Gampang saja bicara manfaat menambah sayur dan buah segar 
bagi yang berpunya. Padahal sekarang bukan cuma daging 
yang tidak terjangkau (sekalipun Jokowi sudah perintahkan turun 
sejak lebaran lalu), bahkan harga cabe segar yang mencapai 
seperempat juta rupiah / kg bisa terlihat sebagai penghinaan 
terhadap akal sehat para pemimpin yang Rakyatnya masih banyak 
kena gusur - bukan cuma tempat tinggalnya, tapi juga pola 
dan menu makannya.

--- SADAR@... wrote:


KolomDR.dr.Tan Shot Yen,M.hum.DokterDokter, ahli nutrisi, magister filsafat, 
dan penulis buku..
Jangan Membunuh Pihak yang Tak Bersalah
Oleh: DR.dr.Tan Shot Yen,M.hum.Rabu, 1 Februari 2017 | 09:05 
WIBhttp://health.kompas.com/read/2017/02/01/090500423/jangan.membunuh.pihak.yang.tak.bersalah?page=all
 
ShutterstockIlustrasiAds by Kiosked
KOMPAS.com - Tulisan ini tak ada hubungannya dengan aksi lapor melapor yang 
belakangan gaduh terjadi. Tapi perkara ada pihak teraniaya bahkan jadi sasaran 
penistaan akibat informasi yang hanya setengah-setengah dicerna, bisa 
jadi.Dunia kesehatan tak luput. Cara berpikir radikal tentang asupan pangan 
yang dianut sejak jaman penjajahan pun alih-alih menyehatkan rakyat, malah 
semakin terlihat seperti dimanfaatkan pihak yang mencari untung.Sebutlah pihak 
yang sering ternista adalah sayur. Mulai dari disebut penyebab asam urat hingga 
wujud lalapannya diharamkan bagi yang ingin hamil atau sedang hamil.Sayur segar 
dicurigai penuh pestisida, sementara hantaran kukis, bolu legit diterima dengan 
hangat tanpa curiga sebagai hantaran oleh-oleh atau perayaan hari 
besar.Faktanya, dari daftar 10 bahan pangan tinggi purin sebagai biang keladi 
asam urat tidak ada satu pun sayur hijau disebut. Bahkan, havermut yang gencar 
dijadikan promosi makanan asing itu mengandung purin amat jauh lebih tinggi 
(94mg/1 ons havermut) ketimbang selada hijau (13mg/ 1 ons selada).Selama 
berabad-abad bayam yang dilarang para dokter itu pun hanya mengandung 57mg 
purin/1 ons bayam, dibanding ikan tuna (257 mg purin/1 ons tuna).Yang lebih 
miris lagi, tidak banyak dokter paham bahwa kandungan purin akan jauh melorot 
drastis pada sayur hijau, karena proses pemasakan. Jadi siapa bilang makan daun 
singkong rebus meningkatkan asam urat?Barangkali yang perlu diwaspadai justru 
latar belakang hipertensi, diabetes dan kegemukan para penderitanya yang secara 
otomatis meningkatkan asam urat darah karena ginjal sudah bermasalah!Larangan 
mengonsumsi sayur lalap pun santer terdengar di praktek dokter kandungan sudah 
sejak lama. Jika alasannya hanya karena risiko infeksi toksoplasma, maka 
larangan itu terdengar amat usang dan menggelikan.Sayur lalap, mentah atau 
salads terkontaminasi toksoplasma karena masalah kebersihan. Higiene. Lalu, 
mengapa bukan isu kebersihan yang digarap melainkan sayurnya yang 
diharamkan?Padahal, ibu-ibu hamil yang terkena toksoplasmosis banyak yang tidak 
suka sayur, tapi mereka mendapatkannya akibat jajan mi bakso dengan sambal, 
rujak, nasi uduk warungan, bahkan lauk siap saji yang dibeli sepulang kantor 
karena alasan praktis.Menghina sekali jika diandaikan ibu-ibu hamil tidak 
mempan diajari soal kebersihan. Atau dokternya yang gagal paham dan malas 
mengedukasi?Faktanya, menambahkan banyak sayur segar dengan berbagai jenis 
antioksidan penuh yang belum terkikis akibat pemasakan, ternyata lebih banyak 
manfaat daripada mudharatnya.Bukan hanya menambah energi, tapi kecukupan 
vitamin dan mineral dalam bentuk aslinya akan sangat berguna bagi tubuh 
ketimbang ibu dicekoki bermacam-macam pil yang tidak pernah ada di alam.Salah 
satu blunder yang tak kalah terkenalnya tentu juga urusan Kolesterol. Lebih 
ramai lagi kekacauannya, karena perdagangan obat hingga jamu penurun Kolesterol 
dengan iklan bombastis kian menggila tanpa kontrol.Semuanya menistakan makanan. 
Padahal, begitu banyak penelitian terakhir membuktikan bahwa 80% Kolesterol 
manusia dibuat oleh tubuhnya sendiri. Bukan dari makanan.Hal ini amat cocok, 
sebab sebagian besar pasien dengan Kolesterol tinggi bersumpah tidak pernah 
menyentuh makanan-makanan yang ‘dihujat’ seperti jerohan, seafood, hingga 
gorengan. Tapi angka kolesterolnya tetap bertengger di batas atas, akibat stres 
berkepanjangan dan otak membutuhkan Kolesterol agar tetap waras – sehingga 
tubuh pun aktif membuatnya.Yang tak kalah menakutkannya, di sisi ekstrim 
lainnya, belakangan ini beredar hoax akibat pemenggalan semena-mena jurnal 
kedokteran.Seakan-akan Kolesterol tidak perlu dirisaukan, yang katanya selama 
ini terjadi salah kaprah risiko penyakit jantung dan pembuluh darah akibat 
Kolesterol. Lebih celaka lagi, informasi itu menjadi viral di medsos dan 
ditanggapi gembira oleh para pecinta ‘makanan ngawur’.Faktanya, peningkatan 
Kolesterol dengan berat jenis rendah (LDL - yang sering dituduh sebagai 
‘Kolesterol jahat’) memang tidak secara langsung berhubungan dengan pembentukan 
plak pada dinding pembuluh darah, yang mengakibatkan penyumbatan dengan risiko 
serangan jantung atau stroke.Tapi lonjakan Kolesterol itu tetap perlu 
diwaspadai, karena pola makan orang Indonesia yang cenderung mendongkrak 
insulin akibat kenaikan gula darah menyebabkan reaksi oksidasi terhadap 
LDL.Nah, LDL teroksidasi inilah yang membuat peradangan tersembunyi (silent 
inflamation) berujung pada pembentukan plak di kemudian hari.Dengan menyadari 
beberapa contoh di atas, barangkali membuat kita perlu sedikit lebih bijaksana 
dalam banyak hal. Salah satunya, jangan keburu menuding tersangka, sebagai 
penyebab segala sesuatunya dan menjatuhkan hukuman yang tidak tepat 
sasaran.Tubuh amat membutuhkan nutrisi yang sehat seimbang. Termasuk sayur 
hijau. Begitu pula tidak semua lemak itu jahat. Tergantung cara olahnya dan 
dengan apa lemak diasup.Roti beroles margarin tentu tidak sama dengan karedok 
dimakan bersama pepes ikan kembung. Walaupun roti dan karedok keduanya 
merupakan karbohidrat, tapi kita tahu persis mana yang lebih sehat dan mana 
yang tidak.Begitu pula sama-sama menghasilkan lemak, ikan kembung yang kaya 
asam lemak tidak jenuh mempunyai kasta jauh lebih tinggi ketimbang olesan 
margarin.Butuh waktu panjang untuk meningkatkan pengetahuan memang, tapi butuh 
waktu yang lebih panjang lagi untuk membereskan semua akibat pembodohan.
   

Kirim email ke