https://www.harianaceh.co.id/2019/11/11/onani-atau-masturbasi-dibolehkan-jika/


Onani *atau Masturbasi Dibolehkan Jika…*

*Redaksi HAI* <https://www.harianaceh.co.id/author/redaksi/>

 11/11/2019 | 13:00 WIB
<https://www.harianaceh.co.id/2019/11/11/onani-atau-masturbasi-dibolehkan-jika/>



BERIKUT kami rangkum dari laman Islampos, masturbasi hukumnya sama saja
bagi laki-laki dan wanita. Sebagaimana sudah sering kami bahas sebelumnya
tentang masturbasi, maka hukumnya mengikat bukan saja bagi laki-laki namun
juga wanita. Masalah yang berkaitan dengan masturbasi atau dalam bahasa
arabnya disebut istimna` banyak dibahas oleh para ulama. Sebagian besar
ulama mengharamkannya namun ada juga yang membolehkannya.

[*]1. Yang mengharamkan: Umumnya para ulama yang mengharamkan masturbasi
berpegang kepada firman Allah Ta’ala : “Dan orang-orang yang memelihara
kemaluannya kecuali terhadap isterinya atau hamba sahayanya, mereka yang
demikian itu tidak tercela. Tetapi barangsiapa mau selain yang demikian
itu, maka mereka itu adalah orang-orang yang melewati batas,” (Al-Muminun:
5-7).

[*]Mereka memasukkan masturbasi sebagai perbuatan tidak menjaga kemaluan.
Dalam kitab Subulus Salam juz 3 halaman 109 disebutkan hadits yang
berkaitan dengan anjuran untuk menikah: Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam telah bersabda kepada kepada kami, “Wahai para pemuda, apabila
siapa diantara kalian yangtelah memiliki baah (kemampuan) maka menikahlah,
kerena menikah itu menjaga pandangan dan kemaluan. Bagi yang belum mampu
maka puasalah, karena puasa itu sebagai pelindung,” (HR Muttafaqun `alaih).



Di dalam keterangannya dalam kitab Subulus Salam, Ash-Shan`ani menjelaskan
bahwa dengan hadits itu sebagian ulama Malikiyah mengharamkan masturbasi
dengan alasan bila masturbasi dihalalkan, seharusnya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam memberi jalan keluarnya dengan masturbasi saja karena
lebih sederhana dan mudah. Tetapi Rasul malah menyuruh untuk puasa.
Sedangkan Imam Asy-Syafi`i mengharamkan masturbasi dalam kitab Sunan
Al-Baihaqi Al-Kubro jilid 7 halaman 199 dalam Bab Masturbasi ketika
menafsirkan ayat Alquran surat Al-Mukminun”Dan orang-orang yang memelihara
kemaluannya


Begitu juga dalam kitab beliau sendiri Al-Umm juz 5 halaman 94 dalam bab
Masturbasi. Imam Ibnu Taymiyah ketika ditanya tentang hukum masturbasi
beliau mengatakan bahwa masturbasi itu hukum asalnya adalah haram dan
pelakunya dihukum ta`zir, tetapi tidak seperti zina. Namun beliau juga
mengatakan bahwa masturbasi dibolehkan oleh sebagian shahabat dan tabiin
karena hal-hal darurrat seperti dikhawatirkan jatuh ke zina atau akan
menimbulkan sakit tertentu. Tetapi tanpa alasan darurat, beliau (Ibnu
Taymiyah) tidak melihat adanya keringanan untuk memboleh masturbasi.


[*]2. Yang membolehkan: Diantara para ulama yang membolehkan istimna`
antara lain Ibnu Abbas, Ibnu Hazm dan Hanafiyah dan sebagian Hanabilah.
Ibnu Abbas mengatakan masturbasi lebih baik dari zina tetapi lebih baik
lagi bila menikahi wanita meskipun budak. Ada seorang pemuda mengaku kepada
Ibnu Abbas “Wahai Ibnu Abbas, saya seorang pemuda dan melihat wanita
cantik. Aku mengurut-urut kemaluanku hingga keluar mani.” Ibnu Abbas
berkata, “Itu lebih baik daripada zina, tetapi menikahi budak lebih baik
dari itu (masturbasi)


]Mazhab Zhahiri yang ditokohi oleh Ibnu Hazm dalam kitabnya Al-Muhalla juz
11 halaman 392 menuliskan bahwa Abu Muhammad berpendapat bahwa istimna`
adalah mubah karena hakikatnya hanya seseorang memegang kemaluannya maka
keluarlah maninya. Sedangkan nash yang mengharamkannya secara langsung
tidak ada. Sebagaimana dalam firman Allah: “Dan telah Kami rinci hal-hal
yang Kami haramkan”.


[*]Sedangkan masturbasi bukan termasuk hal-hal yang dirinci tentang
keharamannya maka hukumnya halal. Pendapat mazhab ini memang mendasarkan
pada zahir nash baik dari Al-Quran maupun Sunnah. Sedangkan para ulama
Hanafiyah (pengikut Imam Abu Hanifah) dan sebagian Hanabilah (pengkikut
mazhab Imam Ahmad)sebagaimana tertera dalam Subulus Salam juz 3 halaman 109
dan juga dalam tafsir Al-Qurthubi juz 12 halaman 105membolehkan masturbasi
dan tidak menjadikan hadits ini tentang pemuda yang belum mampu menikah
untuk puasa di atas sebagai dasar diharamkannya masturbasi.

[*]Berbeda dengan ulama Syafi`iah dan Malikiyah. Mereka memandang bahwa
masturbasi itu dibolehkan. Alasannya bahwa mani adalah barang kelebihan.
Oleh karena itu boleh dikeluarkan, seperti memotong daging lebih. Namun
sebagai cataan bahwa ada dua pendapat dari mazhab Hanabilah, sebagian
mengharamkannya dan sebagian lagi membolehkannya. Bila kita periksa kitab
Al-Kafi fi Fiqhi Ibni Hanbal juz 4 halaman 252 disebutkan bahwa masturbasi
itu diharamkan. Ulama-ulama Hanafiah juga memberikan batas kebolehannya itu
dalam dua perkara:1. Karena takut berbuat zina.2. Karena tidak mampu
menikah.


[*]Pendapat Imam Ahmad memungkinkan untuk kita ambil dalam keadaan gharizah
itu memuncak dan dikhawatirkan akan jatuh ke dalam haram. Misalnya seorang
suami yang sedang belajar atau bekerja di tempat lain yang jauh dari
negerinya, sedang pengaruh-pengaruh di hadapannya terlalu kuat dan dia
khawatir akan berbuat zina.

[*]Tetapi yang lebih baik dari itu semua, ialah seperti apa yang
diterangkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap pemuda
yang tidak mampu menikah, yaitu kiranya dia mau memperbanyak puasa, dimana
puasa itu dapat mendidik beribadah, mengajar bersabar dan menguatkan
kedekatan untuk bertaqwa dan keyakinan terhadap penyelidikan (muraqabah)
Allah kepada setiap jiwa seorang mumin. Wallahu A`lam bis-shawab. [*]

Kirim email ke