20 TAHUN REFORMASI
*Siasat Yusril Jelang Soeharto Terjungkal*
*Bimo Wiwoho*, CNN Indonesia | Senin, 21/05/2018 08:17 WIB
Siasat Yusril Jelang Soeharto TerjungkalYusril Ihza Mahendra menjadi
salah satu sosok yang berada di lingkaran dalam Soeharto pada hari-hari
terakhir menjabat sebagai Presiden RI. (REUTERS)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Sekretaris Negara Saadilah Mursyid dan
tiga bawahannya, yakni*Yusril Ihza Mahendra
<https://www.cnnindonesia.com/tag/yusril-ihza-mahendra>*, Bambang
Kesowo, dan Sunarto Sudarno tampak gelisah.
Di kediaman*Presiden Soeharto
<https://www.cnnindonesia.com/tag/soeharto>*, Jalan Cendana, Jakarta,
pada 20 Mei 1998 selepas Magrib, mereka memperkirakan rencana
pembentukan Komite Reformasi bakal gagal.
Masalahnya, hanya ada tiga dari 45 tokoh masyarakat yang diajak
bergabung untuk komite itu bersedia ikut. Padahal, Saadilah menyatakan
dalam jumpa pers bahwa susunan awal komite itu akan diumumkan oleh
Soeharto keesokan harinya.
"(Saat itu) kita rapat membahas persiapan pembentukan Komite Reformasi,"
tutur Yusril, kala berbincang dengan CNNIndonesia.com, di Jakarta,
Selasa (27/3).
Saat itu, Soeharto memang masih belum berniat untuk turun tahta segera.
Dia masih ingin menyelesaikan segala krisis dengan didampingi oleh
Komite Reformasi yang bakal dibentuk. Di samping itu, Soeharto juga
bertekad membentuk kabinet baru: Kabinet Reformasi.
Keempat pejabat Setneg itu kemudian sepakat menunda pengumuman susunan
awal Komite Reformasi. Mereka pun mencoba menenangkan pikiran sejenak.
Yusril meninggalkan rumah Soeharto menuju kediaman Malik Fadjar yang tak
jauh dari sana. Tujuannya, makan dan berganti pakaian. Tak dinyana,
Yusril bertemu dengan dua menteri Kabinet Pembangunan VII, yaitu *Akbar
Tanjung <https://www.cnnindonesia.com/tag/akbar-tandjung>*dan Tanri
Abeng. Ia kemudian mengonfirmasi soal kabar pengunduran diri para menteri.
"Bang Akbar membuka jaketnya. Dikeluarin surat dalam amplop. Bang Akbar
bilang, 'ini surat-surat para menteri sudah mundur. Lihat'," tutur
Yusril, menirukan dialognya dengan Akbar.
Akbar Tandjung adalah salah satu dari 14 menteri yang menolak masuk
Kabinet Reformasi. Akbar Tandjung adalah salah satu dari 14 menteri yang
menolak masuk Kabinet Reformasi. (REUTERS)
Yusril lalu bergegas kembali ke rumah Soeharto. Kepada Saadilah, ia
menunjukkan berkas salinan surat yang diterimanya dari Akbar.
Isi surat itu adalah bahwa 14 menteri yang dipimpin oleh Menko Ekuin
Ginandjar Kartasasmita menyatakan tidak bersedia diikutsertakan dalam
Kabinet Reformasi yang ingin dibentuk Soeharto.
Saadilah kaget. Keduanya sepakat untuk memberitahukan hal itu kepada
Soeharto yang sedang berada di kamarnya.
"Saya bilang [kapada Soeharto ada surat] dari Bang Akbar Tanjung. Pak
Harto baca. Dia bilang, 'Ya sudah kalau sudah begini saya mundur saja.
Besok saya mundur. Diurus berhentinya bagaimana'," ucap Yusril,
menirukan perkataan Soeharto.
Keputusan berhenti itu tak terjadi begitu saja. Dalam buku
autobiografi/Soeharto, The Life and Legacy of Indonesia's Second
President/ karya Retnowati Abdulgani-Knapp (2007), menyebut bahwa tidak
bersedianya 14 menteri untuk masuk dalam Kabinet Reformasi, hanya salah
satu rangkaian saja.
Rangkaian lainnya adalah demonstrasi di sejumlah kota besar, dugaan
kematian sejumlah mahasiswa dalam unjuk rasa, penjarahan dan pembakaran.
"Di Jalan Cendana, Presiden Soeharto akhirnya menyadari bahwa ia telah
kehabisan pilihan, sementara semua kekuatan bersatu melawannya," tulis
buku tersebut.
Setelah reformasi Yusril Ihza Mahendra (kanan) terpilih menjadi
Menkumham dan sempat berbincang dengan Budiman Sudjatmiko yang saat itu
masih menjadi tahanan politik. Setelah reformasi Yusril Ihza Mahendra
(kanan) terpilih menjadi Menkumham dan sempat berbincang dengan Budiman
Sudjatmiko yang saat itu masih menjadi tahanan politik. (AFP PHOTO / OKA
BUDHI)
*Bukan Undur Diri*
Malam itu juga, Saadilah dan anak buahnya langsung merancang draf pidato
yang akan dibacakan Soeharto. Yusril mengklaim dirinya menyarankan agar
pilihan kata saat Soeharto turun dari kursi Presiden bukanlah
'mengundurkan diri', namun 'berhenti'.
Sebab, berdasarkan UUD 1945, pernyataan pengunduran diri Presiden
mensyaratkan Sidang Istimewa MPR. Sementara, sidang itu mustahil digelar
lantaran Gedung DPR/MPR sedang diduduki ratusan ribu mahasiswa.
"Jadi (Sidang Istimewa MPR) tidak mungkin dilaksanakan," tutur Yusril.
Di sisi lain, kata 'berhenti' merupakan suatu pernyataan sepihak. Maka,
jika Soeharto menyatakan berhenti sebagai presiden, maka Soeharto dapat
berhenti sebagai presiden tanpa perlu melalui Sidang Istimewa ataupun
persetujuan MPR.
Dasar hukumnya ada pada Ketetapan MPR No. VII/MPR/1973 tahun 1973
tentang Keadaan Presiden dan/atau Wakil Presiden Berhalangan. Usul itu
kemudian diakomodasi dalam teks pidato Soeharto.
Selesai merancang draf pidato, Saadilah dan Yusril menyiapkan mekanisme
Soeharto berhenti sekaligus mekanisme pengangkatan Wakil Presiden
Baharuddin Jusuf Habibie menjadi Presiden.
Sempat ada perdebatan soal keabsahan pengunduran diri Soeharto yang
tidak dilakukan di hadapan MPR RI. Sempat ada perdebatan soal keabsahan
pengunduran diri Soeharto yang tidak dilakukan di hadapan MPR RI. (REUTERS)
Pada Pasal 2 TAP MPR tersebut diketahui bahwa wakil presiden yang
menggantikan disumpah di hadapan Mahkamah Agung sebelum menjabat sebagai
presiden.
Pada 21 Mei 1998 dini hari, Yusril menelepon Ketua Mahkamah Agung (MA)
Sarwata bin Kertotenoyo. Tanpa banyak bicara, Yusril menyebut Soeharto
meminta seluruh jajaran pimpinan MA datang ke Istana, pukul 07.00 WIB.
Yusril juga mengingatkan Sarwata agar membawa toga atau pakaian resmi.
"Ya kalau ini perintah Pak Harto, saya datang besok," tutur Yusril,
menirukan Sarwata.
Yusril tiba di Istana pada pukul 06.00 WIB, Sarwata dan para pimpinan MA
menyusul sejam kemudian. Saat itu, Istana sudah sibuk dengan persiapan
pidato Soeharto.
Sarwata, yang belum tahu apa yang akan terjadi, bertanya kepada pihak
Istana. Ia kaget mendengar keterangan itu. Dia menemui Yusril. "Tadi
malam kok enggak ngomong begitu? Lalu saya disini apa yang bisa saya
lakukan?" kata Sarwata.
Yusril mengatakan bahwa pimpinan Mahkamah Agung lainnya hanya perlu
menyaksikan Soeharto berpidato berhenti sebagai presiden. Setelah itu,
Sarwata dan sesama pimpinan MA harus menyaksikan Habibie mengucap sumpah
sebagai Presiden.
Sarwata risau soal konstitusionalitas.
BJ Habibie ketika disumpah sebagai Presiden RI ke-3 di Istana Negara, 21
Mei 1998. BJ Habibie ketika disumpah sebagai Presiden RI ke-3 di Istana
Negara, 21 Mei 1998. (REUTERS)
Di samping itu, ia belum menyiapkan referensi hukumnya. Yusril kemudian
menyodorkan telepon. Di ujung sana, guru hukumnya, (almarhum) Ismail
Suny berbicara pada Sarwata. Ismail meyakinkan Sarwata bahwa tahapan
yang dilaksanakan sah dan konstitusional dan memiliki dasar hukum dalam
TP MPR.
"'Ini kalau enggak benar, habis ini kami pimpinan Mahkamah Agung. Saya
pegang kepada bapak dan Pak Ismail Suny'," ujar Sarwata kepada Yusril.
Sarwata dan pimpinan MA lainnya segera mengenakan toga. Sarwata, kata
Yusril, masih nampak gugup menghadapi situasi saat itu. "[Sarwata] pakai
toga itu terbalik, itu saking paniknya," seloroh Yusril.
Soeharto kemudian membacakan pidato yang menyatakan bahwa ia berhenti.
"Saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai
Presiden Republik Indonesia terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini
pada hari ini, Kamis 21 Mei 1998," ucap Soeharto.*(arh/asa)*
---
此電子郵件已由 AVG 檢查病毒。
http://www.avg.com