-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>


https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1955-rumus-investasi



Rabu 07 Oktober 2020, 05:00 WIB 

Rumus Investasi 

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group | Editorial 

  Rumus Investasi Dok.MI/Ebet Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group. 
MENDATANGKAN investasi itu butuh kepercayaan, kepastian, kemudahan, kenyamanan. 
Membuat investor betah tinggal juga perlu kepastian, kenyamanan, kepercayaan. 
Tanpa itu semua, alih-alih mendatangkan investasi baru, investasi lama malah 
bisa hengkang. Sesimpel itulah rumusnya. Namun, mempraktikkan rumus yang mudah 
ternyata tidak segampang membalikkan telapak tangan. Tidak bisa simsalabim. 
Buktinya, dalam beberapa tahun belakangan problem hambatan investasi di 
Republik ini tidak sepenuhnya bisa dibabat. Akhir tahun lalu, Bank Dunia 
mencatat masih ada sederet permasalahan yang tidak mendukung iklim investasi di 
Indonesia. Dalam laporan berjudul Global Economic Risk and Implications for 
Indonesia itu Bank Dunia menulis investasi di Indonesia masih berisiko, rumit, 
dan tidak kompetitif. Regulasi pun tidak terprediksi, inkonsisten, dan 
bertentangan. Juga ada analisis lembaga lainnya tentang isu produktivitas 
tenaga kerja. Hal tersebut melatarbelakangi keengganan investor, terutama 
investor luar negeri, menanamkan modal mereka. Di lapangan, analisis Bank Dunia 
itu telah berkali-kali terkonfirmasi. Hingga akhir tahun lalu, misalnya, dari 
33 pabrik yang keluar dari Tiongkok, tidak ada satu pun yang melirik Indonesia 
sebagai tujuan investasi selanjutnya. Dari jumlah itu, 23 di antaranya memilih 
berinvestasi di Vietnam. Sisanya menuju Malaysia, Kamboja, dan Thailand. Pada 
2017, sebanyak 73 perusahaan Jepang berelokasi ke kawasan Asia Tenggara. 
Sebanyak 43 di antaranya lagi-lagi memilih Vietnam, 11 perusahaan ke Thailand, 
dan Filipina. Indonesia hanya didatangi 10 perusahaan Jepang yang hengkang itu. 
Kabar baiknya, mulai ada pembenahan di sejumlah sektor. Dampaknya, hingga 
semester pertama 2020 ini, sudah ada tujuh perusahaan yang berkomitmen membuka 
pabrik di Indonesia. Satu di antaranya, yakni PT Meiloon Technology Indonesia 
(yang merelokasi pabrikdari Suzhou, Tiongkok), sudah melakukan groundbreaking 
pabrik di Subang, Jawa Barat. Meiloon ialah perusahaan asal Taiwan yang 
bergerak di bidang usaha industri sepiker, audio, dan video elektronik. Tanpa 
mengurangi rasa syukur atas berlabuhnya tujuh perusahaan yang memindahkan 
pabrik mereka dari Tiongkok ke Indonesia, kita belum selayaknya terlalu 
bergembira saat ini. Lagi-lagi alasannya klise, itu masih belum sepadan dengan 
keberhasilan yang diraih Vietnam. Rayuan maut Vietnam terbukti ampuh menggaet 
investor. Data realisasi investasi Vietnam tahun lalu kian mengonfirmasikan 
kisah sukses itu. Investasi asing langsung di Vietnam pada semester I 2019 
sebanyak US$18,47 miliar. Adapun BKPM mencatat FDI atau penanaman modal asing 
di Indonesia pada semester I 2019 sebesar US$14,18 miliar. Terpaut lebih dari 
US$4 miliar dari Vietnam. Resepnya simpel, sebagaimana yang sudah diteliti 
berbagai institusi dan diakui banyak pihak, termasuk oleh Kepala Badan 
Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia. Intinya tetap: kepercayaan, 
kepastian, kemudahan, kenyamanan. Di Vietnam, investasi cukup datang ke BKPM 
setempat. Persoalan tanah, izin, dan hal-hal prinsip bisa clear di satu tempat. 
Ibaratnya, BKPM Vietnam itu dia yang memulai, dia pula yang mengakhiri. "Kalau 
BKPM Indonesia, dia yang memulai, enggak tahu kapan mengakhiri," kata Kepala 
BKPM Bahlil Lahadalia beberapa bulan setelah dilantik. Musabab lainnya mengapa 
Vietnam mampu menggenjot realisasi investasi ialah tingginya tingkat efisiensi 
dalam perekonomian dan biaya investasi di sana. Hal tersebut ditunjukkan dengan 
rendahnyaincremental capital-output ratio(ICOR) Vietnam jika dibandingkan 
dengan Indonesia (semakin rendah ICOR, semakin efisien biaya investasi). Nilai 
ICOR Vietnam di kisaran 3 hingga 4, sedangkan Indonesia dua kali lipat, yakni 
6,6. Biaya yang inefisien itu muncul dalam bentuk turunan berupa realisasi izin 
yang lama (di Indonesia satu tahun, di Vietnam dua bulan), regulasi yang tidak 
pasti dan tumpang-tindih, hingga produktivitas tenaga kerja dan upah tenaga 
kerja. Secara pertumbuhan, Indonesia masih lebih lambat dalam hal peningkatan 
produktivitas pekerjanya daripada Vietnam. Indonesia cuma tumbuh 2,6%, 
sedangkan Vietnam bisa tumbuh sampai 7%. Sebaliknya, dalam hal realisasi 
kenaikan upah per tahun, Vietnam tak seeksplosif Indonesia. Kenaikan upah di 
Indonesia per tahun bisa lebih dari 8%, sedangkan Vietnam 3,3% sampai 5,7%. 
Kehadiran omnibus law mestinya bisa meruntuhkan tebalnya dinding hambatan 
investasi di negeri ini. Tapi rupanya tidak semua elemen bisa menerima 
kehadiran UU sapu jagat tersebut. Namun, solusi harus tetap dicari. Jika tidak, 
negeri ini akan selalu tercecer dalam perlombaan menggaet investasi. Hanya 
berkutat dalam perdebatan dan saling menyalahkan membuat kita semua berkubang 
dalam kegelapan. Sebagaimana pesan penting dari Winston Churchil, 'daripada 
terus menyalahkan kegelapan, lebih baik kita nyalakan sebatang lilin'.  

Sumber: https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1955-rumus-investasi




Kirim email ke