Orang Tua Dan Sup “Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, dan manusia mati meninggalkan budibaik”, demikian antara lain bunyi kata sambutan Dubes RI untuk Negeri Belanda I Gusti Wesakapuja, dalam sebuah pertemuan mengenang setahun wafatnya saudara Sardjio Mintardjo. Pertemuan tersebut diadakan di sebuah gedung di Leiden yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Leiden, pada hari Minggu 4 Desember 2016. Tampak hadi ratusan mahasiswa Indonesia di Leiden dan kota-kota lainnya di Belanda, Dubes RI untuk Belanda bersama stafnya, keluarga Pak Mintarjo, pengurus organisasi perempuan Indonesia di Belanda DIAN dan organisasi perhimpunan Persaudaraan. Pertemuan ini lebih dikenal dengan nama The Old Man and Soup, karena dalam setiap pertemuan di rumah Pak Min yang selalu terbuka bagi mahasiswa Indoneia, sering terhidang sup buntut masakan Pak Min. Mintardjo adalah seorang eksil, meninggal dunia setrahun yang lalu. Rumah Pak Min selalu terbuka bagi para mahasiswa Indonesia di Leiden. Acara dimulai dengan pemutaran film dokumenter singkat, mengemukakan pendapat beberapa mahasiswa Indonesia tentang kebaikan dan kejujuran Pak Min di masa hidupnya. Pak Min selalu berpesan agar para mahasiswa Indonesia di negeri Belanda belajar dengan baik dan jangan kembali ke Indonesia tanpa diploma gelar sarjana. Pak Min sering memesankan agar setelah selesai belajar, segera menyumbangkan pikiran dan tenaganya bagi pembangunan bangsa dan negara Indonesia.Setelah pembukaan oleh ketua PPI Leiden, Nazarudin, segera memberikan sambutannya Dubes RI untuk negeri Belanda I Gusti Wesakapuja. Puja mengakui bahwa banyak warga Indonesia yang tidak bisa pulang ke tanah air disebabkan perbedaan dan korban politik di masa lalu, namun kecintaan mereka tak pernah luntur terhadap Indonesia. Dubes mengulangi pesan Pak Min yang menyatakan kepada para masiswa jangan kembali ke Indonesia tanpa gelar sarjana, membuktikan sebuah kecintaan mendalam terhadap tanah air. Pada kesempatan itu Dubes juga membacakan sebuah puisi Chairil Anwar “Beta Pattiradjawane” (Cerita buat Din Tamaela).Setelah sambutan dari keluarga Pak Min, yang disampaikan oleh putrinya, Ratna, acara dilanjutkan dengan sebuah tarian dari daerah Jawa, dibawakan oleh Fifi. Kemudian menggema beberapa lagu dengan iringan piano disampaikan oleh Bram. Dalam acara pembacaan puisi, tampil tiga deklamator: Hery Latief, Chalik Hamid dan Dini Stiyowati.Sebuah acara menarik, adalah acara tanya-jawab dengan menampilkan 3 nara suber Martin Aleida, Fadly Rahman M.A. dan Marek Ave. Martin seorang wartawan dan cerpenis sedang berada di Belanda selama 2 bulan. Ia sedang menyiapkan sebuah penyelidikan terhadap para eksil yang merupakan korban rejim Orde Baru Suharto, yang hingga kini terhalang pulang ke tanah airnya Indonesia. Ia sedang menyelesaikan penulisan terhadap para eksil yang berada di Eropa, antara lain di Belanda, Jerman, Prancis, Republik Ceko dan beberapa negeri lainnya. Menurut Martin sudah lebih satu setengah bulan setiap harinya dia berada di Openbaar Biblioteek Amsterdam (OBA).Fadly Rahman.M.A, dari Universitas Padjadjaran, seorang penulis kuliner akan berada di Belanda selama satu bulan. Ia mengadakan penelitian tentang bentuk-bentuk kuliner dari berbagai negeri. Marek Ave adalah seorang sahabat Pak Min yang pernah bersama-sama membangun sebuah organisasi “Sapu Lidi” di Leiden. Marek menjelaskan mengapa mereka membentuk organisasi tersebut dan mengapa diberi nama sapulidi.Acara terakhir adalah lagu-lagu koor yang dihidangkan para mahasiswa Leiden, dengan membawakan lagu-lagu lama yang dimodernisir. Panyampaian lagu-lagu ini mendapatkan sambutan hangat dari hadirin.(CH).
[GELORA45] Orang Tua Dan Sup
Chalik Hamid chalik.ha...@yahoo.co.id [GELORA45] Mon, 05 Dec 2016 07:46:40 -0800