Nih, jawaban kepada mereka yang sering tanya apa alternatifnya kecuali 
mendukung Jokowi!!! Aneh ya, orang yang dulunya "kiri" dan mendukung kebijakan 
Bung Karno yang anti NEKOLIM dan berpihak kepada buruh dan tani, sekarang 
berbalik mengkhianati buruh tani dan berpihak kepada Statusquo!! Kok nggak malu 
ya??? Katanya , karena sekarang jaman modern!!! Ya tentu "modern", tapi kok 
melupakan imperialisnya????
May Day 2018, Perjuangkan Kesejahteraan Buruh Tani

Buruh Tani dari Pangalengan ikut serta dalam perayaan Hari Buruh Internasional 
2018 di depan Gedung Sate bersama ribuann buruh yang hadir, Selasa (1/5/2018). 
Buruh tani menuntut perhatian pemerintah terkait kesejahteraan buruh tani di 
seluruh Indonesia termasuk Pangalengan. (Dhea Amellia/ Magang)SUAKAONLINE.COM – 
Hari Buruh Internasional atau akrab dikenal May Day selalu dijadikan momentum 
dan ritual kaum buruh dalam memperjuangkan kesejahteraan hidupnya. Beragam aksi 
dengan sejumlah tuntutan dan isu yang disuarakan selalu dilakukan kaum buruh 
dalam memperingati May Day. Seperti halnya aksi yang dilakukan oleh ribuan 
buruh di depan Gedung Sate, Selasa (1/5/2018). Dari ribuan aksi terlihat massa 
aksi yang membawa cangkul dan topi caping menjadi pemandangan menarik. Para 
buruh tani ini hadir dalam aksi May Day untuk menuntut kesejahteraan bagi buruh 
tani yang umumnya kurang diperhatikan oleh pemerintah.Koordinator Buruh Tani, 
Ubum mengungkapkan, hari buruh dan petani tidak dapat dipisahkan. Mereka 
seperti laki-laki dan perempuan dua sejoli yang saling membutuhkan dan tidak 
bisa dipisahkan. “Hari buruh dan petani itu tidak dapat dipisahkan, nasib buruh 
adalah nasib petani, nasib petani adalah nasib buruh,” ungkapnya.Lanjut Ubum, 
dirinya bersama dengan petani yang lain datang menuntut kepedulian terhadap 
buruh tani dari wakil rakyat yang memimpin di Jawa Barat. Hal ini karena tanah 
yang biasa petani garap di kawasan Pangalengan dirampas oleh PT. Agro Jabar 
yang diberi kewenangan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Seluas 138 hektar 
lahan yang ada di kawasan Pangalengan dirampas oleh perusahaan yang bergerak di 
sektor pertanian tersebut.Jika perampasan ini terjadi, maka hal ini dapat 
menjadi sebuah ancaman bagi petani. Menurutnya, dengan melakukan perampasan 
tanah, buruh tani dapat terancam keberadaannya di masa yang akan datang, serta 
dapat mengancam pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam hal sembako seperti beras. 
“Kalau tanah dirampas, nanti petani lama kelamaan jadi gak ada. Kalau petani 
gak ada masyarakat mau makan apa? Bapak bapak polisi mau makan apa? Wakil 
rakyat yang di Gedung sate mau makan apa?,” tuturnya.Terlepas dari perampasan 
tanah yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat, buruh tani yang ada 
di kawasan Pangalengan pun terdampak oleh salah satu program Presiden Joko 
Widodo yaitu program Citarum Harum. Program ‘Citarum Harum’ yang dicanangkan 
oleh Jokowi tersebut dinilai tidak pro terhadap kaum tani dan rakyat. Hal ini 
karena hakikatnya program tersebut merupakan proyek perampasan tanah kaum 
tani.Bukti ketidakberpihakan terhadap rakyat dari program tersebut nampak 
jelas, dengan adanya skema militerisasi melalui penjagaan oleh tentara yang 
diberlakukan dalam pengontoran Citarum dari hulu hingga hilir. “Kita di sana 
diperalat dan diadu domba antara masyarakat dengan petani, terus kita baru 
nanam kentang dicabutin, kita baru nanam sawi dicabutin. Kalau seperti itu 
bagaimana nasib petani?,” kesahnya.Di akhir perbincangan, Ubum berharap agar 
pemerintah mampu memperdulikan dan memperhatikan kesejahteraan buruh tani. 
Selain itu, dirinya berharap agar pemerintah mampu memberikan kebebasan kepada 
kaum tani dalam menggarap tanah. “Kita inginnya pedulilah pemerintah pada buruh 
tani itu, berikan kebebasan buruh tani itu dalam menggarap tanah, jangan sampai 
tanah itu diganggu gugat dan kasihkanlah tanah kepada rakyat yang lebih 
berhak,” imbuhnya.Keluhan dan aspirasi yang sama pun disampaikan oleh petani 
asal Pengalengan lainnya, di antaranya Anih. Petani perempuan berusia 58 tahun 
menuturkan, perampasan tanah seluas 138 hektar tidak seimbang dengan tanah yang 
diberikan kepada rakyat seluas 50 tumbak setiap kartu kelurga, sementara luas 
tanah yang diperlukan untuk digarap lebih dari angka tersebut .Dirinya berharap 
dengan adanya aksi ini pemerintah mampu membuat keputusan yang terbaik bagi 
rakyatnya dan tanah yang selama ini telah ia garap tidak dirampas dan tetap 
dipertahankan untuk kaum tani. “Kita maunya tanah itu tidak dirampas dan tetap 
dipertahankan, pemerintah harus pilih mau mihak rakyat atau perusahaan, karena 
mau presiden mau siapapun kalau gak ada rakyat gak jadi pemimpinkan? Jadi harus 
bisa buat keputusan yang terbaik bagi rakyatnya,” pungkasnya.Reporter : Dhea 
AmelliaRedaktur : Muhammad Iqbal

Kirim email ke