-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>


https://www.antaranews.com/berita/1776997/menganyam-kesejahteraan-rakyat-lewat-insentif-pemerintah





Artikel

Menganyam kesejahteraan rakyat lewat insentif pemerintah

Oleh Astrid Faidlatul Habibah   Minggu, 11 Oktober 2020 15:16 WIB

Menko Perekonomian sekaligus Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan 
Ekonomi Nasional Airlangga Hartarto (tengah) didampingi Menteri Kesehatan 
Terawan Agus Putranto (kedua kiri), Kepala BNPB Doni Monardo (kiri), Wakil 
Menteri BUMN Budi G Sadikin (kedua kanan) dan Wakapolri Komjen Pol Gatot Eddy 
Pramono (kanan) memberikan keterangan pers tentang penanganan COVID-19 dan 
Pemulihan Ekonomi Nasional di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat 
(2/10/2020). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/wsj.
Pemerintah sudah melakukan all out melalui kebijakan belanja atau ekspansi 
fiskalnya
Jakarta (ANTARA) - Pandemi COVID-19 bukan saja merupakan krisis kesehatan 
melainkan juga perekonomian karena memiliki efek domino atau menimbulkan reaksi 
berantai terhadap seluruh kegiatan masyarakat.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam berbagai kesempatan ketika harus 
menekankan begitu besarnya dampak pandemi ini mengingatkan virus COVID-19 telah 
menyerang hampir di seluruh aspek kehidupan, bahkan hingga ke akar rumput.

Penekanan jumlah kasus yang sementara ini hanya dapat dilakukan dengan menjaga 
jarak physical distancing memaksa masyarakat mengurangi sebagian besar 
aktivitas kesehariannya.

Pengurangan aktivitas itu biasa dilakukan salah satunya dengan work from home 
(WFH), namun tidak semua sektor dapat menerapkan sistem kerja tersebut seperti 
sektor industri.

Dalam membatasi interaksi, sektor industri harus mengurangi karyawan yang 
bekerja setiap harinya sehingga berimbas pada berkurangnya pendapatan dan 
tertekannya produktivitas. Bahkan seperti sektor UMKM, pariwisata, 
transportasi, hingga perdagangan turut merasakan dampak luar biasa dari pandemi 
ini mengingat semakin sedikit masyarakat yang berani beraktivitas normal.

Seiring dengan penurunan pendapatan maka perusahaan terpaksa mengurangi jumlah 
karyawan melalui pemutusan hubungan kerja (PHK) untuk menekan biaya operasional 
sehingga jumlah pengangguran meningkat.

Presiden Joko Widodo menyebutkan di tengah pandemi terdapat sekitar 6,9 juta 
pengangguran dan 3,5 juta pekerja terdampak COVID-19 serta 2,9 juta penduduk 
usia kerja baru setiap tahun.

Peningkatan jumlah pengangguran sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk 
miskin yang diprediksikan Bappenas bertambah 2 juta orang pada akhir 2020 
dibandingkan 2019.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat persentase penduduk miskin pada Maret 2020 
adalah sebesar 9,78 persen atau meningkat 0,56 persen terhadap September 2019 
dan meningkat 0,37 persen terhadap Maret 2019.

Jumlah penduduk miskin pada Maret 2020 sebesar 26,42 juta orang atau meningkat 
1,63 juta orang terhadap September 2019 dan meningkat 1,28 juta orang terhadap 
Maret 2019.

Peningkatan jumlah penduduk miskin telah terjadi sejak Maret 2020, padahal pada 
bulan tersebut COVID-19 baru mulai muncul dan Pembatasan Sosial Berskala Besar 
(PSBB) baru diterapkan.

Pandemi dan PSBB yang masih terus berlangsung hingga kini tentu akan semakin 
meningkatkan jumlah pengangguran maupun penduduk miskin Indonesia.

Sementara outlook tingkat kemiskinan pada tahun ini adalah sebesar 9,7 persen 
sampai 10,2 persen dengan target penurunan tingkat kemiskinan di level 9,2 
persen hingga 9,7 persen untuk 2021.

Penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat tercermin melalui penurunan kinerja 
konsumsi rumah tangga yang pada triwulan II 2020 mencapai 5,51 persen.

Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan lesunya kinerja konsumsi terlihat dari 
seluruh kelompok penjualan eceran seperti makanan, minuman dan tembakau yang 
mengalami minus 0,71 persen.

Kelompok lainnya yang ikut tumbuh negatif adalah pakaian, alas kaki dan jasa 
perawatan minus 5,13 persen, transportasi dan komunikasi minus 15,33 persen 
serta restoran dan hotel minus 16,53 persen.

Penurunan kinerja konsumsi rumah tangga tersebut menjadi pemicu utama kontraksi 
ekonomi Indonesia yang pada triwulan II 2020 mencapai minus 5,32 persen.

Untuk kuartal berikutnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksikan masih 
akan berada di zona negatif namun lebih baik dibandingkan kuartal sebelumnya 
yaitu berada di rentang minus 2,8 persen hingga minus 1 persen.

Seiring dengan itu, pada kuartal III dari sisi konsumsi RT dan LNPRT juga masih 
diperkirakan terkontraksi yaitu minus 3 hingga 1,5 persen dengan total outlook 
2020 di kisaran minus 2,1 sampai minus 1 persen.

Sedangkan untuk kuartal IV, Sri Mulyani mengupayakan agar pertumbuhan ekonomi 
mampu mendekati nol persen sehingga target pemerintah tahun ini yang sebesar 
minus 1,7 persen sampai minus 0,6 persen bisa tercapai.

Target pertumbuhan

Pemerintah terus mengejar target pertumbuhan ekonomi tahun ini yang telah 
mengalami revisi dari semula minus 1,1 persen hingga 0,2 persen menjadi minus 
1,7 persen sampai minus 0,6 persen.

Pengejaran target dilakukan dengan upaya pemerintah meningkatkan konsumsi 
masyarakat yang sempat terkontraksi cukup dalam karena berkontribusi terhadap 
Produk Domestik Bruto (PDB) hingga 58 persen.

Pemerintah mengeluarkan segudang insentif dalam rangka mendorong konsumsi 
masyarakat yang pendapatannya sedang tertekan bahkan tidak ada pendapatan 
karena ter-PHK. Segudang insentif yang dikeluarkan pemerintah turut menuntut 
terjadinya peningkatan pada konsumsi pemerintah karena pada kuartal II 
terkontraksi mencapai 6,9 persen.

Bahkan Sri Mulyani mengejar target agar konsumsi pemerintah pada kuartal III 
mengalami pertumbuhan positif yang sangat tinggi yaitu 9,8 persen hingga 17 
persen melalui akselerasi belanja.

“Untuk keseluruhan tahun kita ada antara di positif 0,6 persen hingga 4,8 
persen untuk konsumsi pemerintah. Pemerintah sudah melakukan all out melalui 
kebijakan belanja atau ekspansi fiskalnya untuk counter cyclical,” katanya.

Perbaikan kesejahteraan masyarakat dilakukan salah satunya melalui 
penggelontoran dana mencapai Rp695,2 triliun sejak awal Juni 2020 untuk program 
Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Total anggaran Rp695,2 triliun tersebut difokuskan pada enam bidang yaitu 
kesehatan Rp87,55 triliun, perlindungan sosial Rp203,9 triliun, dan UMKM 
Rp123,46 triliun.

Kemudian tak luput juga untuk pembiayaan korporasi Rp53,57 triliun, serta 
sektoral K/L dan Pemda Rp106,11 triliun dan insentif dunia usaha Rp120,61 
triliun.

Sementara itu, Sekretaris Eksekutif I Komite PC-PEN Raden Pardede menyatakan 
pemerintah akan mempercepat belanja dalam PEN dari enam bidang tersebut mulai 
Oktober 2020.

Percepatan belanja dilakukan dengan mengubah pola penyaluran misalnya untuk 
pembayaran insentif tenaga kesehatan dari tiga bulan sekali menjadi sekali 
dalam sebulan.

Raden menuturkan program yang selama ini lambat penyerapannya akan 
direalokasikan untuk belanja di kelompok yang paling cepat diserap misalnya 
program perlindungan sosial dan UMKM.

Tambahan belanja dalam program perlindungan sosial diarahkan untuk subsidi 
gaji, subsidi gaji guru honorer, subsidi kuota internet, perpanjangan diskon 
listrik dan tambahan dana bergulir.

Anggaran PEN untuk perlindungan sosial meningkat dari Rp203,9 triliun menjadi 
Rp242,01 triliun karena adanya realokasi tersebut.

Realokasi turut dilakukan pada program dukungan UMKM yang diarahkan untuk 
penyaluran bantuan produktif usaha mikro sehingga besaran anggaran yang semula 
Rp123,46 triliun menjadi 128,05 triliun.

Realokasi dilakukan di antaranya dari anggaran kesehatan sebesar Rp3,53 triliun 
karena belum ada pembayaran vaksin COVID-19 dalam jumlah besar pada tahun ini. 
Kemudian juga dilakukan dari anggaran untuk sektoral kementerian/lembaga dan 
pemda sebesar Rp34,57 triliun serta dari program pembiayaan korporasi sebesar 
Rp4,55 triliun.

Direktur riset Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Piter Abdullah 
mengatakan stimulus yang diberikan oleh pemerintah triliun akan mampu menahan 
laju perlambatan ekonomi akibat dampak wabah COVID-19.

Hal itu terjadi karena perlambatan ekonomi tak bisa dihindari selama masih ada 
COVID-19 sehingga stimulus merupakan upaya pemerintah untuk menahan agar 
perekonomian tidak terkontraksi lebih dalam.

“Stimulus itu memang bukan untuk membuat perekonomian kita ke atas tapi untuk 
menahan laju perlambatan ekonomi,” katanya.

Realisasi insentif

Ketua Satuan Tugas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Nasional Budi Gunadi 
menyatakan dari pagu anggaran Rp695,2 triliun telah tersalurkan Rp318,5 triliun 
atau 45,8 persen hingga akhir September 2020.

Realisasi tersebut meliputi kesehatan Rp21,9 triliun, perlindungan sosial 
Rp157,03 triliun, serta program sektoral Kementerian/Lembaga dan Pemda Rp26,61 
triliun. Selanjutnya insentif usaha Rp28,07 triliun, dukungan UMKM Rp84,85 
triliun dan program pembiayaan korporasi yang belum terealisasi atau nol persen.

Sri Mulyani melanjutkan realisasi anggaran atas PEN yang sudah menunjukkan 
akselerasi atas pemanfaatannya turut terjadi secara terperinci pada penempatan 
dana di bank Himbara yakni telah disalurkan kredit hingga 4,7 kali lipat.

“Total penempatan pada bank Himbara hingga saat ini adalah sebesar Rp47,5 
triliun,” ujarnya.

Selain itu, pemerintah juga menempatkan dana pada tujuh Bank Pembangunan Daerah 
(BPD) sebesar Rp11,2 triliun serta tiga bank syariah sebesar Rp3 triliun.

Selanjutnya untuk beberapa program baru pun telah terealisasi dengan baik 
seperti bantuan subsidi gaji Rp13,98 triliun untuk 11,65 juta peserta dari 
target 15,7 juta pegawai.

Terakhir yaitu Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM) Rp14 triliun kepada 5,9 
juta pengusaha mikro dari target Rp22 triliun dan bantuan operasional dan 
pembelajaran daring pesantren Rp2,02 triliun.

Sri Mulyani memastikan pemerintah akan terus menjaga keseimbangan antara 
kesehatan dan ekonomi di tengah masa pandemi karena keduanya berimplikasi 
terhadap kesejahteraan masyarakat.

Keseimbangan harus dilakukan karena upaya pemerintah dalam memulihkan ekonomi 
yang berhubungan dengan kesejahteraan masyarakat akan sangat bergantung pada 
penanganan pandemi COVID-19.

Oleh sebab itu, pemerintah akan meneruskan berbagai insentifnya sampai tahun 
depan dengan menyediakan anggaran PEN sebesar Rp372,3 triliun dalam APBN 2021 
meski lebih rendah dibandingkan tahun ini Rp695,2 triliun.

Hal itu sebagai upaya menjaga keseimbangan antara kesehatan dengan ekonomi 
untuk mengembalikan kesejahteraan rakyat.

Baca juga: KPPOD: Daya saing daerah berkelanjutan kunci utama pemulihan 
Indonesia
Baca juga: Kemenkeu: Tak bisa dibalik, tangani COVID-19 prasyarat ekonomi pulih
Baca juga: Pemerintah prioritaskan tujuh program percepat pemulihan APBN 2021

Oleh Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Faisal Yunianto
COPYRIGHT © ANTARA 2020





Kirim email ke