-- j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>
https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2149-jokowi-siap-tidak-populer Kamis 22 Oktober 2020, 05:00 WIB Jokowi Siap tidak Populer Administrator | Editorial Jokowi Siap tidak Populer mi/dUTA iLUSTRASI mi. UNTUK kesekian kalinya, Presiden Joko Widodo kembali menjadi sasaran kejengkelan bahkan kemarahan sebagian masyarakat Indonesia. Dia dikritik habishabisan terkait dengan kebijakan yang sekilas tidak berpihak kepada rakyat. Tak cuma kritik, hinaan juga membanjiri Jokowi pascapengesahan Undang-Undang Cipta Kerja. Undangundang sapu jagat itu merupakan inisiatif pemerintah yang disetujui DPR dalam rapat paripurna pada 5 Oktober silam setelah melalui pembahasan cukup panjang. UU Cipta Kerja memang sarat pro dan kontra. Mereka yang pro menilai UU itu merupakan wujud reformasi besar bagi perbaikan tata kelola perekonomian, utamanya investasi. Mereka yang kontra berpendapat UU itu terlalu berpihak ke pengusaha dan menyengsarakan kaum pekerja. Penolakan pun marak hingga sekarang. Unjuk rasa besar-besaran yang digelar mahasiswa, pelajar, dan kalangan buruh terus terjadi di banyak daerah. Tak cuma DPR yang mengesahkan UU Cipta Kerja, Presiden Jokowi juga menjadi sasaran tembak pengunjuk rasa. Narasi-narasi bahwa Jokowi telah berpaling dari rakyat disuarakan di mana-mana. Dia dicap sebagai pemimpin yang ibarat kacang lupa kulitnya, pemimpin yang dengan gampang meninggalkan rakyat setelah berkuasa. Intinya, pada saat ini, Presiden Jokowi menjadi salah satu sosok yang paling tidak populer di mata sebagian rakyat. Di dalam negeri, Jokowi sedang tidak populer karena dia menginisiasi kebijakan yang tidak populer bernama UU Cipta Kerja. Bukan kali ini saja pula dia berada pada posisi itu. Penyebabnya pun sama, yakni lantaran dia membuat kebijakan yang tidak populer. Tahun lalu, Jokowi juga kerap jadi samsak hidup. Dia dihujani pukulan kritik hingga hinaan dari segala penjuru setelah menaikkan iuran BPJS Kesehatan hingga dua kali lipat dari besaran sebelumnya. Pun ketika Jokowi memutuskan untuk memindahkan Ibu Kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur dengan biaya mencapai Rp466 triliun. Tatkala mengamini revisi UU tentang KPK yang oleh sebagian pihak dianggap langkah mundur dalam perang melawan korupsi, Jokowi kembali menjadi sasaran demonstrasi. Sama seperti UU Cipta Kerja, sejumlah kebijakan itu memang tidak populer. Akan tetapi, Jokowi tetap membuatnya karena dia tidak mau hanya berpikir saat ini. Dia berpikir jauh ke depan dengan menyiapkan segala perangkat agar bangsa ini sanggup menghadapi tantangan yang pasti akan lebih berat. UU Cipta Kerja, misalnya, dibuat untuk menanggalkan seabrek persoalan yang selama ini menghambat investasi. UU itu menyederhanakan sekaligus memangkas obesitas aturan maupun perizinan sehingga investor akan lebih tertarik berinvestasi. Jika investasi bertumbuh, lapangan kerja pasti bertambah, dan ujung-ujungnya angka pengangguran akan berkurang. Itulah pola pikir jangka panjang Jokowi kendati risikonya tidak populer. Pola pikir itu pula yang melandasinya ketika membuat kebijakan-kebijakan yang tak juga populer sebelumnya. Penaikkan iuran BPJS Kesehatan, umpamanya, terpaksa dilakukan agar sistem Jaminan Kesehatan Nasional tak berhenti akibat anggaran tak cukup lagi. Revisi UU KPK terpaksa dilakukan agar pemberantasan korupsi berjalan di koridor yang benar. Seorang pemimpin, seperti halnya Jokowi yang genap enam tahun memimpin Republik ini, memiliki dua pilihan. Dia bisa berpikir hanya untuk kepentingan sendiri dengan membuat kebijakan yang populer, meski sebenarnya tak baik bagi masa depan bangsa. Atau, dia tak peduli dengan diri sendiri dan berani membuat keputusan yang membuatnya dimusuhi sebagian kalangan, tetapi sejatinya baik untuk masa depan negeri. Pemimpin hebat ialah pemimpin yang tidak terjebak dalam pragmatisme politik hanya demi popularitas sesaat. Dia akan terus bekerja dan membuat perubahan meskipun orang-orang tidak menyadari dan mencemoohnya. Sumber: https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2149-jokowi-siap-tidak-populer