Pendukung Jokowi Mulai Kecewa
Opini Warga Senin 13 Juli 2020 | 18:35 WIB,
 
Oleh H. Tony Rosyid

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&ved=2ahUKEwjxgMetj8vqAhVB66QKHScABl44ZBAWMAZ6BAgIEAE&url=https%3A%2F%2Fwww.megapolitanpos.com%2Fread%2Fdetail%2F16572%2Fpendukung-jokowi-mulai-kecewa&usg=AOvVaw2v3n_v9EAxHSO4EH214rS0



MEGAPOLITANPOS.COM: Jakarta-Kecewa para pendukung itu hal biasa. Hampir
terjadi di setiap rezim. Tidak saja kepada yang jadi, yang gagal jadi
saja kadang juga menghadapi kekecewaan dari para pendukungnya.

Prabowo adalah contoh paling mutakhir. Pilih koalisi dengan Jokowi,
Prabowo dicap sebagai penghianat. Adakah ini akan berpengaruh terhadap
pilpres 2024 jika Prabowo mau maju lagi? Banyak spekulasi.

Jika maju, apakah Prabowo akan membalik sejarah? Atau hanya
menyempurnakan kekalahannya hingga tiga kali berturut-turut? Kita
tunggu saja.

Lain Prabowo, lain juga Jokowi. Sejumlah pendukung Jokowi juga
menyatakan kecewa. Sebagian diungkap di medsos. Kenapa? Pertama, boleh
jadi karena gak kebagian jatah. Ini mungkin sedikit jumlahnya. Karena
Jokowi dikenal pandai berbagi. Tidak saja untuk generasi tua, generasi
milenial pun dapat bagiannya. Kartu pra kerja misalnya, dituding banyak
pihak sebagai bagian dari praktek bagi-bagi. Rangkap jabatan komisaris
BUMN juga heboh saat ini. Begitulah politik. Menang, ya bagi-bagi. Itu
namanya pengertian! Ada ribuan posisi untuk berbagi.

Kedua, ini lebih karena alasan substansial. Di era Jokowi, banyak
peristiwa yang dianggap membuat rakyat miris. Dimulai dari kematian
petugas pemilu yang jumlahnya aduhai. 894 orang. Hingga saat ini, masih
dianggap kontroversial.

KPU umumkan hasil pemilu tengah malam. Situng KPU pun gak tuntas. Belum
lagi peristiwa kematian yang terjadi dalam sejumlah demonstrasi.

Di era Jokowi, UU KPK direvisi. KPK pun megap-megap. Dibilang mati,
belum juga dikubur. Revisi UU KPK seperti memberi peluang koruptor
kakap untuk kabur. Inilah hasil sempurna kolaborasi pemerintah dengan
DPR. Mumtaz.

UU Corona dan UU Minerba diketok juga. Walaupun protes terjadi
dimana-mana. Disusul RUU Omnibus Law dan RUU HIP. Rakyat marah. Buruh,
mahasiswa dan umat Islam protes. Turun ke jalan dan lakukan demo.
Apakah akan didengar? Didengar iya, dipahami belum tentu. Apalagi
diakomodir. Masih jauh. Lihat saja episode yang sedang berjalan.

Iuran BPJS naik. Meski MA sudah batalkan Perpres 75/2019, naikin lagi.
Terbit Perpres 64/2020. Tarif listrik dan jalan tol juga naik. Entah
sudah berapa kali naiknya. Senyap!

Sejumlah BUMN bangkrut. Jiwasraya dan Asabri kebobolan belasan triliun.
Hutang negara meroket. Ke pertamina saja kabarnya negara masih punya
hutang 160 triliun. Hutang swasta sekitar 400-500 triliun. Infonya
total hutang negara sudah tembus 7000 triliun. Belum lagi dana haji.
Diobok-obok.

Pertumbuhan ekonomi minus. Ribuan perusahaan, termasuk kontraktor
tutup. Jauh sebelum covid-19. PHK terjadi dimana-mana. BI dan
Kementerian keuangan dapat tekanan untuk cetak uang besar-besaran. 600
triliun. Ancaman inflasi dihiraukan.

Sementara, sejumlah menteri hanya bisa bermain akrobat. Putar balik
lidah dan sibuk carmuk. Tak bisa kerja. Publik melihat kursi kabinet
dominan sebagai bagi-bagi posisi untuk para pemodal dan pengusung. Jauh
dari kemampuan untuk bekerja secara profesional. Kepada para menteri,
Jokowi marah-marah. Jengkel! Mereka dianggap tak bisa kerja sesuai
target. Pertanyaannya: siapa yang pilih mereka?

Terutama dalam penanganan covid-19. Telat antisipasi, dan kacau
datanya. Data sebelum datang covid-19, maupun data setelah diserbu
covid-19. Laporan jumlah terinveksi dan yang mati, belum beres hingga
hari ini. Simpang siur.

Ini semua fakta obyektif yang bisa dilihat dan dibaca. Tentu, oleh otak
yang masih waras. Waras artinya jujur. Menyangkal sama artinya gak
percaya pada data dan fakta yang transparan di depan mata. Kalau gak
percaya data dan fakta, lalu mau percaya pada apa?

Inilah kondisi obyektif yang memaksa para pendukung melakukan evaluasi
atas pandangannya terhadap Jokowi selama ini. Sebagian masih ada beban
untuk mengakui. Sebagian yang lain telah mengakui data dan fakta itu.
Mereka kecewa.

Lalu, apa pengaruh kekecewaan para pendukung itu secara politik? Tak
banyak. Kecuali jika ekonomi ambruk dan kekuatan Jokowi rapuh. Disitu,
para pendukung akan balik badan. Tidak saja massa, partai politik,
anggota DPR dan aparat pun akan menjadi pihak pertama yang berlomba
untuk balik badan. Cabut dukungan.

Jokowi harus sadar dan punya kepekaan terhadap perkembangan situasi
belakangan ini. Karena semua bisa mendadak berubah dan tak
terantisipasi. Bahaya!

Kirim email ke