-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>



https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2140-kepala-daerah-menerabas-etika



Selasa 13 Oktober 2020, 05:00 WIB 

Kepala Daerah Menerabas Etika 

Administrator | Editorial 

  TIDAK hanya kalangan buruh, mahasiswa, dan pelajar, Undang-Undang Cipta 
Kerja yang pekan lalu disahkan DPR juga mendapat resistensi dari sejumlah 
kepala daerah. Bahkan ada yang terang-terangan menolak dan meminta Presiden 
mengeluarkan perppu untuk membatalkannya. Pengesahan UU Cipta Kerja sebagai 
undang-undang sapu jagat guna mengurai benang kusut yang selama ini membelit 
dunia usaha memang sudah diprediksi tak akan mulus. UU itu diyakini akan menuai 
penolakan, terutama dari kaum pekerja sebagai pihak yang paling berdampak. 
Unjuk rasa yang kemudian pecah setelah DPR mengetok palu pengesahan UU Cipta 
Kerja dalam rapat paripurna pada 5 Oktober lalu pun sudah diduga sebelumnya. 
Menolak keputusan politik dengan berunjuk rasa sah-sah saja di negara 
demokrasi. Sikap itu bisa dipahami, tetapi sulit diterima ketika demonstrasi 
dipaksakan di tengah pandemi korona. Apalagi, ketika unjuk rasa kemudian 
menjelma menjadi amuk massa. Yang juga sulit untuk diterima ialah sikap 
sejumlah pejabat daerah yang menolak UU Cipta Kerja. Setidaknya ada lima 
gubernur dan dua ketua DPRD yang tidak setuju terhadap undang-undang itu. 
Memang, tidak semua dari mereka terang-terangan berdiri berseberangan dengan 
pusat. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar 
Parawansa, dan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X, misalnya, sekadar 
menjadi penyambung lidah demonstran. Merekaber kirim surat kepada Presiden 
Jokowi perihal penolakan pengunjuk rasa. Namun, ada pula kepala daerah yang 
dengan tegas meminta Presiden menganulir UU Cipta Kerja dengan menerbitkan 
peraturan pemerintah peng ganti undang-undang. Itulah yang antara lain 
dilakukan Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji dan Gubernur Sumatra Barat Irwan 
Prayitno. Kendati beda pendapat dan lain sikap jamak di negara demokrasi, 
penolakan kepala daerah terhadap kebijakan pusat terkait dengan isu-isu 
strategis jelas tidak elok. Bukankah UU menggariskan bahwa gubernur merupakan 
kepanjangan pusat yang semestinya mengawal kebijakan pusat selama kebijakan itu 
baik untuk kemaslahatan rakyat? Meminta Presiden mengeluarkan perppu untuk 
membatalkan UU Cipta Kerja sama saja memintanya mengkhianati etika bernegara. 
RUU Cipta Kerja merupakan inisiatif pemerintah, sehingga amat tidak patut jika 
kemudian Presiden menganulirnya setelah disahkan menjadi UU oleh DPR. Kita 
khawatir, penolakan sejumlah kepala daerah terhadap UU Cipta Kerja itu juga 
akibat disinformasi atau hoaks seperti yang ditunjukkan sebagian demonstran. 
Lebih tidak patut lagi jika penolakan itu dipicu ketakutan akan berkurangnya 
kekuasaan mereka dalam perizinan usaha di daerah yang harus diakui selama ini 
menjadi sumber pemasukan. Isu resentralisasi memang cukup mengemuka di tengah 
pro dan kontra UU Cipta Kerja. Menguar kabar bahwa dengan UU Cipta Kerja, 
kewenangan pemerintah daerah perihal izin usaha di daerah akan diambil alih 
pusat. Karena itulah, Presiden Jokowi sengaja mengklarifikasi saat rapat 
terbatas secara virtual dengan para kepala daerah. Jokowi menegaskan tidak ada 
resentralisasi. Perizinan berusaha dan kewenangannya tetap dilakukan pemerintah 
daerah sesuai dengan Norma Standar Prosedur Kriteria(NSPK) yang ditetapkan 
pusat agar tercipta standar pelayanan yang baik di seluruh pemerintah daerah. 
Yang ada dalam UU Cipta Kerja ialah penyederhanaan, standardisasi, dan 
pemberian batas waktu agar perizinan tak bertele-tele seperti yang dikeluhkan 
para investor selama ini. Artinya, tiada alasan bagi kepala daerah untuk 
menolak UU Cipta Kerja yang sudah disahkan. Sebagai bagian dari pemerintah, 
kepala daerah harus menjalankan dan mengamankan kebijakan pemerintah. 
Menyampaikan aspirasi rakyat memang baik, tapi jangan mengatasnamakan suara 
rakyat di balik suara pribadi. Tak kalah penting, etika bernegara harus tetap 
dijaga.  

Sumber: 
https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2140-kepala-daerah-menerabas-etika







Kirim email ke