Meng Tutup Mulut

Oleh Dahlan Iskan
Minggu, 20 September 2020 – 06:36 WIB

Artikel ini telah tayang di JPNN.com dengan judul
"Meng Tutup Mulut",
https://m.jpnn.com/news/meng-tutup-mulut

jpnn.com - KATA "virus China" tidak bisa lagi diucapkan oleh Presiden
Donald Trump. Siapa pun orang Amerika yang menggunakan istilah itu dianggap
melanggar resolusi Kongres Amerika.

Sejak kapan?

Sejak kongres mengesahkan resolusi "Kecaman Terhadap Anti-Asia" minggu
lalu. Memang resolusi itu bukan undang-undang tapi itu juga produk
parlemen. Baca Juga: Nama Jalan Resolusi itu dipromotori oleh satu orang
anggota kongres saja: Grace Meng (Meng Zhao Wen??). Dia adalah anggota DPR
dari dapil 6 New York. Yang wilayahnya mencakup tempat kelahirannya: Queens..

Grace Meng, 44 tahun, adalah keturunan Asia pertama yang jadi anggota DPR
dari New York. Suaminyi keturunan Korea. Dia punya dua orang anak. Meng
adalah seorang pengacara. Ia sarjana hukum lulusan University of Michigan
dengan S-2 di bidang hukum dari salah satu universitas swasta di New York.
Baca Juga: Peringatan Moore Meng mengajukan resolusi itu setelah melihat
banyak keturunan Asia menjadi korban kekerasan. Terutama suku Tionghoa.
Termasuk kekerasan fisik. Lebih terutama lagi sejak ada wabah pandemi
Covid-19. Seringnya Trump menggunakan istilah "virus China" telah memancing
kebencian terhadap keturunan Asia. Terutama karena pengucapan itu disertai
maksud untuk memojokkan Tiongkok. Juga karena pengucapan itu disertai
istilah lain seperti kungflu.

Ternyata pemungutan suara atas resolusi itu sangat sukses bagi Meng.
Hasilnya: 243 mendukung, 164 menentang.

Semua anggota DPR dari Demokrat mendukung. Pun 14 anggota DPR dari
Republik. Yang 164 penentang itu semuanya dari partainya Trump. "Mengapa
kongres harus menyidangkan resolusi seperti ini," ujar seorang anggota DPR
dari Republik. "Buang buang waktu saja," tambahnya. "Tidak satu pun
dapurnya orang Amerika memerlukan resolusi seperti ini," katanya lagi. Bagi
Meng itu penting. Sebagai wakil rakyat Meng dituntut pemilihnya untuk
memperjuangkan keselamatan dan keamanan masyarakat. Terutama keturunan Asia..

Mereka mengadu kepada Meng selalu dilecehkan dan jadi sasaran kekerasan.
Terutama selama pandemi Covid-19. Meng terpilih pada 2012. Lalu terpilih
lagi dalam Pemilu 2016. Sebelum itu dia sudah dua periode menjadi anggota
DPRD New York. Ayahnyi juga pernah menjadi anggota DPRD New York. Sang ayah
tidak terpilih lagi karena tersangkut perkara suap. Periode pertama menjadi
anggota DPR, Meng juga membuat sejarah: ia mengusulkan dilakukannya
perubahan UU Internasional Kebebasan Beragama. Yang ingin dia ubah hanyalah
pasal tertentu saja. Yakni pasal yang terkait dengan "penodaan terhadap
kuburan".

Rupanya Meng juga mendapat aspirasi dari pemilihnyi. Khususnya mengenai
banyaknya kuburan yang dicorat-coret. Atau kuburan yang dengan mudah
digusur oleh proyek perumahan komersial.

Namun Meng beralasan lebih dari itu. Banyak penodaan atas kuburan yang
menggunakan motivasi kebencian terhadap agama yang dianut mayat di
dalamnya. Pokoknya, Meng telah berbuat. Sebagai wakil rakyat Meng
sungguh-sungguh memperjuangkan aspirasi rakyat yang dia wakili –biarpun
diejek-ejek sebagai anggota DPR yang hanya punya usul kelas kaleng-kaleng.
"Itu hanya ulah Demokrat saja yang sangat benci Trump," ujar anggota DPR
dari Partai Republik.

Memang tidak banyak Tionghoa di Amerika. Dalam prosentase. Hanya kurang
dari 2 persen. Atau sekitar 3,8 juta orang. Yang punya hak pilih hanya
sekitar 2 juta orang. Tapi kan lumayan juga. Apalagi posisi Trump terus
merosot. Capres lawannya, Joe Biden, sudah unggul 9 persen. Di semua hasil
survey Pilpres yang margin error tertingginya 4 persen. Tinggal dua negara
bagian yang imbang: Florida dan North Carolina sedang negara bagian yang
sangat Republik seperti Arizona sudah begitu jauh meninggalkan Trump. Usaha
Meng dalam mengegolkan resolusi Kecaman Anti-Asia memang tidak sebesar
kelas undang-undang. Namun Meng dianggap mampu menutup mulut bocor Trump.(
disway.id)

Kirim email ke