https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1530-mencari-dalang


 /*Mencari Dalang*/

Penulis: *Djadjat Sudradjat Dewan Redaksi Media Group* Pada: Selasa, 28 Mei 2019, 05:10 WIB podium <https://mediaindonesia.com/podiums> <https://www.facebook.com/share.php?u=https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1530-mencari-dalang>  <https://twitter.com/home/?status=Mencari Dalang https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1530-mencari-dalang via @mediaindonesia>

Mencari Dalang <https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/1200x-/podiums/2019/05/8c3f0c022e857253050679270667426f.jpg>

/MI/
Djadjat Sudradjat Dewan Redaksi Media Group

JIKA skenario berjalan seperti yang 'mereka' nubuatkan, kerusuhan Mei 1998 mungkin saja terulang. Meski pembagian tugas 'menciptakan' para martir itu sudah disiapkan, senjata sudah di tangan para pembunuh, preman sudah dikerahkan, korban jiwa sudah berjatuhan, tetapi skenario kerusuhan besar dua dasawarsa lalu tak terulang.

Dalam bahasa Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Irjen Muhammad Iqbal, kenapa kerusuhan besar tak terjadi, karena Tuhan Yang Maha Esa, Allah Subhanahu wa ta'ala, masih sayang pada Indonesia. Lebih dari sekali dalam konferensi pers di Kantor Menko Polhukam, Senin (27/5), Iqbal menyebut karena berkah Tuhan Yang Maha Kuasa itulah kerusuhan tak terjadi. Ini tentu untuk menggambarkan betapa serius ancaman dari para perusuh itu.

Kita bersedih karena harus ada delapan korban jiwa. Entah siapa pembunuhnya, karena Polri tak dilengkapi peluru tajam. Sementara para korban meninggal dikabarkan karena senjata tajam dan ditembak dari jarak dekat. Ini bisa dipastikan aksi orang-orang yang berpengalaman.

Itu mungkin martir yang mereka (para perusuh) kehendaki. Agar ada alasan mengulang kerusuhan di penghujung masa Orde Baru. Masa ketika kepercayaan publik terhadap TNI/Polri berada di titik nadir. Kini, meski ada upaya memecah belah kedua institusi itu, TNI dan Polri tetap solid. Publik tetap percaya pada mereka. Berbeda sekali dengan masa 21 tahun lalu.

Menurut Iqbal, dari pengakuan enam tersangka kerusuhan, satu di antaranya perempuan, terkuak siapa yang menjual dan membeli senjata, dan siapa mendapat perintah membunuh. Target yang disasar ialah membunuh beberapa tokoh nasional dan seorang pimpinan lembaga survei. Para tokoh ini sudah disurvei lokasinya, tinggal pelaksanaan. Mereka orang-orang berpengalaman.

Dari enam tersangka itu, tiga orang ditangkap pada 21 Mei di tempat berbeda di Jakarta, tiga orang ditangkap di Jakarta dan Bogor pada 24 Mei. Salah seorang tersangka berinisial HK, misalnya, bertugas sebagai pemimpin. Ia juga mencari senjata api, sekaligus mencari dan menjadi eksekutor (pembunuh). Pada aksi 21 Mei ia membawa satu pucuk senjata api revolver.

Selain HK, ada tiga tersangka lain yang juga bertugas sebagai eksekutor. Sementara dua orang sebagai penjual senjata api. Untuk tugas yang penuh risiko itu masing-masing menerima uang dengan jumlah bervariasi. Tak ada tugas berat tanpa imbalan yang sesuai.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian bersama Menko Polhukam Wiranto pada 22 Mei mengungkapkan para perusuh itu terdiri atas tiga kelompok. Kelompok preman bayaran, penembak jitu, dan kelompok gerakan radikal. Tiga kelompok ini berbeda dengan kelompok aksi damai di Bawaslu. Karena itu, anjuran people power seperti kata Amien Rais, jelas bukan hal yang enteng-enteng saja. Ia telah memakan korban jiwa.

Polri sudah mengantongi 'seseorang' yang memerintahkan pembunuhan. Alasan tak mau menyebut siapa 'seseorang' itu karena belum waktunya. Nanti jika dalam penyidikan sudah mengerucut, polisi akan menyampaikannya kepada publik.

Spekulasi yang berkembang di masyarakat, ia tokoh masa silam yang punya pengalaman dan keberanian bermain dalam api kekerasan. Bisa jadi nama itu berasal dari kerusuhan Mei 1998. Yang juga mengecoh di lapangan, karena mereka menggunakan rompi bertuliskan 'Polisi'.

Beberapa hari sebelum pengumuman penghitungan hasil pemilu, Polri telah menangkap puluhan terduga teroris yang juga akan melakukan aksi amaliah pada 22 Mei. Polri juga menangkap Danjen Kopassus Mayjen TNI (Pur) Sunarko dan beberapa anggota TNI karena kasus penyelundupan senjata api, bisa jadi akan digunakan pada kerusuhan 22 Mei.

Meski kerusuhan serupa Mei 1998 tak terjadi, tapi aksi para perusuh itu sungguh berbahaya. Jika terjadi kita akan terpuruk lagi. Demokrasi jadi lunglai. Pastilah ini suatu yang ditunggu mereka yang mengharamkan demokrasi dan barisan sakit hati pada pemerintahan kini.

Demokrasi harus mampu menghentikan cara-cara durjana justru karena aturan main siapa, kapan, dan berapa lama para pemimpin harus berkuasa, sudah jelas aturannya. Untuk memperkuat demokrasi pula, aparat hukum mesti tanpa ragu mengungkap siapa dalang tertinggi kerusuhan 21-22 Mei itu. Publik berharap dengan segala penantian.

<https://www.facebook.com/share.php?u=https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1530-mencari-dalang>  <https://twitter.com/home/?status=Mencari Dalang https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1530-mencari-dalang via @mediaindonesia>




Kirim email ke