Pernyataan Sikap FPR Memperingati 20 Tahun Gerakan Demokratis ’98: “Perkuat 
Persatuan dan Majukan Perjuangan Rakyat: Lawan Kebijakan dan Tindasan Fasis 
Rezim Jokowi-JK,Wujudkan Demokrasi Sejati Di Indonesia”
Posted on May 21, 2018by fprindonesiaSalam Demokrasi!Gerakan demokratis Mei ’98 
adalah merupakan puncak perjuangan panjang pemuda-mahasiswa dan rakyat 
Indonesia dalam melawan rezim fasis Soeharto dan menjadi salah satu momentum 
bersejarah di Indonesia. Sebab gerakan tersebut tepatnya pada tanggal 21 Mei 
1998 berhasil menumbangkan kekuasaan rezim fasis Suharto yang telah bercokol 
selama 32 tahun. Tidak hanya itu, rezim  Suharto juga merupakan rezim penghamba 
yang setia bagi kepentingan imperialis Amerika Serikat. Sejak berkuasa berbagai 
macam tindak kekerasan, penculikan, pembunuhan dan berbagai bentuk 
pemberangusan demokrasi terus dilancarkan, demi stabilitas politik.Di bawah 
tindasan rezim fasis Soeharto Sejak periode tahun ’70an gerakan mahasiswa dan 
rakyat terus menunjukan perkembangannya. Aksi-aksi demostrasi, pemogokan 
serikat buruh, perjuangan kaum tani dan lainnya terus berjuang. Perjuangannya 
tidak lain adalah untuk menentang kebijakan anti rakyat dan pemberangusan 
demokrasi. Perlawanan terhadap korupsi pemerintah, perampasan tanah di berbagai 
tempat untuk pembangunan (TMII, Kasus Kedung Ombo, dll), penolakan terhadap 
Pemilu dan pencalonan Suharto, serta Dwifungsi ABRI terus digelorakan. Hingga 
berpuncak di tahun 1998 dengan tuntutan utama “Turunkan Suharto” dan “Cabut 
Dwifungsi ABRI”. Tuntutan yang diraih pada 21 Mei 1998 dengan ditandai oleh 
pidato pengunduran diri Suharto.Turunnya Suharto memberikan kemenangan kecil 
bagi rakyat, namun upaya untuk merampas kembali seluruh hak demokratis rakyat 
tetap tidak berhenti. Dari pemerintahan Habibie hingga saat ini rezim Joko 
Widodo, pemerintah terus menunjukan wataknya yang anti terhadap rakyat. Di 
bawah kekuasaan Jokowi, rakyat Indonesia justru semakin mengalami kemerosotan 
hidup yang tajam dan belenggu terhadap ruang demokrasi semakin besar. Apa yang 
dilakukan oleh rezim Suharto pada kenyataanya juga terus dijalankan oleh rezim 
Jokowi. Pengabdiannya sebagai rezim boneka imperialis AS terus dilakukan oleh 
pemerintah. Jika di era Suharto menancapkan kebijakan awal dari dikte 
imperialis AS, maka dalam pemerintahan Jokowi semua itu semakin 
disempurnakan.Topangan utama imperialisme dalam menjalankan dominasinya di 
Indonesia adalah monopoli dan perampasan tanah yang dijalankan sejak rezim 
Suharto,saat ini semakin diintensifkan oleh rezim Jokowi. Melalui proyek 
pembangunan infrastruktur, perluasan perkebunan dan pertambangan, serta 
didukung oleh program Reforma Agraria yang hakekatnya justru semakin memperkuat 
monopoli dan semakin mengintensifkan perampasan tanah. Krisis ekonomi dan 
kemiskinan rakyat yang diwariskan oleh rezim Suharto justru diperparah di era 
Jokowi. Melalui 16 paket kebijakan ekonomi Izin bisnis dan investasi bagi 
kapitalis monopoli internasional semakin dipermudah, artinya memperkokoh dikte 
ekonomi neo-liberal imperialis terhadap Indonesia.Demi memastikan iklim 
investasi berjalan dengan kondusif, maka Jokowi pun tidak seganmemeras keringat 
klas buruh dengan upah yang rendah. Melalui PP 78/2015 tentang Pengupahan, 
kenaikan upah buruh disandarkan pada pertumbuhan ekonomi dan inflasi nasional, 
sebuah standar rumus yang manipulatif. Kebijakan pengupahan yang demikian hanya 
akan menguntungkan imperialis dan borjuasi besar komprador di dalam negeri. 
Sementara defisit upah buruh akan semakin besar. Sementara itu, demi juga 
memperlancar seluruh skema Paket Kebijakan Ekonominya, pemerintahan Jokowi 
terus memangkas/memotong bahkan mencabut anggaran subsidi bagi 
rakyat.Sedangkan, ruang demokrasi yang merupakan capaian dari gerakan 
demokratis ’98 kini terus dilikwidasi. Perampasan ruang demokrasi menjadi salah 
satu instrumen fasis yang dijalankan oleh rezim Jokowi. Seperti halnya Suharto, 
Jokowi kian menunjukan wajah aslinya sebagai rezim fasis yang anti demokrasi. 
Berbagai instrumen fasis dijalankan demi memastikan stabilitas politik di 
Indonesia, demi meredam dan membelenggu gerakan rakyat. Pada era Suharto 
terdapat UU Subversif, di zaman Jokowi terdapat UU Ormas, UU PKS, RKUHP, UU MD3 
dan seperangkat aturan yang membatasi ruang dan kebebasan berdemokrasi. 
Pemerintah kembali menjelma sebagai satu-satunya aktor yang memiliki kedudukan 
absolut dalam menilai baik dan buruknya rakyat. Rakyat yang terlibat dalam 
perjuangan untuk mengkritisi pemerintah, memperjuangkan hak demokratisnya akan 
mudah dianggap anti terhadap Pancasila, potensi makar, hingga 
terorisme.Sepanjang pemerintahan Jokowi, baik melalui kebijakan maupun 
tindakannya terus menunjukan watak fasisnya. Rakyat dari berbagai sektor terus 
menjadi korban tindasannya. Penangkapan, tindak kekerasan, kriminalisasi, 
pembubaran organisasi, hingga pembunuhan menjadi bagian yang tidak terpisahkan 
dari berjalannya pemerintahan ini. Pelibatan aparat keamanan (TNI dan Polri) 
terus meningkat untuk memuluskan berbagai program seperti pembangunan industri, 
penggurusan, pembangunan infrastruktur dan mengamankan Objek Vital Nasional 
Indonesia (OVNI). Begitu pula dengan TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD), 
kerjasama Kampus dengan TNI-Polri untuk pengamanan. Skema tersebut digunakan 
pemerintah untuk memastikan kontrolnya terhadap rakyat. Kekerasan, teror, 
intimidasi, penangkapan,dan berbagai tindasan fasis lainnya yang dijalankan 
oleh rezim Suharto, saat ini telah dilakukan oleh rezim Jokowi.Tindak kekerasan 
terhadap kaum tani terjadi di 18 Provinsi dengan 66 orang di tembak, 144 
luka-luka, 854 orang ditangkap, 10 orang meninggal dunia dan 120 orang 
dikriminalisasi. Bahkan pemerintah kembali menebar teror dengan melakukan 
penangkapan terhadap tiga kaum tani dan melakukan operasi gabungan melalui 
Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS). Operasi gabungan tersebut dengan bar-bar 
telah mengusir dan merusak rumah-rumah kaum tani di Kabupaten Merangin, 
Jambi.Saat ini mahasiswa juga menjadi korban tindasan fasis rezim Jokowi, 
tercatat sebanyak 115 mahasiswa mendapat skorsing, 54 mahasiswa mendapat sanksi 
DO, 192 orang mengalami tindak kekerasan, bahkan 190 orang 
dikriminalisasi.Seluruh kebijakan dan tindasan fasis yang dilakukan oleh rezim 
Jokowi tidak hanya menginjak-injak spirit yang dibangun melalui gerakan 
demokratis ’98, namun juga telah memberangus demokrasi di Indonesia. Perampasan 
hak dasar rakyat yang terus terjadi di masa sekarang bahkan jauh lebih buruk 
dibandingkan dengan rezim Suharto berkuasa.Atas dasar situasi tersebut maka, 
Front Perjuangan Rakyat dalam momentum memperingati 20 tahun Gerakan Demokratis 
’98 menyatakan sikap dan tuntutannya sebagai berikut:   
   - Cabut Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi  dan seluruh aturan dan perundangan  
yang mengabdi bagi  pelaksanaan skema neo liberalisme pimpinan imperialis 
Amerika Serikat; Cabut seluruh aturan dan undang-undang yang menindas hak 
politik rakyat, diantaranya: UU Ormas, UU MD3, RKUHP, dan seluruh kesepakatan 
(MoU) TNI-POLRI  yang merampas kebebasan buruh, tani, dan seluruh rakyat untuk 
mogok, berpendapat, dan berorganisasi!
   - Cabut PP No. 78 tahun 2015 tentang Pengupahan dan Hentikan seluruh praktek 
politik upah murah melalui segala bentuk fleksibilitas ketenagakerjaan (dalam 
bentuk sistem kontrak, outsourcing, “pemagangan”) yang semakin merampas upah 
buruh, termasuk  Hentikan PHK sepihak  secara semena-mena!
   - Hentikan program reforma agraria palsu, program kemitraan, perhutanan 
sosial, pembangunan infrastruktur dan seluruh proyek yang sepenuhnya 
menyandarkan pada Hutang Luar Negeri dan Investasi Asing yang semakin 
mengintensifkan perampasan tanah, penggusuran dan memperluas monopoli tanah!
   - Bebaskan tanpa syarat 3 petani Merangin yang ditahan oleh Polres Merangin. 
Serta hentikan segala bentuk kriminalisasi dan penangkapan terhadap seluruh 
rakyat yang memperjuangkan hak demokratisnya. Secara khusus, hentikan seluruh 
kekerasan, teror, Intimidasi, dan Kriminalisasi terhadap rakyat Papua.
   - Cabut seluruh sanksi Drop Out terhadap mahasiswa akibat mengkritisi, 
menentang, dan melakukan aksi-aksi melawan kebijakan kampus yang tidak berpihak 
pada mahasiswa dan rakyat!
   - Turunkan Harga kebutuhan pokok dan Turunkan Pajak bagi buruh, petani, dan 
rakyat miskin!
   - Hentikan seluruh intervensi dan perang agresi imperialis Amerika Serikat 
dan Sekutunya di seluruh negeri, serta menolak kerjasama sama pemerintah 
Indonesia dengan imperialis yang telah merampas kedaulatan bangsa dan merampok 
tanah air.
   - Wujudkan Reforma Agraria Sejati dan bangun industrialiasi nasional yang 
mandiri dan berdaulat.
Kami juga menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia agar terus memperkuat 
persatuan dan berjuang bersama melawan seluruh kebijakan dan tindasan fasis 
rezim Jokowi-JK demi terwujudnya demokrasi sejati di Indonesia.Jakarta, 21 Mei 
2018Hormat kami,Front Perjuangan Rakyat (FPR)  Rudi HB DamanKoordinator Umum 
Front Perjuangan Rakyat (FPR)Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), Aliansi 
Gerakan Reforma Agraria (AGRA), Serikat Perempuan Indonesia (SERUNI), Pemuda 
Baru (PEMBARU) Indonesia, Front Mahasiswa Nasional (FMN), Liga Mahasiswa 
Nasional untuk Demokrasi (LMND), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) 
Cabang Jakarta Selatan, Jaringan Aksi untuk Perubahan Indonesia (JAPI), 
Keluarga Besar Buruh Migrant Indonesia (KABARBUMI), Institute for National and 
Democracy Studies (INDIES), MINERAL7

Kirim email ke