Kilas Balik Zona Ekonomi Khusus Shenzhen: Paman Sam Yang Merantau di
 Shenzhen

http://indonesian.cri.cn/20200826/2461fc9d-f1b9-1b02-93b7-7acc8a66e1cf.html
2020-08-26 16:32:28

Shenzhen, sebuah metropolitan yang makmur di bagian selatan Tiongkok, selalu diidentifikasi sebagai refleksi reformasi dan keterbukaan Tiongkok.

Dia adalah sejarah, dengan denyut nadi zamannya yang berdetak tanpa berhenti.

Dia adalah impian, di mana tak terbilang banyaknya para pemuda yang merantau ke kota ini dengan berbekal impian yang indah selama 40 tahun silam.

Dia pun legenda, yang berkembang dari sebuah perkampungan nelayan menjadi kota besar yang modern, yang menciptakan keajaiban industrialisasi, urbanisasi dan modernisasi.

Dia juga adalah rumah, yang selama 40 tahun silam telah mempertemukan tak terbilang banyaknya pejuang yang gagah berani.

Dari para pejuang itu, terdapat pula warga negara asing yang mengadu nasibnya di kota ini, dengan kisah perjuangannya terukir di setiap sudut kota ini.

Kilas Balik Zona Ekonomi Khusus Shenzhen: Paman Sam Yang Merantau di Shenzhen_fororder_mr1

Kilas Balik Zona Ekonomi Khusus Shenzhen: Paman Sam Yang Merantau di Shenzhen_fororder_mr4

Kilas Balik Zona Ekonomi Khusus Shenzhen: Paman Sam Yang Merantau di Shenzhen_fororder_mr2

Kilas Balik Zona Ekonomi Khusus Shenzhen: Paman Sam Yang Merantau di Shenzhen_fororder_mr3

Berkenalan dengan Shenzhen

Pada 13 tahun yang lalu, seorang pria bernama Gary dari Los Angeles, AS dikirim perusahaannya ke kota Shenzhen, Provinsi Guangdong. Waktu itu dia belum mengira ia akan menetap begitu lama di kota yang asing bagi dirinya. Lebih-lebih tidak mengira Shenzhen akan menjadi rumahnya.

Pada awalnya dia berkesan bahwa warga di Shenzhen rajin bekerja dan rajin belajar.

“Semua orang bekerja dan belajar rajin. Fenomena ini tak pernah aku jumpa di kota lainnya. Semangat ini sangat unik.”

“Saya juga belajar tiap hari, kalau tidak, rasanya seperti akan terusir dari kota ini,” demikian kata Gary.

Gary mengakui semangat itulah yang membuat dia semakin menggemari kehidupan di kota Shenzhen.

Jatuh cinta di Shenzhen

Pada 2008, Gary berkenalan dengan seorang gadis yang pada kemudian hari menjadi istrinya. Gadis itu bernama Song Ni yang berasal dari Provinsi Hunnan. Gary dan Song Ni membentuk keluarga dan dikaruniai dua anak yang campur darah.

“Di Shenzhen, saya jumpa seorang gadis yang kemudian menjadi isteriku. Dia sama dengan perantau lainnya bertindak seperti seorang pejuang. Saya mencintainya.”

Gary mengatakan, Song Ni, alias isterinya membantu dia lebih mengenal Shenzhen dan Tiongkok pada umumnya, juga meningkatkan perasaannya terhadap kota Shenzhen.

Rasa segar yang tak pudar

Gary mengatakan kepada wartawan, pada awalnya di Shenzhen warga asing tidak banyak , restoran eksotik juga tidak banyak. Banyak gedung pencakar langit di Shenzhen baru saja dibangun dalam waktu 10 tahun terakhir.

“Restoran yang dibuka warga asing bertambah banyak. Orang asing sering terjumpa di jalan-jalan. Gedung pencakar langit juga semakin banyak.”

“Shenzhen selalu berkembang untuk menjadi lebih baik.” Sudah hidup di kota ini selama bertahun-tahun, Gary bilang kota ini selalu memberikan kesan yang segar kepada dia, karena kota ini tiap hari maju. Setiap kali kembali ke Shenzhen dari perjalanan ke kampung halamannya di AS, Gary selalu terkejut dengan perubahan baru yang terjadi di Shenzhen.

“Sudah satu pekan di luar Shenzhen. Ketika barusan kembali, saya menemukan satu lokasi pembangunan baru yang tengah dikerjakan di depan gedung apartemen saya.”

“Pada mulanya di Shenzhen hanya dioperasikan tiga  jalur kereta api bawah tanah. Sekarang sudah dioperasikan 8 jalur.”

Dulu Gary adalah seorang penasihat bisnis. Sekarang dia bekerja sebagai seorang freelancer.

“Shenzhen tengah berubah. Saya juga mau berubah. Terus maju, dan terus belajar. Tidak ketinggalan zaman. Tiada sesuatu yang tidak berubah.”

“Saya mau membantu karena dia membutuhkan aku”

Pada 2018, Gary berkenalan dengan seorang bocah yang mengalami luka bakar. Bocah itu bernama Liang Jin. Bocah ini perlu dijalani pembedahan beberapa kali karena luka parah. Ongkos operasi terlalu tinggi dan sudah melampaui batas kemampuan keluarganya. Setelah mengetahui hal ini, Gary mulai menggalang dana untuk Liang Jin.

“Saya berbuat demikian karena dia membutuhkan aku.”

Pada 2020, Gary membuka toko Online yang mendukung layanan 7 bahasa. Toko itu diselenggarakannya untuk membantu Liang Jin dalam jangka panjang. Setiap layanan pesan antar melalui platform tersebut, akan akan dipungut biasa sebesar 2 persen untuk disumbangkan kepada lembaga amal. Sekarang mitra kerjanya sudah mencapai 70 lebih.

“Saya membuka toko Online ini bukan untuk meraih untung. Sekarang platform ini masih dalam keadaan rugi. Namun saya tidak mau menyerah, karena masih banyak orang yang membutuhkan bantuanku.”

Rumah yang manis

“Saya sudah beranjak tua, dari seorang pemuda menjadi paman. Shenzhen telah berubah menjadi lebih indah. Satu-satunya hal yang tidak berubah adalah kecintaan saya pada rumah. Sini adalah rumah saya.”

Gary mengatakan, dia menemukan Shenzhen telah  menjadi rumah bagi semakin banyak perantau.

“Dulu kota ini menjadi sepi sekali pada masa liburan Tahun Baru Imlek. Saya kadang-kadang adalah satu-satunya penumpang di sebuah bis, karena orang lainnya telah mudik untuk merayakan Imlek.”

“Shenzhen bukan lagi tempat mengadu nasib. Dia sudah menjadi rumah saya, dan rumah bagi sesama perantau lainnya.”

Kirim email ke