-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>



https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1965-sok-moralis-mobil-dinas



Senin 19 Oktober 2020, 05:00 WIB 

Sok Moralis Mobil Dinas 

Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group | Editorial

   Sok Moralis Mobil Dinas MI/Ebet Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media 
Group. KRISIS multidimensi yang dialami bangsa ini, menurut diagnosis Ketetapan 
MPR Nomor VI Tahun 2011, salah satu penyebabnya ialah kurangnya keteladanan 
dalam sikap dan perilaku sebagian pemimpin dan tokoh bangsa. MPR merumuskan 
keteladanan dalam ketetapan etika kehidupan berbangsa. Disebutkan, perlu 
ditumbuhkembangkan kembali budaya keteladanan yang harus diwujudkan dalam 
perilaku para pemimpin baik formal maupun informal pada setiap lapisan 
masyarakat. Sejak etika kehidupan berbangsa ditetapkan pada 9 November 2001, 
perihal keteladanan para pemimpin konsisten disorot publik. Sorotan paling 
kencang menyangkut fasilitas mobil dinas. Lima tahun berselang, tepatnya pada 
2006, publik melancarkan protes atas pembagian mobil baru untuk para hakim di 
Mahkamah Agung. Protes lambat laun mereda karena publik memahami bahwa mobil 
dinas itu melekat pada jabatan. Namun, muncul lagi protes pada 2009. APBN 
Perubahan 2009 mengalokasikan Rp106 miliar untuk pengadaan 80 mobil mewah 
pejabat. Mobil yang dipilih jenis Toyota Crown Royal Saloon seharga Rp1,3 
miliar, menggantikan kendaraan lama Toyota Camry yang harganya ‘cuma’ Rp500 
juta. Kali ini mobil dinas kembali menjadi sorotan setelah terungkap daftar 
anggaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk 2021 yang telah disetujui 
Komisi III DPR. Informasi yang diterima, mobil jabatan untuk Ketua KPK 
dianggarkan sebesar Rp1,45 miliar. Empat Wakil Ketua KPK masing-masing 
dianggarkan Rp1 miliar. Spesifikasinya mobil 3.500 cc. Sementara itu, mobil 
jabatan lima anggota Dewan Pengawas KPK masing-masing dianggarkan Rp702 juta 
sehingga totalnya lebih dari Rp3,5 miliar. Anggaran mobil Rp702 juta itu juga 
disiapkan untuk enam pejabat eselon I KPK. Internal dan eksternal KPK bagai kor 
melancarkan protes. KPK pun kaji ulang pengadaan mobil dinas tersebut. Protes 
internal tentu tidak ada kaitan dengan perbedaan spesifi kasi mobil. Mobil 
dinas sesungguhnya menunjukkan jabatan. Jika ada orang memakai mobil dinas 
jenis sedan/SUV (sport utility vehicles) dengan kapasitas mesin 3.500 cc, dia 
seorang pejabat setingkat menteri menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76 
Tahun 2015. Protes atas pengadaan mobil dinas KPK lebih menyangkut soal 
kepatutan. Kode etik dan pedoman perilaku KPK diatur dalam Peraturan Dewan 
Pengawas KPK Nomor 01/2020. Ada pengaturan terkait dengan integritas yang 
merupakan kesatuan antara pola pikir, perasaan, ucapan, dan perilaku yang 
selaras dengan hati nurani dan norma yang berlaku di KPK. Pada butir 27 terkait 
integritas disebutkan ‘tidak menunjukkan gaya hidup hedonisme sebagai bentuk 
empati kepada masyarakat terutama kepada sesama Insan Komisi’. Pembelian mobil 
mewah bisa ditafsirkan berkorelasi dengan menunjukkan gaya hidup hedonisme. 
Karena itu, tidak ada protes atas pemberian tunjangan transportasi yang, jika 
ditotal nilai tunjangan itu, seharga mobil mewah juga. Berdasarkan Peraturan 
Presiden Nomor 61 Tahun 2020 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Lainnya bagi 
Ketua dan Anggota Dewas KPK, pada Pasal 4 disebutkan Ketua Dewas KPK 
mendapatkan tunjangan transportasi Rp29,546 juta setiap bulan. Selama menjabat 
4 tahun, total tunjangan transportasi mencapai Rp1,4 miliar. Anggota Dewas KPK 
mendapatkan tunjangan transportasi Rp27,330 juta setiap bulan. Bagaimana untuk 
pimpinan KPK? Besaran tunjangan untuk ketua dan anggota pimpinan KPK sama saja 
dengan Dewan Pengawas, hanya berbeda dasar hukumnya. Gaji dan tunjangan 
komisioner diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2015. Dengan 
demikian, tidak sepenuhnya tepat pernyataan mantan komisioner KPK bahwa 
anggaran mobil dinas KPK saat ini mencerminkan refl eksi krisisnya kepemimpinan 
yang melunturkan moralitas dan kode etik KPK. Pernyataan itu tepat jika 
pimpinan KPK menerima mobil dinas sekaligus tunjangan transportasi. Terus 
terang, pengadaan mobil dinas itu tidak tepat waktu kala jumlah penduduk miskin 
bertambah akibat pandemi covid-19. Atas alasan itu pula, Sekjen DPR Indra 
Iskandar membatalkan pemberian uang muka untuk anggota dewan membeli mobil 
perorangan sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2010 tentang 
Pemberian Fasilitas Uang Muka bagi Pejabat Negara pada Lembaga Negara untuk 
Pembelian Kendaraan Perorangan. Berdasarkan ketentuan itu, setiap anggota DPR 
berhak menerima Rp116,650 juta sebagai uang muka pembelian mobil. Ada 575 
anggota DPR, total uang muka yang disediakan Rp67 miliar. Menunda atau 
meniadakan pengadaan mobil dinas patut diapresiasi. Lebih diapresiasi lagi bila 
meniadakan aturan yang amat bermurah hati untuk fasilitas pejabat. Karena itu, 
jangan sok moralis soal mobil dinas.  

Sumber: 
https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1965-sok-moralis-mobil-dinas





Kirim email ke