Mengapa Jutaan Pria Tiongkok Memilih Jadi Shengnan alias Pria Sisa?


RABU, 22 FEB 2017 16:23

ilustrasi (Pixabay)

JawaPos.com – Masih jomblo dan belum punya calon istri? Jangan baper, di 
Tiongkok, lelaki jomblo tidak sedikit. Banyak banget. Sangking banyaknya, 
lelaki lajang yang belum punya pasangan itu sudah menjadi bagian dari masalah 
di Negeri Tirai Bambu tersebut. Diperdiksi, pada 2020 nanti, bakal ada 30 juta 
lelaki jomblo di Tiongkok yang berusaha mencari kekasih. Byuh…Disebut sebagai 
shengnan, alias pria sisa, mereka adalah lelaki yang sudah berusia di atas 30 
tahun namun belum menikah. Tetapi, memang tidak mudah mencari pasangan hidup di 
Tiongkok. Dengan kebijakan satu anak dan keluarga Tiongkok lebih memilih punya 
anak lelaki daripada perempuan, maka Tiongkok punya banyak penduduk berjenis 
kelamin laki-laki.Ketidakseimbangan gender itu membuat lelaki susah mendapatkan 
pasangan. Dan jaraknya diperkirakan bakal melebar. Dalam buku  The Demographic 
Future, ekonomis politik Amerika Serikat Nicholas Eberstadt memprediksi lebih 
dari sepertempat lelaki di Tiongkok tidak akan menikah pada 2030. Bukan karena 
tidak mau, namun karena tidak ada perempuan yang akan dinikahi.Karenanya, 
biro-biro pencarian jodoh di Tiongkok laris manis. Tetapi, tidak semua sukses. 
Pada 2015 contohnya. Seorang pebisnis berusia 40 tahun dilaporkan menuntut satu 
biro pencarian jodoh yang berbasis di Shanghai, Tiongkok, karena gagal mencari 
istri untuknya. Padahal, dia sudah menambah biaya sampai USD 1 juta (setara Rp  
13,3 miliar) agar pencarian diperluas dan lebih intensif.Kasus lain, seorang 
programmer komputer dari Guangzhou membeli 99  iPhone untuk kekasihnya.  Ponsel 
pintar itu adalah bagian dari hadiah lamaran untuk si gadis. Sayangnya, lelaki 
itu ditolak. Tak hanya ditolak, proses melamar 99 iPhone itu kemudian tersebar 
di media sosial.Kesulitan untuk mendapatkan pasangan hidup bagi kaum pria tak 
hanya karena jumlah perempuan di Tiongkok lebih sedikit. Lelaki lebih mapan 
bakal mendapatkan kans lebih banyak untuk menikah. Namun, untuk mencapai 
kemapanan butuh waktu. Saat sudah mapan, perempuan yang akan dinikahi mungkin 
sudah menikah dengan orang lain.Tak hanya itu, biaya lain-lain untuk menikah 
sangat tinggi. Hong Yang yang sudah menikah saat usianya 30 tahun menggambarkan 
pernikahan adalah “bisnis ibu mertua.” ”Jika pria ingin menikahi anak 
perempuannya, calon mantu harus membelikan mertua rumah. Baru langkah 
selanjutnya dibicarakan,” katanya.Ditambahkan Hong Yang, sulit bagi perempuan 
untuk mencari lelaki yang mapan saat mereka sudah berusia 32 tahun. ”Lelaki 
mapan di Tiongkok ingin menikahi gadis cantik dan muda. Sementara, perempuan 
ingin mendapatkan kestabilan perekonomian. Karena itu, banyak perempuan yang 
berusia matang, memilih menikahi pria yang matang juga. Alias sudah tua. 
Bahkan, perbedaan usia bisa mencapai 10-20 tahun.”(BBC/tia)

Kirim email ke