Bagi yang mau bertarung dan bertaring pada Pemilu yang akan datang,
dianjurkan memembaca artikel ini sampai selesai.


https://ekonomi.kompas.com/read/2018/08/01/064607526/ingin-jadi-caleg-berapa-miliar-dana-dibutuhkan?page=all



Ingin Jadi Caleg, Berapa Miliar Dana Dibutuhkan?

Kompas.com - 01/08/2018, 06:46 WIB


BAGIKAN: Komentar Sejumlah bakal calon Legislatif (Bacaleg) Partai Perindo
mendaftar pada hari terakhir pendaftaran Caleg di kantor Komisi Pemilihan
Independen (KIP) Aceh Utara, di Kota Lhokseumawe, Aceh, Selasa (17/7/2018).


Batas akhir pendaftaran bacaleg anggota DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota peserta Pemilu 2019 akan berakhir pada pukul 00.00 WIB,
Selasa 17 Juli 2018.(ANTARA FOTO/RAHMAD) Penulis Bambang Priyo Jatmiko |
Editor Bambang Priyo Jatmiko JAKARTA,


KOMPAS.com - Pemilihan legislatif (Pileg) layaknya pasar kaget. Ramai. Tak
digelar tiap hari. Dan yang pasti banyak barang baru. Sebagian mutunya
bagus. Tapi tidak sedikit yang kualitasnya KW. Ya, seperti pasar kaget
karena dalam Pileg juga masyarakat sering dibuat terkaget-kaget.


Karena ada orang-orang baru yang tak diperhitungkan sebelumnya, tiba-tiba
maju jadi wakil rakyat. Layaknya sebuah pasar, orang yang berkompetisi
dalam Pileg harus bisa menjawab tuntutan masyarakat. Jika tidak, dipastikan
si calon tak akan dipilih.


Branding dan kemasan kerap menjadi faktor yang sangat menentukan seorang
caleg terpilih. Orangnya pinter, tapi tak punya brand dan kemasan yang
bagus, dipastikan bakal tersisih. Demikian juga sebaliknya. Orang yang
kecerdasannya pas-pasan, tapi punya “kemasan” yang bagus, dipastikan bakal
menjadi pilihan favorit.


Agar bisa memenangkan kontestasi, seorang caleg haruslah memiliki kemasan
dan brand yang oke. Selain itu, mereka harus rajin melakukan sosialisasi
dan pengenalan diri. Lantas, berapa besar biaya yang harus disediakan oleh
mereka yang ingin maju sebagai caleg?


Popularitas Menentukan Anggota Komisi XI DPR yang juga politisi PDI-P Indah
Kurnia menceritakan faktor popularitas menjadi sesuatu yang sangat
menentukan. Semakin populer seorang caleg, biaya kampanye akan semakin bisa
ditekan.


Dia mengaku bersyukur, profesi yang pernah dilakoni sebelum menjadi anggota
DPR bisa membantunya membangun popularitas. Indah Kurnia merupakan mantan
karyawan PT Bank Central Asia Tbk (BCA). Posisi terakhir yang dia pegang
adalah Kepala Cabang BCA Tunjungan. Posisi tersebut sangat membantu dia
mengenal banyak orang.


“Bahkan, saya hafal nomor rekening sejumlah nasabah BCA. Saya bertemu
mereka, yang saya sebut nomor rekeningnya, hahaha...,” kata Indah saat
berbincang dengan Kompas.com, Sabtu (28/7/2018). Selain menjadi bankir,
Indah juga menjadi penyanyi panggung dan manajer klub sepakbola Persebaya.
Dari situlah, popularitas dan dukungan tak sulit untuk diperoleh.


“Pas saya maju jadi caleg tahun 2009, saya hanya mengeluarkan uang Rp 90
juta. Ya itu tadi, karena saya tidak perlu lagi kampanye untuk
memperkenalkan diri,” akunya. Indah mengaku, dana tersebut tidak besar jika
dibandingkan dengan caleg lain yang maju dalam kontestasi pemilihan
legislatif. Kisah berbeda diungkapkan oleh seorang mantan caleg yang gagal
maju ke Senayan. Sebut saja namanya Wawan.


Seorang mantan komisaris salah satu BUMN. Tahun 2014 dia mencoba
peruntungan di dunia politik dengan maju sebagai caleg Partai Demokrat.
Sehari-harinya lebih banyak dihabiskan di Jakarta dan Jawa Timur. Akan
tetapi, pada 2014 dia mendapat tawaran untuk maju di salah satu daerah
pemilihan (Dapil) di Jawa Tengah.


Dia tak menyia-nyiakan tawaran tersebut. Berbekal keyakinan dan tabungan,
Wawan berkompetisi di wilayah yang sama sekali tidak dia kenal. Untuk
memuluskan keinginannya itu, dia merekrut tim pemenangan. Saksi-saksi juga
untuk megawal proses pemungutan suara. Untuk sosialisasi dan personal
branding,


Wawan sering menginap di rumah-rumah penduduk di Dapil yang akan dia
wakili. Komunikasi dia lakukan secara intensif. Caranya, dengan menggelar
berbagai pertemuan. Namun di akhir pemilihan, dia harus tersingkir.


“Saya habis Rp 2 miliar untuk kampanye kemarin,” ungkap dia.. Merasakan
pahitnya kekalahan dalam kompetisi Pileg, Wawan memutuskan tidak lagi maju
dalam kancah tersebut tahun depan. Biaya Politik seperti Investasi?


Direktur Prajna Research Indonesia Sofyan Herbowo mengatakan biaya untuk
branding politik memang tidak sedikit. Semakin rendah popularitas
seseorang, biaya akan semakin mahal. Hal lain yang juga menentukan
murah-mahalnya modal maju sebagai caleg adalah tingkat literasi media.


Semakin tinggi tingkat konsumsi media di suatu daerah, semakin murah biaya
untuk pencalegan. Dari riset yang selama ini telah dilakukan, Sofyan
menyebutkan ada biaya minimal yang harus disiapkan oleh seorang caleg saat
akan menghadapi Pileg.


Adapun perinciannya sebagai berikut: Calon anggota DPR RI
       : Rp 1 miliar-RP 2 miliar Calon anggota DPRD Provinsi              :
Rp 500 juta-Rp 1 miliar Calon anggota DPRD kabupaten/kota  : Rp 250 juta-Rp
300 juta “Biaya tersebut minimal sekali, dan bahkan kebutuhannya bisa lebih
besar dari itu,” kata dia.


Sofyan menyebut, seorang public figure papan atas saat maju menjadi calon
anggota DPR RI dari Dapil Jakarta, masih harus merogoh kantong sebesar Rp 2
miliar. Padahal dengan popularitasnya itu, secara teori orang tersebut bisa
menekan biaya kampanye.


“Tapi nyatanya masih tetap harus mengeluarkan uang. Padahal Jakarta adalah
salah satu wilayah yang political cost-nya rendah karena masyarakatnya
sudah melek media,” jelas Sofyan. Sementara itu Wawan mengungkapkan,
rekannya yang sama-sama maju dalam Pileg 2014 di salah satu Dapil Jawa
Tengah bahkan sampai mengeluarkan dana sekitar Rp 5 miliar.


Dana itu sebagian besar digunakan untuk memasang baliho-baliho berukuran
besar. “Tapi dengan biaya sebesar itu, dia tetap kalah,” jelas Wawan. Untuk
tahun 2019, Wawan menyebut, biaya untuk maju sebagai caleg bisa lebih besar
lagi dari 2014. Laju inflasi pastinya turut memengarui cost yang harus
dikeluarkan.


Bagaimanapun, maju sebagai caleg memang membutuhkan dana besar. Jika biaya
itu dianggap sebagai investasi, maka itu masuk dalam kategori high risk.
Sedangkan untuk return-nya agak sedikit sulit “didefinisikan”. High risk
karena besar kemungkinan biaya yang telah dikeluarkan akan menguap begitu
saja saat perolehan suara minim.


Sementara itu untuk return, dalam politik memang susah diukur. Terlepas
dari return yang diperoleh seorang caleg, Sofyan berpendapat strategi
kampanye dan positioning seorang caleg menjadi kunci bagi sebuah
kemenangan. Dengan demikian, biaya investasi yang dikeluarkan selama
kampanye benar-benar bisa membawa "kebahagiaan" dan "kegembiraan" bagi
seorang caleg.

Penulis : Bambang Priyo Jatmiko
Editor : Bambang Priyo Jatmiko

Kirim email ke