramli Yakin Radikalisme Terus Digoreng Demi Tutupi Masalah Ekonomi
Senin, 28 Oktober 2019, 00:58 WIB

Laporan: Widian Vebriyanto


 Isu radikalisme seperti menjadi konsen utama pemerintahan Joko
 Widodo-Maruf Amin. Sejumlah menteri bahkan dengan tegas menyebut bakal
 fokus bekerja untuk menangkal radikalisme.
    

Salah satunya Menteri Agama Fachrul Razi. Mantan wakil panglima TNI itu
dengan tegas mengakui diberi tugas Presiden Jokowi untuk mencari
terobosan dalam menangkal radikalisme.

Bagi tokoh nasionalDR Rizal Ramli, isu radikalisme yang didengungkan
pemerintah bukan hal yang aneh. Menurutnya, isu ini akan terus
dimainkan dalam setahun pemerintahan Joko Widodo-Maruf Amin.

“Setahun kedepan agaknya akan digoreng terus isu 3R (radikalisasi,
radikulisasi & radikolisasi),” sindirnya dalam akun Twitter pribadi
sesaat lalu, Minggu (27/10).

Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid itu mengaku telah
mencium ada maksud lain dari pemerintah dengan terus mendengungkan isu
tersebut.

Di antaranya, untuk menutupi peforma ekonomi yang kembali memburuk di
tahun ini. Dari beberapa tahun lalu, pria yang akrab disapa RR itu
sudah memprediksi bahwa ekonomi Indonesia bakal nyungsep tahun ini.
Pertumbuhan ekonomi diprediksi tidak sampai 5 persen.

Mantan Menko Kemeritiman itu menilai jurus monoton yang ditunjukkan
Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak bakal ampuh mendongkrak ekonomi
Indonesia. Sebab menteri berpredikat terbaik dunia itu hanya
mengandalkan utang dan kebijakan austerity atau pengetatan anggaran
tanpa ada terobosan-terobosan.

“Jadi supaya soal-soal ekonomi, kemiskinan soal-soal sosial lain
menjadi tidak penting. Radicalism: the beliefs or actions of people who
advocate thorough or complete political or social reform,” ujarnya.

Prediksi RR terbukti bukan sembarangan. Pasalnya, baru empat hari
dilantik menjadi menteri di Kabinet Indonesia Maju, Sri Mulyani telah
mengumumkan rencana akan menerbitkan surat utang berdenominasi valuta
asing atau global bond.

Langkah Sri Mulyani itu diambil karena Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) 2019 mengalami defisit sementara kebutuhan negara
membengkak.

Sri Mulyani menyatakan rencana penerbitan surat utang disebabkan oleh
defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 sebesar Rp
199,1 triliun atau 1,24 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada
akhir Agustus 2019.

Defisit tersebut berasal dari belanja negara sebesar Rp 2.461,1
triliun, sementara pendapatan hanya sebesar Rp 1.189,3 triliun. 

Kirim email ke