PERNYATAAN SIKAP
FRONT PERJUANGAN RAKYAT (FPR) YOGYAKARTA“MENGECAM AKSI-AKSI ANARKIS DALAM 
MENYAMPAIKAN ASPIRASI DAN TINDAKAN REPRESIF APARAT KEPOLISIAN DALAM MENANGANI 
PERISTIWA 1 MEI 2018 DI PERTIGAAN UIN SUNAN KALIJAGA”Dibawah rezim Jokowi-JK 
boneka Imperialis, rakyat indonesia sering dihadapkan dengan kebijakan dan 
tindakan fasis anti demokrasi melalui alat reaksi negara (TNI-POLRI). Mulai 
dari intimidasi, teror maupun kriminalisasi terhadap rakyat senantiasa 
dilakukan oleh rezim boneka hari ini untuk meredam perjuangan rakyat atas 
penghisapan dan penindasan yang disebabkan oleh dominasi imperialisme dan 
feodalisme di indonesia.Pemberangusan serikat buruh di pabrik-pabrik, 
kriminalisasi kaum tani di desa-desa, pembubaran mimbar bebas di kampus-kampus, 
dan tindakan fasis anti demokrasi lainnya yang terus dilancarkan rezim 
Jokowi-JK terhadap seluruh perlawanan rakyat tertindas. Padahal didalam 
konstitusi UUD 1945 dengan jelas tertuang pada BAB XA (HAK ASASI MANUSIA) pasal 
28E ayat (3) bahwa "setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul 
dan mengeluarkan pendapat".Artinya hak tersebut telah dijamin oleh konstitusi 
di Indonesia dan dimaknai sebagai hak asasi manusia dimana negara wajib 
menjunjung tinggi dan melindunginya, bukan bertindak sebaliknya dengan berupaya 
mengeluarkan kebijakan yang anti demokrasi seperti UU ORMAS, UU ITE, maupun UU 
MD3 dan juga bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat tertindas di 
Indonesia.Begitupun yang terjadi saat ini di Yogyakarta. Dimana ruang demokrasi 
bagi rakyat semakin tidak diindahkan oleh rezim melalui aparatur negaranya. 
Telah terjadi aksi massa pada Selasa 1 mei 2018 bertempat di pertigaan kampus 
Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga yang menimbulkan kericuhan, aksi 
tersebut kemudian menjadi dasar legitimasi bagi aparat kepolisian untuk 
melakukan penyisiran dan penangkapan yang membabi buta terhadap siapa saja yang 
berada didalam kampus maupun di sekitaran kampus UIN, mereka yang ditangkap 
kemudian diintimidasi dan dipukuli tanpa prosedur hukum yang jelas dan tanpa 
perikemanusiaan serta kekerasan terhadap pendamping hukum LBH Yogyakarta 
Emmanuel Gobay yang mendatangi POLDA DIY untuk mendampingi mereka yang 
ditangkap dengan sewenang-wenang.Kronologi
1. Aksi ini adalah aksi aliansi/gabungan dari beberapa organisasi atau elemen 
yang tergabung dalam aliansi bernama GERAM (Gerakan Aksi Satu Mei). Diantarnya 
terdiri dari Front Aksi Mahasiswa Jogjakarta (FAM-J) yang dikordinatori saudara 
Mas’udi, PMII Komisariat Wahid Hasyim yang dikordinatori saudara Lutfhi, 
Aliansi Mahasiswa UJB yang dikordinatori saudara Talamun, Aliansi Mahasiswa 
Mercu Buana yang dikordinatori saudara Dedik, Aliansi Mahasiswa UIN yang 
dikordinatori saudara Habab, Aliansi Mahasiswa UCY yang dikordinatori saudara 
Miftah, Aliansi Mahasiswa UNY yang dikordinatori saudara Egis, Perhimpunan Pers 
Mahasiswa Indonesia yang dikordinatori saudara Alci, PMII Komisariat Pondok 
Sahabat UIN Sunan Kalijaga yang dikordinatori saudara Odent, LPM Ekspresi UNY 
yang dikordinatori saudara Fahrudin , LPM Himmah UII yang dikordinatori saudara 
Hasan, LPM Poros UAD yang dikordinatori saudara Ayan, LPM Journal Amikom yang 
dikordinatori saudara Bayu, GMNI UII yang dikordinatori saudara Ibnu, DEMA 
Fakultas Syaria’ah Dan Hukum yang dikordinatori saudara Lutfhi, PMII Komisariat 
Dewantara yang dikordinatori saudara Sayyid.
2. Sejak awal telah disepakati aksi ini adalah aksi damai (tanpa anarkisme)..
3. Karena aksi ini adalah aksi gabungan, masing-masing koordinator/ketua 
organisasi bertanggungjawab terhadap masa aksi dari organisasinya masing-masing.
4. Koordinator Umum (Kordum) aksi telah melakukan instruksi kepada 
masing-masing koordinator/ketua masing-masing organisasi agar massa yang dibawa 
menjaga etika, tidak melanggar hukum, bersikap ramah dan santun ke masyarakat 
sekitar UIN dan para pengguna jalan raya, tidak melakukan hal anarkisme yang 
dapat merugikan masyarakat dan negara.
5. Saat massa aksi diwakili Kordum hendak melakukan pernyataan sikap (bertanda 
akan berakhirnya aksi), tanpa sepengetahuan Kordum, masuk sekolompok orang 
dengan ciri-ciri berpakaian gelap (hitam), memakai jaket, penutup kepala serta 
penutup wajah, mereka tiba-tiba melakukan pengrusakan dan membakar pos polisi 
lalu lintas yang berada dilokasi menggunakan bom molotov, melakukan vandalisme 
serta tindakan-tindakan anarkis lainnya yang memancing keributan dan merugikan.
6. Tindakan tersebut memprovokasi massa aksi lainnya dan menimbulkan reaksi 
keras masyarakat sekitar yang awalnya melihat jalannya aksi dengan damai, 
sehingga gesekan dengan masyarakat pun tidak bisa dihindari.
7. Sekitar pukul 17.55, atas keadaan yang ricuh telah terjadi penangkapan 
sejumlah massa aksi. Penangkapan dilakukan oleh satuan polisi dari Kepolisian 
Daerah D.I. Yogyakarta (POLDA DIY) .
8. Terhadap kejadian tersebut, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta melalui 
rekan Emanuel Gobay dikontak oleh kawan mahasiswa bernama Arci dari Perhimpunan 
Pers Mahasiswa Yogyakarta, lewat pesan WhatsApp, yang pada pokoknya mengabarkan 
mahasiswa yang ikut aksis Gerakan Satu Mei (Geram) diciduk oleh polisi. Kawan 
Arci minta tolong agar LBH Yogyakarta mendampingi mahasiswa yang ditangkap.
9. Menerima permohonan bantuan hukum tersebut, segera Emanuel Gobay bersama 
satu orang Pengabdi Bantuan Hukum (PBH) LBH Yogyakarta berangkat ke lokasi 
kejadian (UIN Sunan Kalijaga). Setibanya di UIN, dapat informasi mahasiswa 
sudah dibawa ke kantor POLDA DIY.
10. PBH LBH Yogyakarta sampai di kantor POLDA DIY sekitar pukul 19.00 dan 
langsung menuju ke ruang aula yang berada di bagian belakang kantor POLDA DIY 
(sebelah utara parkiran motor) untuk menemui mahasiswa. Namun ternyata, polisi 
tidak mengizinkan dengan alasan tidak ada surat kuasa.
11. Kurang lebih pukul 19.10, tiga orang PBH LBH Yogyakarta yang lain sampai di 
Polda DIY dan polisi masih belum diizinkan bertemu mahasiswa.
12. Sekitar pukul 19.30, Yogi Zul Fadhli (PBH LBH Yogyakarta) tiba di kantor 
POLDA DIY dengan membawa surat kuasa kosong yang nantinya akan diisi oleh 
mahasiswa. PBH LBH Yogyakarta langsung meminta izin kepada polisi untuk bertemu 
mahasiswa. Tapi polisi masih tidak mengizinkan, dengan alasan mahasiswa masih 
didata dan masih proses penyesuian dengan data di lokasi kejadian serta 
menunggu sampai ada teleconference dari pihak POLDA DIY.
13. Polisi meminta PBH LBH Yogyakarta untuk menunggu sampai pendataan selesai 
dan polisi memastikan belum ada penetapan tersangka. PBH LBH Yogyakarta 
kooperatif dengan mengiyakan permintaan polisi dengan catatan untuk dikabari 
setelah selesai pendataan tersebut. Pada saat itu pula, polisi (melalui 
wadireskrim) membolehkan PBH LBH Yogyakarta untuk menunggu di teras depan aula 
dan bahkan diperkenankan melihat proses pendataan dari pintu kaca aula tersebut.
14. Proses di dalam aula masih berlangsung dan PBH LBH Yogyakarta yang 
berjumlah 6 orang masih menunggu di luar ruangan.
15. Sekitar pukul 20.30, seorang polisi (belum bisa dipastikan siapa) datang ke 
aula, sambil berteriak yang intinya memerintahkan semua warga sipil dan 
siapapun yang tidak berkepentingan selain anggota polisi untuk meninggalkan 
lokasi.
16. Emmanuel dan Yogi langsung mempertanyakan dasar hukum perintah tersebut.. 
Berkali-kali mereka minta rasionalisasi, argumentasi hukum apa yang melandasi 
perintah itu, tapi tak pernah dapat jawaban yang rasional. Polisi masih 
beralasan bahwa semua warga sipil harus keluar sampai pendataan selesai karena 
dianggap menggangu proses. Padahal LBH Yogyakarta mendapatkan permohonan 
bantuan hukum dari perwakilan mahasiswa untuk mendampingi kawan-kawan yang 
dibawa ke Kantor POLDA DIY. PBH LBH Yogyakarta bernegosiasi dengan polisi 
karena ingin melihat proses didalam dan memastikan bahwa proses yang dilakukan 
tidak merugikan mahasiswa.
17. Oleh karena masih tidak bisa masuk mendampingi mahasiswa di dalam, setelah 
berulangkali PBH LBH Yogyakarta menanyakan alasan/dasar hukumnya, polisi 
akhirnya menjawab bahwa ini perintah komandan dan ini diskresi polisi. 
18. Ditengah Emmanuel dan Yogi masih mempertanyakan argumentasi soal diskresi 
tersebut, tiba-tiba anggota polisi yang memberikan perintah supaya semua warga 
sipil dan siapapun yang tidak berkepentingan selain anggota polisi untuk 
meninggalkan lokasi, membentak dan menggebrak meja. Seketika itu pula, seluruh 
anggota polisi yang jumlahnya puluhan mengeroyok PBH LBH Yogyakarta (tiga orang 
perempuan) dan mendorong turun ke bawah. Bahkan Emanuel sampai terpelanting 
dari atas tangga.
19. Saat berada di bawah, seluruh anggota polisi masih mengeroyok PBH LBH 
Yogyakarta (terutama Emmanuel Gobay). PBH LBH Yogyakarta masih bertahan dengan 
argumentasinya, bahwa PBH LBH Yogyakarta punya kewajiban memberikan bantuan 
hukum pada mahasiswa.
20. Polisi tidak mau mendengar. PBH LBH Yogyakarta justru terus didorong paksa 
oleh polisi dan intel untuk keluar Polda. PBH LBH Yogyakarta hanya enam orang 
dan dikeroyok oleh puluhan polisi. Dalam kerumunan massa polisi yang jumlahnya 
puluhan itu, terjadilah aksi pengeroyokan/pemukulan/kekerasan terhadap 
Emmanuel. Beberapa kali Emmanuel mendapat pukulan oleh aparat kepolisian, salah 
satunya mengenai bagian kepala dekat telinga.
21. Oleh sebab suasana sudah tidak kondusif, akhirnya PBH LBH Yogyakarta 
memutuskan keluar dari Polda.
22. Setelah dari Polda, Emanuel segera menuju ke Rumah Sakit Hidayatullah untuk 
periksa. Menurut pemeriksaan dokter, ditemukan ada luka memar dan lecet geser 
di bagian atas telinga kiri.Atas keadaan tersebut di atas, kami dari Front 
Perjuangan Rakyat (FPR) Yogyakarta menyatakan sikap sebagai berikut:1. Mengecam 
segala bentuk tindakan anarkis dalam menyampaikan aspirasi.
2. Mengecam tindakan Aparat Kepolisian POLDA DIY yang tidak sesuai prosedur 
hukum dan melanggar HAM dalam menangani aksi massa di pertigaan kampus UIN 
Sunan Kalijaga pada tanggal 1 mei 2018.
3. Mengecam segala bentuk provokasi yang bertujuan memecah belah persatuan 
rakyat Yogyakarta.
4. Usut tuntas tindak kekerasan yang dilakukan aparat POLDA DIY terhadap 
pendamping hukum LBH Yogyakarta (Emanuel Gobay) saat melakukan pendampingan 
hukum di POLDA DIY.
5. Menuntut PEMPROV DIY menjamin kebebasan rakyat dalam berserikat, berkumpul 
dan menyampaikan pendapat.Yogyakarta, 3 Mei 2018
Koordinator
Front Perjuangan Rakyat (FPR) YogyakartaErlangga HB

Kirim email ke