Senin 20 Feb 2017, 12:22 WIB

TKI Hong Kong Minta Dilibatkan dalam Pembuatan UU soal Buruh Migran
Aditya Mardiastuti - detikNewsFoto: Dok. JBMI HongkongJakarta - Kedatangan tim 
pengawas (timwas) Tenaga Kerja Indonesia (TKI) DPR RI ke Hong Kong diwarnai 
aksi protes. Mereka menyuarakan kekecewaan mereka terkait cuitan dan pernyataan 
Ketua Timwas TKI DPR Fahri Hamzah tentang buruh migran yang sempat 
kontroversial beberapa waktu lalu.

Dari foto yang diperoleh detikcom, Senin (20/2/2017), sejumlah buruh migran 
membawa spanduk-spanduk berisi protes dan berkumpul di Victoria Park, Hong 
Kong. Bahkan ada pula yang menggelar aksi di depan KJRI sambil membawa spanduk 
biru bertuliskan 'Jangan bicara tentang BMI tanpa akui dan lindungi BMI dalam 
hukum Indonesia'.


| Aksi sejumlah buruh migran di KJRI Foto: Dok. JBMI Hongkong |

Koordinator Buruh Migran Indonesia (BMI) Sringatin mengatakan kedatangan timwas 
TKI yang dipimpin oleh Fahri itu bertujuan untuk mendengar dan mencari masukan 
terkait revisi UU no 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di 
luar negeri. Dia berharap revisi UU tersebut benar-benar melibatkan buruh 
migran secara langsung sehingga DPR paham apa yang menjadi tuntutan mereka.

"Kami berharap kedatangan mereka kali ini tidak hanya formalitas atas respons 
terhadap protes yang kami sampaikan beberapa waktu lalu. Tapi sudah waktunya, 
DPR RI selaku perwakilan rakyat melibatkan buruh migran secara langsung dalam 
pembuatan kebijakan yang bersangkutan dengan kepentingan buruh migran," kata 
Sringatin dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom, Senin (20/2).

Sringatin menyinggung tidak dilibatkannya BMI ke dalam revisi UU dan moratorium 
serta program roadmap 2017 yang mengatur mengenai perlindungan TKI itu. Dia 
juga menyampaikan kekecewaannya karena pemerintah Indonesia tidak mengakui 
buruh migran sebagai pekerja.

"Hal ini terjadi karena, selama ini pemerintah Indonesia tidak pernah mengakui 
buruh migran sebagai pekerja, tidak pernah melindungi hak-hak buruh migran dan 
tidak pernah mengakui organisasi serikat buruh di dalam hukum Indonesia. Dari 
sekian banyak peraturan dan terobosan yang diciptakan pemerintah, tidak ada 
satu pun yang terbukti dapat memecahkan persoalan buruh migran. Karena bagi 
pemerintah Indonesia, hakikatnya buruh migran hanyalah objek yang tidak punya 
hak menentukan nasibnya sendiri dan hanya dijadikan sumber pendapatan devisa 
negara," urainya.

Sringatin kembali menyinggung soal cuitan Fahri di Twitter yang berbunyi, "Anak 
bangsa mengemis menjadi babu di negeri orang dan pekerja asing merajalela…" dan 
penyalahgunaan data tidak akurat tentang buruh migran di Hong kong yang 
menyebutkan bahwa "ada 1.000 kelahiran anak TKI yang tidak diinginkan dan 30% 
buruh migran mengidap HIV/AIDS di Hong Kong". Menurut dia hal itu menunjukkan 
ketidaktahuan wakil rakyatnya itu tentang realitas kondisi buruh migran.

:Tindakan Fahri Hamzah, dalam hal ini hakikatnya telah menunjukkan adanya 
indikasi bahwa para pembuat kebijakan di DPR RI, khususnya tim pengawas TKI, 
tidak memahami realitas kondisi buruh migran. Lebih buruk lagi, mereka 
mempunyai prasangka yang merendahkan buruh migran, khususnya pekerja rumah 
tangga yang rentan kekerasan," papar dia.

Sringatin prihatin dengan aturan hukum tersebut. Jika masih seperti itu, dia 
pesimistis jika kondisi buruh migran bakal membaik.

"Tanpa perubahan fundamental di dalam hukum Indonesia, maka kondisi buruh 
migran tidak akan pernah berubah," tambah Sringatin.

Sringatin mengatakan dia bersama teman-temannya juga mengirimkan tuntutan ke 
DPR. BMI, kata Sringatin, menuntut suara mereka didengar dan dihargai.

"Kami menuntut suara kami di dengar, martabat kami dihargai dan hak kami 
dilindungi. Jangan bicara tentang kami tanpa kami karena kami buruh bukan 
budak," papar dia.

Berikut tuntutan BMI tersebut :

1. Kami menuntut sebuah dialog yang membahas kebijakan tentang buruh migran dan 
anggota keluarganya. Melalui dialog ini diharapkan tidak ada lagi pemahaman 
yang keliru terhadap buruh migran seperti yang dilakukan oleh bapak Fahri 
Hamzah.

2. Revisi UU No. 39/2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja 
Indonesia di Luar Negeri harus mengakui dan menjamin hak dasar buruh migran 
sebagai pekerja dan anggota keluarganya seperti yang tertulis di dalam Konvensi 
PBB 1990, Konvensi ILO 188 dan 189, antara lain :
a. Menghentikan kewajiban buruh migran untuk diproses PJTKI/Agen sementara 
selama ini pengalaman buruh migran dengan lembaga ini justru lebih merugikan 
dan memperbudak.
b. Menjamin hak libur bagi seluruh buruh migran di luar negeri
c. Menciptakan standarisasi kontrak kerja yang diakui di dalam dan diluar negeri
d. Menjamin hak buruh migran menuntut PJTKI yang melakukan pelanggaran
e. Hak menuntut ganti rugi bagi buruh migran yang menjadi korban pelanggaran 
PJTKI
f. Melindungi dan menjamin hak asasi manusia buruh migran tidak berdokumen

3. Demi terwujudnya Konvensi PBB 1990 dalam revisi UUPPTKILN No. 39/2004, maka 
dengan ini kami menuntut supaya dilibatkan secara langsung dalam setiap 
pembahasannya. Dengan harapan pemerintah tidak lagi memperlakukan buruh migran 
sebagai objek pembangunan, sumber pendapatan devisa negara dan solusi singkat 
untuk mengatasi kemiskinan.

4. Kami menuntut pengakuan terhadap organisasi dan serikat buruh migran di 
dalam revisi UUPPTKILN No. 39/2004 dan peraturan lain yang berkaitan dengan 
buruh migran. Dengan pengakuan ini, maka partisipasi kami dan hak kami sebagai 
buruh migran akan lebih terjamin.

Kirim email ke