Mengupas Program Rumah Tanpa DP 
http://www.cnnindonesia.com/kursipanasdki1/20170225165158-516-196131/mengupas-program-rumah-tanpa-dp/
 Abi Sarwanto
 Sabtu, 25/02/2017 17:02 WIB
 
 

 
 Program hunian terjangkau yang ditawarkan Anies Baswedan adalah kredit murah 
berbasis tabungan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. (CNN 
Indonesia/Safir Makki)
 
 Jakarta, CNN Indonesia -- Program hunian terjangkau dan DP nol rupiah 
merupakan satu dari 23 janji kerja yang ditawarkan pasangan calon nomor urut 
tiga, Anies Baswedan-Sandiaga Uno di Pilkada DKI Jakarta 2017.

Tawaran program ini kemudian menuai pro dan kontra usai debat kandidat yang 
diselenggarakan KPU DKI Jakarta. Banyak pihak menilai program ini tidak mungkin 
direalisasikan, bahkan Gubernur BI pun ikut melarangnya lantaran dinilai 
melanggar aturan.

Anies-Sandi kemudian berusaha menjabarkan maksud dari program hunian terjangkau 
di Jakarta. Dalam situs resmi kampanye mereka, jakartamajubersama.com, 
dijelaskan bahwa program tersebut merupakan kredit murah berbasis tabungan bagi 
masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.

Konsep yang ditawarkan adalah dengan mengganti prasyarat uang muka (DP) dengan 
skema melihat konsistensi jumlah saldo tabungan di bank sebesar proposi 
tertentu dari nilai properti dalam jangka waktu enam bulan, maupun konsistensi 
menabung dalam jangka waktu 6-12 bulan.

 Lihat juga:Cagub Anies Klaim Program KPR Tanpa DP Tak Salahi Aturan 
http://www.cnnindonesia.com/kursipanasdki1/20170217225317-516-194383/cagub-anies-klaim-program-kpr-tanpa-dp-tak-salahi-aturan/
Menurut Anies, program itu merupakan bantuan kemudahan skema pembiayaan bagi 
warga untuk memiliki rumah yang akan disediakan Pemerintah Provinsi DKI 
Jakarta. Dia menegaskan program itu bukan bertujuan untuk membangun rumah. 

"Jadi jangan sampai diasosiasikan sebagai program buat rumah. Kami tidak 
membuat rumah, tapi pembiayaan," ujar Anies di Posko Pemenangan Cicurug, 
Jakarta, kemarin.

Anies menerangkan, jenis rumah yang ditawarkan dalam program ini bisa berbentuk 
rumah tapak (landed house) maupun hunian vertikal (rumah susun).

Pemprov nantinya tidak berkutat mengurusi jenis rumah yang masuk dalam program 
ini. "Kami tidak masuk bentuk rumahnya, tapi masuk dalam bentuk pembiayaannya. 
Artinya bekerja dalam sistem perbankan," kata dia. 

Meski demikian, dalam situs secara spesifik dijelaskan bahwa properti yang 
ditawarkan adalah hunian berbentuk vertikal sederhana yang disubsidi pemerintah 
dengan harga maksimal Rp350 juta.

Dijelaskan pula bahwa lokasi properti program ini berada di wilayah Jakarta 
dengan memanfaatkan lahan milik pemerintah daerah dan tanah-tanah terlantar, 
lahan pusat aktivitas perekonomian seperti pasar dan kerjasama dengan pihak 
ketiga melalui skema built, operate, transfer.
 


Sebuah skema ilustrasi pun diberikan. Warga yang ingin membeli rumah susun 
sederhana senilai Rp350 juta harus membayar uang muka misalnya 15 persen, atau 
senilai Rp52,5 juta.

Melalui program ini, Pemprov DKI Jakarta nantinya bakal memberi talangan uang 
muka ke bank. Sedangkan warga yang mengikuti porgram mencicil duit talangan 
kepada Pemprov DKI Jakarta.

Program itu memuat prasayarat yang harus dipenuhi, antara lain harus memiliki 
KTP DKI Jakarta dengan masa tinggal tertentu dan berpenghasilan maksimal Rp7 
juta per bulan. Pemprov DKI Jakarta juga akan melihat kebiasaan menabung 
sebesar Rp2,3 juta setiap bulannya di Bank DKI untuk dilakukan penilaian.

Prasyarat lain adalah program ditujukan bagi warga yang baru pertama kali 
mengikuti kredit rumah dan akan digunakan sebagai rumah tinggal. Ada pula 
syarat yang mengharuskan warga penerima program melampirkan bukti penghasilan 
per bulan, atau surat keterangan penghasilan yang ditandatangani lurah.
 Lihat juga:REI: DP Rumah Nol Persen Hanya 'Gimmick' Semata 
http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20170217175904-92-194312/rei-dp-rumah-nol-persen-hanya-gimmick-semata/
Dengan target penerima porgram mencapai 50 ribu keluarga per tahunnya, program 
ini diasumsikan akan menelan dana APBD sekitar Rp2,7 triliun. Dalam lima tahun, 
program ini diklaim akan mengurangi kekurangan hunian yang mencapai 302.319 
unit, menjadi tinggal sekitar 50 ribu unit.

Untuk mengurangi risiko kegagalan kredit, nantinya program ini akan bekerjasama 
dengan Askrindo atau Jamkrindo hingga membentuk Badan Layanan Umum (BLU) 
Pengelola Perumahan Rakyat Pemprov DKI.

Sementara itu, Anies mengklaim pihaknya telah menyiapkan perangkat aturan untuk 
mewujudkan program ini. Dia juga menegaskan bahwa program ini tidak melanggar 
aturan, merujuk Pasal 17 Peraturan BI No. 18/16/PBI/2016.

"Nanti, kita akan buat aturanya, nanti levelnya mungkin Pergub atau Perda 
supaya bisa dieksekusi," kata Anies.

Menuai kritik

Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia Eddy 
Ganefo menilai program yang ditawarkan Anies tersebut tidak realistis. 
Terlebih, kata Eddy, skema pembelian rumah tanpa DP tidak mendapat restu dari 
Bank Indonesia.

Dalam Peraturan BI (PBI) Nomor 18/16/PBI/2016 yang dikeluarkan pada 29 Agustus 
2016 lalu, bank sentral secara resmi mengatur ketentuan rasio LTV kredit 
pemilikan rumah pertama menjadi 85 persen dari sebelumnya 80 persen. Artinya, 
uang muka kredit perumahan minimal 15 persen dari harga rumah.

BI juga mengatur uang muka KPR kedua menjadi 20 persen dari sebelumnya 30 
persen, sedangkan kredit rumah ketiga serta seterusnya menjadi 25 persen dari 
ketentuan sebelumnya 40 persen.
 Lihat juga:Bank Indonesia Larang KPR dengan DP Nol Persen 
http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20170217150456-78-194249/bank-indonesia-larang-kpr-dengan-dp-nol-persen/
Kalaupun DP tersebut nantinya ditalangi oleh Pemprov DKI, Eddy sangsi hal itu 
bisa terlaksana. "Mana ada Pemprov yang mau talangi DP plus bunga. Itu tidak 
realistis," kata Eddy.

Selain itu, Eddy juga menyebut kecil kemungkinan bagi masyarakat tidak mampu 
Jakarta bisa menabung Rp2,3 juta per bulan, sebagaimana yang disyaratkan untuk 
mencicil DP.

"Untuk rakyat yang tidak mampu itu rata-rata kemampuan mendapat penghasilan ada 
di bawah Rp1,7 juta. Jadi tetap tidak mungkin," kata Eddy.

"Kampanye boleh saja, tapi rasanya tak perlu memaksakan seperti ini. Kasihan 
rakyat," kata Eddy. (gil)
 

 

 

Kirim email ke